Rabu, 09 Mei 2012

SYAIKH YASIN PADANG



Syekh Yasin Al-Fadani Ulama Mekkah Keturunan Indonesia
Ulama Mekkah yang nenek moyangnya berasal dari Padang Sumatra Barat, adalah sosok ulama Indonesia yang namanya Terukir dengan Tinta Emas karena keluasan ilmu yang dimilikinya. Beliau bergelar  “Almusnid Dunya”

(ulama ahli sanad dunia), keahlian dalam hal ilmu periwayatan hadist ini, maka banyak para ulama-ulama dunia berbondong-bondong untuk mendapat Ijazah Sanad hadist dari beliau. Bahkan Al-‘Allamah Habib Segaf bin Muhammad Assegaf salah seorang ulama dan waliyulloh dari Tarim Hadromaut  sangat mengagumi keilmuan Syekh Yasin Al-Padani hingga menyebut Syekh Yasin dengan ”Sayuthiyyu Zamanihi”(imam Al Hafid Assayuthy pada zamannya)


Nama lengkapnya Abu Al-Faidh’ Alam Ad Diin Muhammad Yasin  bin Isa Al-Padani, lahir di Mekkah tahun 1916. Sejak kecil Syekh Yasin sudah menunjukan kecerdasan yang luar biasa, Bahkan menginjak usia remaja Syekh Yasin mampu mengungguli rekan-rekannya dalam hal penguasaan ilmu hadist, fiqih bahkan para gurunya pun sangat mengaguminya. Syekh Yasin mulai belajar dengan ayahnya  Syekh Muhammad Isa, dilanjutkan ke Ash-Shaulatiyyah.
guru-gurunya antara lain Syekh Muhktar Usman, Syekh Hasan Al-Masysath, Habib  Muhsin bin Ali Al-Musawa.

Sekitar tahun 1934 terjadi konflik yang menyangkut nasionalisme, direktur Ash-Shaulatiyyah telah menyinggung beberapa pelajar asal Asia Tenggara terutama dari Indonesia,  maka Syekh Yasin mengemukakan ide untuk mendirikan Madrasah Darul Ulum di Mekkah, banyak dari pelajar Ash-Shautiyyah yang berbondong-bondong pindah ke Madrasah Darul Ulum, padahal madrasah tersebut belum lama didirikan. Syekh yasin menjabat sebagai wakil direktur Madrasah Darul Ulum Mekkah, disamping itu Syekh Yasin mengajar di berbagai tempat terutama di Masjidil haram . Materi materi yang disampaikan Oleh Syekh Yasin mendapat sambutan yang luar biasa terutama dari para pelajar asal Asia Tenggara. Syekh Yasin juga dikenal sebagai sosok ulama yang sering minta Ijazah dari para ulama-ulama terkemuka sehingga Beliau memilki sanad yang luar biasa banyaknya.

Dan yang sangat menarik adalah sosok Syekh Yasin Al-Padani adalah kesederhanaannya, walaupun beliau seorang ulama besar namun beliau tidak segan-segan untuk keluar masuk pasar memikul, dan menenteng sayur mayur untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Dengan memakai kaos oblong dan sarung, Syekh Yasin juga sering nongkrong di warung teh sambil menghisap Shisah ( rokok arab). tak ada seorang pun yang berani mencelanya karena ketinggian ilmu yang dimiliki Syekh Yasin.  Dan jika musim haji tiba Syekh Yasin mengundang ulama-ulama dunia dan pelajar  untuk berkunjung kerumahnya  untuk berdiskusi dan tak sedikit dari para ulama yang meminta Ijazah Sanad hadist dari Syekh Yasin. Namun biarpun lewat dari musim haji rumah Syekh Yasin pun selalu ramai dikunjungi para ulama dan pelajar.

Ulama kelahiran abad 20 ini menghasilkan karya-karya yang tak kurang dari 100 judul, yang semuanya tersebar dan menjadi rujukan lembaga-lembaga Islam, pondok pesantren, baik itu di Mekkah maupun di Asia Tenggara. Susunan bahasa yang tinggi dan sistematis serta isinya yang padat menjadikan karya Syekh Yasin banyak digunakan oleh para ulama dan pelajar sebagai sumber  referensi. Diantaranya:

Pertama, Fathul ‘allam  Syarah dari kitab Hadist Bulughul Maram

Kedua, Ad Durr Al-Madhud fi Syarah Sunan Abu Dawud 20 jilid

Ketiga, Nail Al-Ma’mul Hasyiah ‘Ala Lubb Al-Ushul Fiqh

Keempat, Al Fawaid Al-Janiyah ‘Ala Qawaidhul fiqihiyyah, dan masih banyak karya beliau lainnya.

Beliau banyak dipuji oleh para Ulama dan para gurunya, seperti seorang ulama Hadist bernama Sayyid Abdul Aziz Al-Ghumari menjuluki Syekh Yasin sebagai ulama kebanggaan Haromain ( Mekkah dan Madinah).

Begitulah sosok Syekh Yasin Al-Padani yang sangat menghargai para ahli ilmu. Dan pernah salah seorang murid Syekh Yasin Al-Fadani, KH Abdul Hamid dari Jakarta, sewaktu beliau dihadapi kesulitan dalam mengajar beliau mendapat sepucuk surat dari Syekh Yasin Al-Fadani, begitu membuka isi surat tersebut ternyata adalah jawaban dari kesulitan yang dihadapinya. KH Abdul hamid pun heran bagaimana Syekh Yasin bisa tahu kesulitan yang sedang beliau hadapi?

masih banyak murid beliau yang tersebar di pelosok penjuru dunia yang meneruskan perjuangan Syekh Yasin Al-Fadani. Bangsa Indonesia pun boleh berbangga bahwa bangsa kita memilki Ulama-ulama yang sangat terkenal dan diakui ketinggian ilmunya di Mekkah maupun di dunia Sebut saja Syekh Muhammad  Nawawi Al Bantani,Syekh Mahfudz Termas,Syekh Baqir bin Nur Al Jogjawi, Syekh Yasin Al-Fadani ( Padang), Syekh Ahmad Khatib Sambas ( Kalimantan), Syekh Muhammad Zainuddin Al-Fanshuri ( Lombok) dan  lain-lain.

Tahun 1990 Syekh Yasin Al-Fadani  dipanggil menghadap Allah SWT, seluruh dunia merasa kehilangan sosok ulama hadist yang mumpuni dan menjadi sumber rujukan ilmu. Dan  kebesaran Allah ditampakan oleh para hadirin yang hadir dalam prosesi penguburan ulama besar tersebut. Begitu Jenazah dimasukkan ke liang lahat  bukan liang yang sempit dan lembab yang tampak tapi liang tersebut berubah menjadi lapangan yang luas membentang disertai dengan semerbak wewangian  yang harum dan menyegarkan. Subhanalloh Ya Allah jadikan para ulama-ulama Indonesia saat ini menjadi ulama-ulama yang istiqomah, yang berjuang mensyiarkan agama Allah dengan penuh keikhlasan seperti ulama-ulama terdahulu yang telah Engkau Rahmati Amiiiiin.

Dikisahkan ketika K.H.Abdul Hamid di Jakarta sedang mengajar dalam ilmu fiqih “bab diyat”, beliau menemukan kesulitan dalam suatu hal sehingga pengajian terhenti karenanya… malam hari itu juga, beliau menerima sepucuk surat dari Syekh Yasin, ternyata isi surat itu adalah jawaban kesulitan yang dihadapinya. Iapun merasa heran, dari mana Syekh Yasin tahu…? Sedangkan K.H.Abdul Hamid sendiri tidak pernah menanyakan kepada siapapun tentang kesulitan ini..!

Syekh.Mukhtaruddin asal Palembang bercerita, pernah ketika pak Soeharto sedang sakit mata, beliau mengirim satu pesawat khusus untuk menjemput Syekh Yasin. Ahirnya pak Soehartopun sembuh berkat do’a beliau. .
Semoga Allah swt. merahmati beliau, amin ya Rabbal-Alamin….
Al Fatihah….

laki Laki

Jika Anda ditanya siapakah atau seperti apakah laki Laki Sejati yang mampu memuaskan pasangannya? maka jawabannya akan berbeda di setiap kepala.
Laki Laki Sejati Yang Memuaskan
Sedangkan definisi dari “Memuaskan” itu saja bisa berbeda pula, ada yang menjawab seperti ini:
Laki laki sejati tidak berpikir tentang diri sendiri. Laki laki sejati melakukan sesuatu untuk apa yang mereka percaya, bertanggung jawab atas tindakannya, membantu orang lain, percaya diri, fisik kuat, memiliki rasa humor, murah hati, jujur​​, dan perhatian. Pria sejati memberikan rasa keamanan, berani dan tidak perlu pamer.
Kita tahu hal itu tidak bisa dikatakan sebagai definisi Laki Laki Sejati, uraian diatas hanya merupakan penyebutan sebagaian saja sifat Laki Laki yang di ingini.
Saking sulitnya mendefinisikan laki Laki Sejati, sampai ada yang menuangkan dalam bentuk puisi seperti dibawah ini:
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari bahunya yang kekar
Tetapi dari kasih sayangnya pada orang sekitar.
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari suaranya yang lantang
Tetapi dari kelembutannya mengatakan kebenaran.
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari jumlah sahabat di sekitarnya
Tetapi dari sikap bersahabatnya dengan generasi muda bangsa.
Laki-laki sejati bukanlah bukanlah dilihat daribagaimana dia dihormati di tempat bekerja
Tetapi dari bagaimana dia dihormati di rumah tangga.
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari kerasnya pukulan
Tetapi dari sikap bijaknya memahami persoalan.
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari dadanya yang bidang
Tetapi dari hati yang ada di balik itu.
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari banyaknya wanita yang memuja
Tetapi komitmenya terhadap wanita yang dicintainya.
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari barbel yang dibebankan
Tetapi dari tabahnya dia menghadapi lika-liku kehidupan
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari kerasnya membaca kitab suci
Tetapi dari konsistennya dia menjalankan apa yang ia baca.
Terlepas dari beragam pandangan tentang Laki Laki Sejati, kisah dan biografi perjuangan seorang laki laki di bawah ini mungkin saja akan membuat semacam dorongan untuk lebih bersemangat dalam memperjuangkan cita cita, silahkan dibaca sebagai berikut:
KH. Nawawi Abdul Aziz lahir pada tahun 1925. Beliau merupakan putra kedua dari Al Maghfurlah KH. Abdul Aziz, seorang petani yang tinggal di pelosok desa di daerah Kawedanan yang terkenal yaitu Kutoarjo tepatnya di desa Tulusrejo Grabag Kutoarjo Purworejo Jawa Tengah.
Karir keilmuan Beliau dirintis sejak beliau berumur tujuh tahun. Hari-hari beliau selalu dihiasi dengan berbagai kegiatan Tholabul ‘ilmi. Pagi hari Beliau belajar di Sekolah Dasar ( SR-red ) dan sorenya Beliau mengikuti Madrasah Diniyah Al Islam Jono. Sedangkan pada malam hari, Beliau mengaji Al Qur’an kepada sang Ayah dan juga beberapa disiplin ilmu seperti Ilmu Fiqh dan Ushuluddin.
Setelah Beliau berumur 13 tahun, Beliau meneruskan pengembaraannya ke Pondok Pesantren Lirap Kebumen Jawa Tengah untuk mengaji Ilmu Alat kepada Al Maghfurlah KH. Anshori selama 4 tahun. Kemudian setelah dirasa cukup, Beliau ditarik oleh Orang tua Beliau untuk selanjutnya diantar bersama kakak ke Pondok Pesantren Tugung Banyuwangi di bawah asuhan Al Maghfurlah KH. Abbas yang pada saat itu Indonesia masih dijajah oleh Jepang.
Setelah beberapa tahun menimba ilmu di sana, seperti Pemuda yang lainnya, Beliau merasa ingin sekali pulang ke kampung halaman sekedar melepaskan rasa rindu kepada keluarga. Untuk itulah, dua bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangakan, beliau pulang ke Kutoarjo. Tetapi bak pepatah, “ untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak ”, sebelum Beliau sempat kembali ke Pondok, serdadu Belanda dengan membonceng tentara Inggris mendarat di Surabaya dan menjarah Jawa TImur. Maka pupuslah harapan untuk kembali ke Pondok dan terpisahlah Beliau dengan Kakak yang masih di Banyuwangi.
Keadaan telah berubah, seluruh kitab yang dimiliki Beliau tertinggal di Banyuwangi. Tetapi hal tersebut tidak membuat Beliau patah semangat bahkan sebaliknya, Beliau semakin semangat dalam menuntut ilmu yang Beliau wujudkan dengan kembali mondok untuk menghafalkan Al Qur’an ke sebuah Pondok Pesantren di Yogyakarta tepatnya di Pondok Krapyak yang didirikan oleh Al Maghfurlah KH. Munawwir yang pada saat itu diasuh oleh Al Maghfurlah KH. R Abdul Qodir Munawwir. Nasehat, tausiah dan irsyad dari Al Maghfurlah KH.R Abdul Qodir M Beliau ikuti dan patuhi dengan ikhlas dan tekun, sehingga dalam waktu tiga bulan, Beliau berhasil menghafal tujuh juz setengah dengan hafalan yang sangat baik. Disaat Beliau sedang menikmati dan melatih keistiqomahan diri dalam menghafal dan menjaga Al Qur’an, tanpa diduga terdengar berondongan peluru mitraliur yang menghujani langit Yogyakarta yang disertai dengan diterjunkannya pasukan Belanda di lapangan terbang Maguo ( kini Adisucipto ) sebagai tanda dimulainya class kedua ( duurstuud ). Hari itu pula Beliau dan ketujuh orang temannya pulang ke kampung halaman ( Kutoarjo ) dengan berjalan kaki. Di rumah, Beliau tetap menjaga hafalan Al Qur’an yang telah didapat dan menambah hafalan walaupun harus ikut serta membantu para gerilyawan.
Setelah Yogayakarta aman kembali ( sekitar enam bulan ), Beliau kembali ke Krapyak untuk melajutkan tekatnya. Dengan berkat rahmat dari Allah SWT disertai dengan anugrah keistiqomahan yang Beliau miliki, Beliau mampu menyelesaikan hafalan dalam 15 bulan dengan hasil yang sangat memuaskan sehingga wajar saja jika Guru Beliau sangat menyayangi Beliau, bahkan sebagai puncak dari kasih sayang tersebut, Beliau diamanahi untuk menikahi adik sang Guru ( Al Maghfurlah KH.R Abdul Qodir Munawwir ) yang bernama Ibu Nyai Hj. Walidah Munawwir ( putri dari Al Maghfurlah KH Munawwir Pendiri Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta ).
Pengembaraan beliau tidak berhenti sampai di sini, setelah mendapat restu dari sang Guru sekaligus Kakak, pada hari ketujuh puluh dari hari kelahiran putra pertamanya, Beliau berangkat ke Pondok Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus untuk mengaji Al Qur’an dengan Qiroah As Sab’ah kepada Al Maghfurlah KH. Arwani Amin. Pada tahun 1955 M beliau berhasil menyelesaikan pelajaran dengan baik dan menerima Syahadah/Ijazah khatam mengaji Qiro’ah As Sab’ah secara hafalan kepada Al Maghfurlah KH. Arwani Amin Kudus.
Setelah selesai belajar di Kudus, Beliau memutuskan untuk kembali ke Kutoarjo untuk mengajarkan ilmu yang pernah didapat dan juga untuk membantu Orang tua yang telah menapaki usia senja. Di sana Beliau membuka pengajian Al Qur’an dan Madrasah Ibtidaiyah kelas I yang hanya dibantu oleh seorang tenaga pengajar sekaligus sebagai pengurusnya. Keterbatasan pengajar, tidaklah menjadi halangan bagi Beliau untuk berjuang dalam menyebarkan ilmu Agama. Beliau mensiasatinya dengan mengkader semua siswa sehingga siswa-siswi yang duduk di kelas IV sudah mampu untuk mengajar adik-adik kelas satu dan dua.
KH.R Abdul Qodir Munawwir pemegang tampuk kepemimpinan Pondok Krapyak wafat, yang kemudian digantikan oleh KH.R Abdullah Affandi Munawwir . Pada saat itulah Beliau ( KH. Nawawi Abdul Aziz ) dipanggil untuk membantu mengajarkan Al Qur’an di Pondok Pesantren Krapyak, Bersama dengan Al Maghfurlah KH. Mufid Mas’ud ( Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Pandanaran ) dan Al Maghfurlah KH. Ali Ma’sum. Pembagian tugas dilakukan oleh KH.R Abdullah Affandi Munawwir sebagai pengasuh utama, KH. Ali Ma’sum bertanggungjawab atas pengajaran kitab sedangkan Beliau dan KH. Mufid Mas’ud memegang pengajaran Al Qur’an.
Laki Laki Sejati
Setelah dua tahun tinggal di Krapyak, timbullah keinginan untuk pindah ke Dusun Ngrukem guna lebih dekat dari tempat Beliau berkerja sebagai Ketua Hakim Pengadilan Agama Bantul dan juga didorong oleh keinginan untuk mendirikan Pondok Pesantren sendiri, dan berkat Ridlo dari Allah SWT, beliau mampu mewujudka cita-cita Beliau untuk membangun Pondok Pesantren yang sampai saat ini masih eksis berdiri. Sekarang umur beliau telah mencapai 83 tahun dan telah dikaruniai 11 putra/putri dan 49 cucu serta 1 buyut, walaupun demikian Allah SWT masih meberikan nikmat sehat yang begitu besar sehingga di usianya yang senja Beliau masih kuat dalam membimbing sekitar 700 santri untuk mencapai derajat yang mulia secara langsung. Allahumma thowwil ‘umrohu wa shohhih jasadahu linantafi’a bi’ulumihi wa hikamihi. Amin . . .

Syeikh Junaidi Al Baghdadi dengan Bahlul

Syeikh Junaidi Al Baghdadi dengan Bahlul

Syeikh Junaidi Al Baghdadi pergi untuk jalan-jalan keluar Baghdad. Murid-murid mengikutinya.

Syeikh bertanya bagaimana kabar bahlul yang gila ?

Mereka menjawab, “Dia adalah orang gila, apa yang anda perlukan dari dia?”

“bawalah aku ke dia, karena aku ada perlu dengan nya.”

Para murid mencari Bahlul dan menemukannya di padang pasir. Mereke membawa Syeikh Junaidi Al Baghdadi kepadanya

Ketika Syeikh Junaidi Al Baghdadi pergi mendekati Bahlul, Beliau melihat Bahlul dalam keadaan gelisah dengan batu bata ada dibawah kepalanya (posisi kepala dibawah ?)

Syeikh mengucapkan salam

Bahlul menjawab dan bertanya, “Siapakah Anda? ”

” Saya Junaidi Baghdadi.”

Bahlul bertanya, “Apakah Anda Abul Qasim?”

“Ya, betul !” jawab Syeikh

Bahlul bertanya lagi ” Apakah Anda Syeikh Baghdadi yang memberikan orang-orang Petunjuk spiritual? ”

“Ya!” kemudian Bahlul bertanya ” Tahukah Anda bagaimana cara makan?”

“Ya!” Saya mengucapkan Bismillah (Dengan mengucap nama Allah SWT). Saya makan yang paling dekat dengan saya, Saya mengambil gigitan kecil, meletakkannya di sisi kanan dari mulut saya, dan mengunyah pelan-pelan. Saya tidak nampak ke gigitan yan lain. Saya mengingat Allah SWT saat makan. Untuk sebutir apapun yang saya makan, Saya mengucap Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah SWT). Saya mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.”

Bahlul berdiri, meggerakkan pakaiannya pada Syeikh, dan berkata, ” Anda ingin menjadi pemimpin spiritual dunia tapi Anda tidak pun mengetahui bagaimana cara makan.” setelah mengucapkannya, dia langsung pergi.

Para Murid Syeikh berkata, “O Syeikh! Dia orang yang gila. ”

Syeikh menjawab, Dia adalah orang gila yang sangat pandai dalam berucap. dengarkan pernyataan yang benar dari nya.

Setelah mengucapkan Beliau pergi dibelakang Bahlul, dan berkata, ” Saya ada perlu dengan Bahlul.”


Ketika Bahlul mencapai bangunan yang berdebu, dia duduk. Syeikh mendekatinya.

Bahlul bertanya, “Siapakah Anda?”

” Syeikh Baghdadi yang pun tidak mengetahui bagaimana cara makan.”

” Anda tidak mengetahui bagaiamana makan, tapi apakah Anda tahu bagaimana berbicara?”

“Ya”

” Bagaimana anda berbicara ?”

” Saya berbicara secara umum dan langsung pada pokok masalah. Saya tidak berbicara terlalu tinggi atau terlalu banyak. Saya berbicara sehingga para pendengar dapat mengerti. Saya memanggil semua orang di dunia untuk kembali ke Allah dan Nabi (s). Saya tidak berbicara terlalu banyak sehingga semua orang akan bosan. Saya memperhatikan kedalaman pengetahuan spiritual dan yang umum.

kemudian dia menggambarkan apapun yang berhubungan dengan Adab dan etika

Bahlul berkata, “Lupakan soal makan, Anda pun tidak mengetahui bagaimana berbicara.”

Bahlul berdiri, menggerakkan pakaiannya pada Syeikh dan pergi

Para murid berkata, “O Syeikh! Anda lihatkan, dia orang yang gila. Apa yang Anda harapkan dari orang yang gila!”

Syeikh berkata, ” Saya ada perlu dengan dia. Kalian tidak tahu.”

Sekali lagi Beliau pergi setelah Bahlul sampai Beliau menjumpainya.

Bahlul bertanya, “Apa yang Anda inginkan dari saya? Anda yang tidak mengetahui Adab makan dan bicara, apakah Anda mengetahui bagaimana cara untuk tidur?”

” Ya, saya tahu.”

” Bagaimana cara tidur?” Bahlul bertanya

” Ketika saya selesai sholat Isya’ dan membacakan permohonan, saya pakai baju tidur saya.”

Kemudian beliau menggambarkan adab-adab tidur yang sudah diterima oleh beliau dari Orang-orang yang telah belajar agama.

Bahlul kemudian berkata : ” Saya mengerti bahwa Anda pun tidak mengetahui juga bagaimana untuk tidur.”

Dia ingin berdiri, tapi Junayd menangkap memegang pakaian nya dan berkata, O Bahlul! Saya tidak mengethuinya; Demi kecintaan kepada Allah SWT ajari saya.

Bahlul berkata ” Anda mengklaim pengetahuan dan berkata bahwa anda tahu sehingga Saya mencegah Anda. sekarang Anda mengakui ketiadaan pengetahuan Anda, Saya akan mengajari Anda.”

“Tahu apapun yang Anda utarakan itu adalah tidak penting.”

” Kebenaran dibalik memakan makanan yang Anda makan menurut hukum adalah sepotong demi sepotong. Jika Anda makan makanan yang dilarang juga, dengan seratus adab, hal itu tidak akan menguntungkan Anda, tapi bisa menjadi alasan untuk menghitamkan hati.”

” Semoga Allah memberkati Anda pahala yang sangat besar.” ucap Syeikh.

Bahlul melanjutkan, Hati haruslah bersih, dan memiliki niat yang baik sebelum Anda mulai bicara. dan pembicaraan Anda haruslah menyenangkan Allah SWT. Jika itu untuk segala urusan dunya atau pekerjaan yang sia-sia, maka apapun yang Anda ekspresikan, akan menjadi bencana bagi Anda. Itulah sebabnya diam dan tenang adalah yang terbaik.”

“Apapun yang Anda ucapkan tentang tidur juga tidak penting. Kebenarannya adalah bahwa hati Anda seharusnya bebas dari permusuhan, cemburu, dan kebencian. Hati Anda seharusnya TIDAK rakus untuk dunya ini atau kekayaanya, dan ingatlah Allah SWT ketika akan tidur.

Syeikh Junaidi kemudian mencium tangan Bahlul dan berdoa untuk nya.

Para murid yang menyaksikan kejadian ini, dan yang telah berfikir bahwa Bahlul gila, melupakan tindakannya dan memulai hidup baru

KH. MOHAMMAD Ma’roef

[Pendiri] [Mu'allif] [Pengasuh] [Silsilah] [Sholawat]
Sekilas Biografi Mbah KH. MOHAMMAD Ma’roef RA. (Pendiri Pondok Pesantren Kedunglo)

Ketinggian ilmunya diakui secara international, terbukti pada pendirian NU (Nahdatul Ulama) yang pertama, beliau terpilih menjadi Mustasyar NU bersama ulama bertaraf international lainnya. Di zamannya, keampuhan doanya tak tertandingi. Beliau adalah “Profesor Do’a” yang memiliki ribuan do’a untuk segala macam kebutuhan. Serta memadukan antara bahasa Arab dan Jawa untuk do’anya. Dari bumi pilihannya Kedunglo, beliau telah berhasil melahirkan ulama-ulama keramat yang menyebar di pulau Jawa. Beliau juga memberi semangat para santri dan tentara dengan do’anya sehingga mereka selamat di medan pertempuran. Dan dari bumi Kedunglo pula, terlahir Shalawat ampuh, shalawat yang dibutuhkan seluruh ummat “Shalawat Wahidiyah”, buah taklifan putra beliau.

I. KH. MOHAMMAD Ma’roef RA ; Masa Kecil

Mbah KH. Mohammad Ma’roef RA. dilahirkan di dusun Klampok Arum Desa Badal Ngadiluwih Kabupaten Kediri pada tahun 1852. Beliau, berasal dari keluarga yang taat beragama. Ayahnya, Mbah Yahi Abdul Madjid adalah pendiri pondok Klampok Arum selatan Masjid Badal dan seorang yang sangat dihormati dan ditokohkan di daerahnya. Konon ayahnya mempunyai kebiasaan tirakat dengan hanya makan kunir saja. Mbah Yahi Madjid menurut penuturan Mbah Yahi Ma’roef kepada murid-muridnya mempunyai kesabaran yang luar biasa. Ibunya yang ingin tahu bagaimana murahnya si suami sampai-sampai membuatkan sayur tom(sayur yang rasanya sangat pahit dan apabila sayur tersebut digosokkan ke kambing yang cacingan, seketika cacingnya mati) kemudian dihaturkan kepada suaminya. Tapi dengan lahap seolah merasa tidak kepahitan Mbah Yahi Madjid malah tersenyum manis sembari berkata “Segar sekali sayur buatanmu ini besok buatkan sayur seperti ini lagi, ya?” Pintanya kepada istrinya.

Mbah Ma’roef RA. Merupakan putra kesembilan dari sepuluh bersaudara. Tiga perempuan dan tujuh laki-laki. Saudara-saudaranya itu adalah:

Nyahi Bul Kijah, KH. Muhajir, Kyai Ikrom, Kyai Rohmat, Kyai Abdul Alim, Kyai Jamal, Nyahi Muntaqin, Kyai Abdullah, KH. Moh. Ma’roef dan Nyahi Suratun.

Mbah Ma’roef tidak lama merasakan kasih sayang ibunya, sebab ibunya sudah wafat ketika beliau masih kecil, sebagai gantinya, beliau mendapat kasih sayang dari ayah dan saudara-saudaranya. Akan tetapi tidak lama berselang, ayahnya juga menyusul ibunya sowan kehadirat Allah. Setelah itu Mbah Ma’roef diasuh oleh Mbah Yahi Bul Kijah, mbak ayunya yang sulung.

Karena kondisi ekonomi mbak ayunya yang juga pas-pasan, tak heran kalau di usia wajib belajar beliau belum bersekolah. Mbah Ma’roef hanya belajar mengaji Al Qur’an yang diajari sendiri oleh mbak ayunya. Itupun mbak ayunya sering mengeluh karena Mbah Ma’roef kecil belum bisa apa yang telah diajarkan seakan tidak ada yang nyantol di otak Mbah Ma’roef. Saking jengkelnya, akhirnya mbak ayunya menyuruh adiknya agar sering puasa Senin-Kamis. Saran tersebut dilaksanakan oleh Mbah Ma’roef.

Tidak lama setelah menjalankan puasa Senin-Kamis beliau bermimpi seekor ikan Mas meloncat masuk kedalam mulutnya. Sejak saat itu beliau langsung bisa membaca Al Qur’an sampai khatam. Beliau kemudian menemui mbak ayunya. “Mbak, aku sudah khatam al Qur’an.” Dilapori demikian Mbah Nyahi Bul Kijah kaget dan tidak percaya. “Kemarin saya ajari sulitnya minta ampun kok sekarang sudah khatam Qur’an.” Mbah Ma’roef kemudian berkata; “Kalau ndak percaya, akan saya baca sampeyan yang nyimak.” Mbah Ma’roef lantas membaca Al-Qur’an hingga khatam.

II. BELAJAR DENGAN TIRAKAT

Suatu ketika beliau dimarahi dan dipukul uleg-uleg (alat untuk menghaluskan bumbu) oleh mbak ayunya lalu beliau memutuskan menyusul kakak-kakaknya yang terlebih dahulu mondok di Cepoko Nganjuk dengan berjalan kaki.

Selama mondok di Cepoko keadaan beliau sangat memprihatinkan. Konon, beliau hanya makan seminggu sekali itupun makanan pemberian orang-orang sekitar pondok yang setiap malam Jum’at mengirim makanan ke pondok. Pada hari-hari biasa, apabila beliau merasa lapar beliau hanya makan intip(nasi hangus) yang masih melekat di panci dan tidak dimakan oleh pemiliknya. Atau makan buah Pace yang pohonnya beliau tanam sendiri di lingkungan pondok. Pernah juga beliau mengajak kakaknya mengemis ke desa-desa untuk biaya mondok dan hidup selama di pondok. Beliau juga pernah menjadi buruh panjat kelapa dengan upah sebutir kelapa yang bagus. Bahkan oleh pemilik pohon kelapa beliau diberi tanah dan oleh Mbah Ma’roef tanah tersebut ditanami pohon kelapa.

Untuk menghilangkan rasa lapar karena jarang makan, beliau sampai menyumpahi perut dan mulutnya setiap hari Jum’at di dekat blumbang(kolam) buatan beliau sendiri. “Hai perut, jangan minta makanan jika belum hari Jum’at tiba. Mulut, jangan minta minum jika belum hari jum’at tiba, beliaupun makan dan minum sepuasnya. Setelah makan beliau juga menyumpahi duburnya, “Dubur, jangan kenthut-kenthut jika belum hari Jum’at tiba.”

Kondisi yang cukup memprihatinkan selama nyantri membuat Mbah Ma’roef mempunyai kebiasaan puasa dan munajat kepada Allah SWT. Karena itulah Allah menganugrahkan beliau ilmu laduni di bidang ilmu Fiqih yang bermula dari mimpi beliau mengajar kitab Kuning di pondok. Setelah kejadian mimpi tersebut, beliau yang sudah mondok selama tujuh tahun dan baru kelas satu tsanawiyah tiba-tiba bisa membaca kitab kuning yang biasa diajarkan Kyai nya. Beliaupun lantas sowan pada Kyai Muh gurunya, melaporkan bahwa beliau mendapat ilmu laduni dan bisa membaca kitab.

Kyai Muh kemudian mengumumkan kepada seluruh santrinya kalau besok beliau tidak mengajar, yang mengajar adalah Mbah Ma’roef dari Kediri. Mendengar pengumuman tersebut seluruh santri mengejek Mbah Ma’roef. Terutama santri senior yang memang tidak senang dan merasa iri dengan keberadaan Mbah Ma’roef di Cepoko. Sehingga muncul komentar-komentar bernada miring. “Mondok saja belum tamat, ndak bisa ngaji kok mau ngajari ngaji.”

Keesokan harinya Mbah Ma’roef memukul kentongan pertanda pelajaran akan dimulai. Tapi karena para santri tahu kalau hari itu yang menggantikan gurunya adalah Mbah Ma’roef, maka hanya beberapa orang saja yang berkumpul di masjid. Mbah ma’roef tidak peduli dengan ketidak hadiran para santri senior yang alim-alim, beliau tetap membuktikan kemampuannya mengajar kitab yang biasa diajarkan oleh Kyai Muh kepada santri-santrinya.

Ternyata benar, Mbah Ma’roef bisa mengajar bahkan hafal isi kitab milik gurunya tersebut. Tentu saja peristiwa ini menggemparkan seisi pondok. Mbah Ma’roef santri miskin yang semula diremehkan dan dibenci teman-temannya seketika di sanjung dan dihormati. Bahkan katanya, Kyai Muh gurunya akhirnya berbalik berguru pada beliau. Sementara itu, para santri senior yang suka mengejek Mbah Ma’roef saat itu juga meninggalkan Pondok Cepoko.

Namun beliau tidak lama di Cepoko, kemudian beliau melanjutkan mencari ilmu di Semarang pada Kyai Sholeh, Ndarat. Genap dua tahun mondok di Ndarat, beliau pindah nyantri pada Kyai Sholeh Langitan Tuban.

Dalam perjalanannya menuju pesantren yang beliau tempuh dengan jalan kaki tak jarang di tengah jalan beliau dihadang para perampok. Namun karena beliau punya ilmu penglimunan para begal itu tidak bisa melihat Mbah Ma’roef yang berlalu dihadapannya.

Genap setahun di Langitan, beliau pulang ke rumahnya. Namun tidak lama beliau yang waktu itu sudah memasuki usia 30 tahun langsung diambil menantu oleh Kyai Shaleh Banjar Mlati di peruntukkan putri sulungnya yaitu nyahi Hasanah.

Sekitar dua tahun saja Mbah Ma’roef menemani istrinya, karena setelah putra pertama lahir, beliau pergi ke Bangkalan untuk menimba ilmu pada Kyai Khalil yang masyhur sebagai auliya keramat yang dibiayai oleh Kyai Shaleh mertuanya yang terkenal kaya raya.

III. BERGURU PADA KYAI KHALIL BANGKALAN

Setelah menyeberangi selat Madura dengan berenang, ada yang mengatakan beliau tidak berenang melainkan langsung berjalan di atas selat Madura hingga tiba di daratan Madura. Beliau langsung menuju Demangan pondok Kyai Khalil, dan beliau sendiri yang menerima Mbah Ma’roef.

“Hai, anak Jawa, tampaknya kamu lapar, ini saya beri makan harus dihabiskan.” Perintah Kyai Khalil sembari menyerahkan nasi satu nampan besar dengan lauk ikan bandeng sebesar betis orang dewasa.

“Ya, Kyai,” jawab Mbah Ma’roef. Beliau pun mulai makan yang porsinya untuk beberapa orang dengan niat menyerap ilmunya Kyai Khalil. Selama Mbah Ma’roef makan, Kyai Khalil terus mengawasi calon muridnya dengan berdiri disamping Mbah Ma’roef dengan tongkat di tangannya yang siap beliau ayunkan apabila Mbah Ma’roef tidak menghabiskan makanan yang telah beliau berikan.

Mbah Ma’roef yang telah terbiasa puasa dan berlapar-lapar tentu saja merasa tidak mampu menghabiskan nasi sebanyak itu. Namun karena beliau mempunyai do’a yang membuat perut tidak merasa kenyang walau sudah kemasukan makanan berapapun banyaknya, yang beliau baca sebelum makan. Alhasil, nasi senampan pemberian Kyai Khalil dengan lahap dihabiskan tanpa sisa. Mengetahui hal itu, Kyai Khalil seketika berkata, “Ini orangnya yang akan menghabiskan ilmuku.”

IV. RIYADHAH DI MAKAM AULIYA MADURA

Riyadhah sudah menjadi bagian hidup Mbah Ma’roef. Selama nyantri pada Kyai Khalil, kegandrungannya dalam hal riyadhah semakin menjadi-jadi. Selama nyantri di Bangkalan ini pula beliau mempunyai kebiasaan baru yaitu berziarah ke makam-makam keramat para auliya se-Madura. Di makam tersebut, beliau bukan sekedar ziarah biasa tetapi makamnya disowani dan ditirakati sehingga beliau bisa berdialog langsung dengan si penghuni makam. Tujuan beliau riyadhah di makam-makam keramat tersebut tiada lain karena beliau ingin memiliki ilmu “Sak mlumahe bumi lan sak mengkurepe langit” yaitu ingin memiliki ilmu seluas bumi dan langit tanpa harus belajar. Artinya, beliau ingin mendapat ilmu laduni.

Sudah demikian banyak makam keramat yang beliau datangi, namun kesemuanya memberikan jawaban kalau ingin alim harus belajar dulu. Jawaban tersebut mengecewakan Mbah Ma’roef. Lha wong ingin dapat ilmu tanpa harus belajar kok disuruh belajar.

Terakhir, beliau riyadhah di makam yang berada di Bujuk Sangkak. Sebagaimana yang sudah-sudah di sana beliau juga tirakat hingga bisa ditemui oleh penghuni makam.

“Hai, anak muda mengapa kamu tirakat di sini?”. “Saya santri Bangkalan ingin jadi orang alim. Do’akan saya agar diberi ilmu laduni.” Pinta Mbah Ma’roef. Jawaban penghuni makam tersebut lain dari pada yang lain.

“Bisa, kamu bisa mendapat ilmu laduni tapi tirakatmu masih kurang.” Mbah Ma’roef langsung menangis sedih dan putus asa. “Saya sudah tirakat seperti ini kok ya masih kurang.” Dengan rasa putus asa beliau kembali ke pondok dan terus menangis. Kyai Khalil mengetahui apa yang dirasakan muridnya kemudian beliau bertanya kepada Mbah Ma’roef. “Ma’roef, sudah berminggu-minggu kamu tidak berada di pondok, pergi kemana saja kamu?” Tanya Kyai Khalil.

“Saya riyadhah di kuburan wali-wali, mereka semua tidak bisa memberi saya ilmu laduni. Terakhir saya riyadhah di Bujuk Sangkak, katanya saya bisa mendapatkan ilmu laduni, tapi riyadhah saya masih kurang. Riyadhah yang bagaimana lagi yang mesti saya lakoni, padahal semua riyadhah sudah saya jalankan.”

“Ada satu makam lagi yang belum kamu datangi yakni makam Mbah Abu Syamsuddin di Batu Ampar. Beliau wali besar. Semalam saya bertemu Mbah abu Syamsuddin, beliau menyuruh saya menulis di kuburannya. “Siapa yang bisa mengkhatamkan al-Qur’an sekali duduk, apapun keinginannya akan tercapai. “Mbah Ma’roef langsung berangkat ke Batu Ampar dan mengkhatamkan al-Qur’an dari Shubuh sampai Ashar sekali duduk.

Selesai mengkhatamkan qur’an seketika datang angin Lysus menerjang tubuh beliau. perasaan beliau, saat itu kepalanya dipegang dan ditumpahi nasi kuning hingga beliau muntah berak.

Sepulang riyadhah di makam Mbah Abu Syamsuddin, segala kitab yang ada di pondok Kyai Khalil beliau kuasai. Tercapailah sudah keinginan Mbah Ma’roef untuk memiliki ilmu seluas bumi dan langit tanpa harus belajar.

V. MENDIRIKAN PONDOK KEDUNGLO

Suatu ketika beliau disuruh mertuanya mencari tanah untuk dijadikan pondok pesantren. Mbah Ma’roef tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, beliau lantas tirakat sambil membaca Shalawat Nariyah sebanyak 4444 kali. Akhirnya beliau mendapat alamat, bahwa tanah yang cocok untuk didirikan pondok adalah tanah yang berada di sebelah barat sungai Brantas di antara dua jembatan kembar.

Alamat tersebut lalu dihaturkan kepada mertua berliau. Tetapi mertua dan semua orang kurang setuju dengan tanah pilihan Mbah Ma’roef yang dikenal sebagai tanah supit urang yaitu tanah yang bewujud perairan semacam danau/rawa tidak berupa daratan. Namun Mbah Ma’roef tetap pada pendirianya memilih tanah tersebut dengan mengungkapkan beberapa alasan yaitu Pondok ini nanti akan memiliki beberapa keistimewaan, pertama dekat pasar, kedua dekat sungai, ketiga apabila ke timur sedikit kota. Maka alasan tersebut diterima dan jadilah tanah tersebut dibeli.

Setelah tanah tersebut dibeli, maka didirikan sebuah pondok pesantren pada tahun 1901 yang bertempat di sebelah utara (kini lokasi Miladiyah). Pondok tersebut diberi nama Kedinglo. Nama Kedunglo berasal dari kondisi tanah yang waktu itu berupa kedung semacam danau dan disana terdapat pohon Lo yang besar.

Setelah beliau tinggal di Kedunglo maka berduyun-duyunlah para santri ingin menimba ilmu pada beliau. Namun karena beliau tidak suka memiliki banyak santri, maka sebagian santri beliau serahkan kepada Kyai Abdul Karim Lirboyo yang saat itu baru mempunyai beberapa santri saja.

Ketika ditanya mengapa tidak suka mempunyai banyak santri? Beliau menjawab.”Aku emoh memelihara banyak santri. Disamping repot, kalau punya banyak santri, pondok ini jadi kotor. Karena itu saya mohon kepada Allah, agar santri saya tidak lebih dari 50 orang. Kalau lebih dari lima puluh, ada yang ndugal akhirnya pondok ini jadi rusuh. Memang benar setelah diteliti santri beliau tidak pernah lebih dari 40 orang. Kalau lebih dari empat puluh orang pasti ada yang pulang.

Di pondok Kedunglo disamping sebagai pengasuh, beliau adalah guru tunggal. Jadi beliau tidak mempunyai guru pembantu yang mengajar santri-santrinya. Karena santri-santrinya beliau tangani sendiri, tak heran kalau sepulang mondok di Kedunglo santri-santri beliau menjadi orang-orang alim dan ampuh. Sedangkan santri beliau yang menjadi orang besar antara lain : Mbah Yahi Dalhar Watu Cengo Magelang, Kyai Manab Lirboyo(konon meski sudah memiliki banyak santri masih ngaji di Kedunglo), Kyai Musyafak Kaliwungu Kendal, Kyai Dimyati Tremas, Kyai Bisri Mustof Rembang, Mbah Yahi Mubasyir Mundir, Kyai Marzuqi Solo dan para Kyai Kediri kesemuanya pernah nyantri pada Mbah Ma’roef RA.

Karena beliau adalah seorang alim alamah dan menguasai berbagai macam disiplin ilmu, maka kitab-kitab yang diajarkan beliau adalah kitab-kitab yang tinggi. Bahkan cara beliau mengajar tidak sebagaimana guru-guru sekarang. Untuk mengajar Syarah Al-fiyah saja disamping menerangkan syarahnya beliau juga membahas arudnya (balaghohnya), maka satu pelajaran yang beliau bahas sudah termasuk atau meluas ke mata pelajaran yang lain.

VI. BERORGANISASI

Pada tahun 1926, Mbah KH. Moh. Ma’roef RA mulai menerjunkan diri dalam oragnisasi kemasyarakatan karena diajak oleh sahabatnya yaitu KH. Moh. Hasyim Asy’ari yang pada waktu itu akan mendirikan Nahdhatul Ulama(NU). Maka setelah NU berdiri sebagaimana yang tertulis di Qonun Asasi (AD/ART) pendirian NU yang pertama, Mbah ma’roef duduk di Mustasyar NU. Selain Mbah Ma’roef ada pula nama Syekh Ghonaim Al-Misri seorang ulama dari Al-Azhar Mesir yang juga menjabat di Mustasyar. Sedangkan KH. Hasyim Asy’ari sendiri pada waktu itu menjabat sebagai Rais Akbar Syuriah NU.

Melihat kedudukan Mbah Ma’roef di organisasi NU saat itu menunjukkan bahwa tingkat keilmuan beliau bertaraf internasional. Karena hanya beberapa ulama tertentu saja yang dapat menduduki jabatan tersebut.

Sebagai penasihat di NU, beliau sering menghadiri muktamar-muktamar NU yang diadakan didaerah-daerah. Dan pada acara tersebut, beliau yang sangat makbul do’anya, langsung didaulat untuk memimpin do’a. Biasanya, jika para ulama NU mengadakan Bahtsul Masail lalu menemui jalan buntu, mereka sowan pada Mbah Ma’roef RA untuk meminta petunjuk pada beliau. dalam hal ini beliau hanya mengatakan, “Masalah itu ada di kitab anu…”. Tanpa menjelaskan detail masalah.

VII. ISTRI-ISTRI DAN PUTRA-PUTRI BELIAU

Menurut riwayat, beliau mempunyai banyak istri, ada yang mengatakan beliau mempunyai istri 22 orang, bahkan ada yang mengatakan lebih dari itu. Kebiasaan beliau menikah ini konon karena beliau kerap bepergian dalam waktu yang lama dan ingin menebar bibit yang baik. Karena itu hampir setiap daerah yang beliau singgahi, beliau melangsungkan ijab qobul dengan gadis setempat. Ada pula yang mengatakan kalau pernikahan beliau melebihi ketentuan syariat hanya ijab saja, karena orang tua si gadis ingin mengalap berkah pada Mbah Ma’roef Allahu’alam.

Namun dari sekian istri-istri beliau yang diketahui berjumlah lima orang dan yang dikaruniai putra hanya tiga orang saja. Para istri dan putra-putri beliau adalah : pertama nyahi Hasanah binti Shaleh dari Banjar Mlati. Dari pernikahan ini beliau dikaruniai sembilan putra yaitu: Nyahi Musthoinah, KH. Moh. Yasin, Nyai Aminah, Nyahi Siti Saroh, Siti Asiyah, Nyahi Romlah, KH. Abdul Madjid, Kyai Ahmad Malik, Qomaruzzaman (wafat ketika masih kecil). Istri kedua, Nyahi Maunah dari Klampok Arum Badal mempunyai putri bernama Fatimah. Istri ketiga, Nyahi Masyrifah dari Sanggrahan mempunyai dua putra, yakni : Moh. Zainuddin (wafat ketika masih kecil) dan Maimunah. Istri keempat dan kelima tidak diketahui namanya namun diketahui berasal dari Prambon Nganjuk dan Gampeng Kediri. Riwayat lain mengatakan beliau juga mempunyai istri dan keturunan di Bangkalan Madura.

VIII. KEPRIBADIANNYA

Konon Mbah Yahi Ma’roef RA terkenal memiliki temperamen yang keras, menurut Kyai Baidhawi, temperamen Mbah Ma’roef menurun kepada cucunya yaitu KH. Abdul Latif Madjid. Kalau Mbah Ma’roef sedang marah pada seseorang ya marah betul. Bahkan kalau beliau sedang marah dan sempat mengeluarkan kata-kata celaka, maka orang yang dimarahi akan celaka betul.

Temperamen yang keras barangkali disebabkan karena sejak kecil beliau sudah yatim piatu dan kurang kasih sayang dari orang tuanya. Apalagi untuk bertahan hidup beliau harus bekerja keras dibarengi tirakat. Sehingga dapat dipastikan beliau lebih banyak puasa dari pada tidak.

Mbah Ma’roef Ra semasa hidupnya senang bersilahturahmi. Karena itulah beliau sering meninggalkan pondok Kedunglo untuk mengunjungi sahabat-sahabatnya, murid-muridnya bahkan orang-orang biasa dalam waktu yang lama.

Sifat-sifat yang lain, beliau adalah orang yang terbuka. Segala peristiwa yang terjadi pada beliau hampir semua diceritakan pada keluarga beliau dan murid-murid kesayangannya mengetahui perjalanan hidup gurunya dari yang sifatnya umum sampai yang pribadi.

Kepada para santrinya, beliau sangat perhatian. Karena itu seluruh santri-santri beliau, beliau sendiri yang mendidiknya hingga si santri menjadi orang. Kedekatan beliau dengan para santri tak ubahnya seperti seorang ayah kepada anaknya. Karena itu beliau sangat dihormati dan disayangi oleh para santrinya.

Mbah Ma’roef juga dikenal sangat dermawan. Dermawan dalam hal harta maupun do’a-do’a. dapat dipastikan semua orang yang meminta harta maupun do’a kepada beliau tidak pernah ditolaknya. Pernah suatu ketika beliau memberi ongkos kepada orang yang ingin pergi haji. Padahal di waktu yang sama putra beliau Gus Madjid berada dalam kemiskinan. Ketika ditanya, mengapa uang untuk ongkos naik haji itu tidak diberikan saja kepada putranya? Dengan penuh makna beliau menjawab. Madjid itu anak shaleh. Dia ditanggung langsung oleh Allah. Para tamu yang kelaparan, beliau beri makan hingga kenyang. Yang jelas, siapapun yang pernah hidup di zamannya dan meminta tolong pada beliau merasakan betapa beliau seorang yang sangat perhatian pada sesamanya.

Meski beliau mempunyai ilmu seluas bumi dan langit, serta terkenal doanya di-ijabahi seketika dan beliau sendiri sangat sering mendemontrasikan kekeramatannya, namun beliau ternyata seorang yang sangat tawadhu dan menjaga anak keturunannya agar juga memiliki sifat tawadhu dalam arti tidak membangga-banggakan keturunannya. Beliau pernah berkata pada salah seorang santri kepercayaannya, “Aku ini punya catatan silsilah keluargaku, namun karena aku khawatir nanti anak turunku membanggakan nasabnya, maka catatan itu aku titipkan pada Kyai Abu Bakar (Bandar Kidul).”

Lalu bagaimana hubungan beliau dengan keluarganya? Beliau dalan hal mendidik putra-putrinya sangat keras dan disiplin. Karena itu beliau menangani sendiri pendidikan putra-putrinya. Beliau juga sangat menekankan kepada putra-putrinya untuk senantiasa membaca shalawat “Shallallahu ala muhammad”. Tak terkecuali putra beliau yang baru bisa bicara dan masih cendal juga diwajibkan membaca shalawat sebanyak 100x. Bagi putranya yang sudah lancar bicara harus membaca shalawat sebanyak 1000x, dan sejumlah 10.000x bagi yang sudah baligh. Karena mendapat bimbingan langsung dari Mbah Ma’roef, tak pelak putra-putri beliau tumbuh menjadi seorang yang cerdas, alim dan ampuh.

Utnuk mendekatkan hubungan batin antara ayah dan anak juga cucu, beliau sering mendongengi putra dan cucu-cucunya kisah-kisah teladan sebelum tidur. Beliau juga mengajari mereka do’a-do’a lain menjelang tidur. Namun setelah mbah Nyahi Hasanah wafat dan Mbah Ma’roef menikah lagi, seakan ada jarak antara ayah dan anak. Konon putra dan putri beliau tidak berani mendekat kalau tidak dipanggil. Mbah Ma’roef juga berpesan kepada Mbah Ruba’i santri kesayangannya apabila para putranya menginginkan sesuatu agar disampaikan melalui Mbah Ruba’i. Maka kalau putra beliau mau minta uang kepada beliau Mbah Ruba’i lah yang diminta tolong agar menyampaikan kepada ayahnya. Dan melalui Mbah Ruba’i itu pula para putra mendapatkan uang. Hanya satu putra beliau yang tidak pernah meminta tolong kepada Mbah Ruba’i untuk meminta sesuatu kepada ayahnya, yaitu Agus Abdul Madjid.

IX. PERGI HAJI BERSAMA ISTRI

Pada tahun 1918, Mbah Yahi Ma’roef RA menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya dengan mengajak Mbah Nyahi Hasanah RA yang saat itu sedang mengandung putra ketujuh. Karena naik haji pada masa itu ditempuh dalam waktu setengah tahun lebih, maka kelahiran putra lelaki yang tampan dan sehat di tempat yang mulia dan mubarokah disambutnya dengan penuh rasa syukur dan bahagia. Maka Mbah Ma;roef lantas memberikan nama bayi tersenut “Abdul Madjid”.

(sedangkan menurut penuturan Mbah Nyahi Romlah Ma’roef. Mbah Yahi Madjid QS wa RA di lahirkan di Kedunglo. Dan diajak ke Makkah saat beliau baru berusia 1,5 tahun).

Setiap memasuki jam dua belas malam, Mbah Ma’roef menggendong bayinya yang masih merah ke Baitullah dibawah Talang Mas. Di sana, beliau memanjatkan do’a agar bayi dalam gendongannya kelak menjadi orang besar yang shaleh hatinya.

Selama berada di Makkah, Agus Madjid yang juga di khitan disana akan diadopsi oleh salah satu ulama Makkah. Akan tetapi Mbah Nyahi Hasanah tidak mengizinkan sehingga Agus Madjid tetap berada dalam asuhan kedua orang tuanya sendiri.

X. BERJUANG DENGAN KEAMPUHAN DO’A NYA

Sumbangsih Mbah Ma’roef kepada negara di zaman perjuangan mengusir penjajah amatlah besar. Hal ini beliau tunjukkan saat pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya meledak. Bersama Mayor Hizbullah Mahfud dan Kyai Hamzah (ayah Mbah Nyahi Shafiyah RA) beliau turut ke medan pertempuran walau berada di garis belakang sebagai tukang do’anya. Berkat do’a Mbah Ma’roef, tak jarang bom yang meledak berubah menjadi butiran-butiran kacang hijau. Sebagaimana pula diriwayatkan oleh murid-muridnya yang juga turut berperang, para tentara dan santri yang ikut berjuang kebal dengan berbagai senjata setelah diasmai oleh Mbah Ma’roef.

Cara beliau mengisi kekebalan pasukan tergolong unik. Pertama setelah pasukan dibariskan, beliau menyuruh mereka agar minum air jeding di utara serambi Masjid. Selanjutnya beliau berdo’a yang diamini oleh pasukan pejuang. Di antara do’anya, “Allahumma salimna minal bom wal bunduq, wal bedil wal martil, wa uddada hayatina”. Do’a beliau yang kedengarannya nyeleneh ternyata sangat manjur. Terbukti pada semua tentara yang sudah beliau isi kebal aneka senjata.

Konon Gus Nawawi dari Jombang ketika bertempur punggungnya terkena martil. Tapi beliau tidak apa-apa malah punggungnya ngecap martil sebesar ontong. Kyai Hamzah besannya sendiri yang juga mengikuti pertempuran di Surabaya. Kabarnya kaki –nya juga terkena bom tapi tidak apa-apa.

Kyai Bisri Mustofa (ayah Kyai Mustofa Bisri) Rembang, di zaman itu pernah di kejar-kejar penjajah Jepang. Beliau kemudian lari ke Kedunglo minta perlindungan kepada Mbah Ma’roef. Kemudian Mbah Ma’roef mengijazahi sebuah do’a, setelah diamalkan beliau selamat dari incaran orang Jepang. Berkat jasa Kyai Kedunglo, beliaupun lalu mewasiatkan kepada anak cucunya agar terus mengamalkan do’a pemberian Mbah Ma’roef, doa tersebut oleh Kyai Bisri Musthafa diabadikan dalam buku terjemah Burdah. Itulah Mbah Ma’roef, memanfaatkan keampuhan do’anya dalam mengusir penjajah dari bumi pertiwi.

XI. KEKERAMATANNYA

Berbicara mengenai kekeramatan Mbah Yahi Ma’roef RA seakan tidak ada habisnya. Orang-orang yang hidup sezaman dengan beliau dan pernah bergaul dengan beliau dipastikan pernah menyaksikan dan merasakan langsung kekeramatan beliau. dan siapapun tidak akan menyangkal bahwa kekeramatan beliau terletak pada keampuhan do’anya yang di-ijabahi dalam waktu sekejab, ucapannya “sabda pandhito ratu” dan firasatnya tak pernah meleset.

Hebatnya lagi meski Mbah Yahi Ma’roef RA sudah wafat tapi orang-orang sepeninggal beliau, yang mujahadah di makam beliau juga turut pula merasakan kekeramatan beliau. berikut ini adalah sebagian kecil kekeramatan Mbah Yahi Ma’roef RA:

Diriwayatkan oleh Ibu Nurul Ismah Madjid dari pak Pardi dari Kyai Ridwan santri Mbah Ma’roef yang berasal dari Pagu Kediri. Beliau bercerita, “Suatu hari Mbah Ma’roef RA mengajak Kyai Ridwan ke Dhoho. Kebetulan saat itu sungai Brantas banjir hingga airnya meluap dan tidak ada rakit buat menyeberang. Hendak berjalan lewat utara terlalu jauh. Akhirnya Mbah Ma’roef berkata kepada santrinya, “Yakh…terpaksa kita menyeberangi sungai. Ridwan berdirilah dibelakangku dan pegangi jubahku.” Kemudian keduanya berjalan diatas permukaan sungai hingga tiba di tepi sebelah timur. Ajaibnya meski kaki Mbah Ma’roef menyentuh air tapi sama sekali tidak basah. Sedangkan Kyai Ridwan hanya basah sampai mata kaki.

Dikisahkan oleh Mbah Yusuf santri Mbah Ma’roef dari Tawansari Tulung Agung (paman Mbah Nyahi Shofiyah RA). Suatu hari datang seorang tamu mengantar surat untuk Mbah Ma’roef RA. Sepeninggal tamu tersebut, Mbah Ma;roef membalas surat tersebut dengan menyuruh salah satu santrinya agar menghanyutkan surat itu ke sungai berantas. Mendapat perintah aneh si santri berkata, “Lho kok dimasukkan ke sungai Kyai?”, “Sudah kerjakan perintahku!” Meski tidak mengerti si murid itu melaksanakan juga perintah Mbah Ma’roef memasukkan surat ke dalam sungai. Anehnya, begitu surat tersebut ditaruh di atas air, surat itu berjalan diatas permukaan air. Lebih aneh lagi surat itu berjalan melawan arus sungai. Akhirnya surat tersebut tiba juga pada alamat yang dituju dalam keadaan utuh tidak basah apalagi rusak karena air.

Diriwayatkan dari Kyai Baidhawi. Dulu semasa Mbah Ma’roef masih sugeng. Nabi Khidir sering datang ke Kedunglo menjumpai Mbah Ma’roef, dan kerap Nabi Khidir bermalam di panggung utara.

Diriwayatkan oleh Mbah Yahi Makhsun dari Mojo Kediri. Mbah Makhsun adalah salah satu santri Mbah Ma’roef RA, namun setelah Mbah Ma’roef wafat beliau lalu nyantri ke pondok lain, ibunya bingung ditinggal Mbah Makhsun. Mau disuruh pulang, tetapi si ibu tidak tahu kemana perginya sang putra. Akhirnya si ibu mujahadah dimakam Mbah Ma’roef RA. “Mbah Ma’roef…..tolong, kembalikan putra saya.“ Ratap si ibu di depan makam. Sementara si ibu sedang meratap di depan makam. Di pondok barunya, Mbah Makhsun menerima sepucuk surat dari Kyai Ma’roef Kediri yang isinya menyuruh Mbah Makhsun pulang. Sontak para pengurus keheranan, lalu surat tersebut dihaturkan kepada Kyainya. Barulah mereka tahu, kalau ternyata Mbah Makhsun pernah menjadi santri kesayangan Mbah Ma’roef ini bukanlah orang sembarangan.

XII. WASIAT & DETIK-DETIK MENJELANG BELIAU WAFAT

Pada hari-hari terakhir menjelang wafatnya, beliau yang memiliki do’a-do’a ampuh untuk segala macam urusan beliau tulis keseluruhannya di papan tulis. Kemudian beliau menyuruh santrinya untuk menulis do’a-do’a yang disukai. Dengan senang hati para santri segera menulis do’a-do’a tersebut lalu disowankan kepada gurunya. Do’a-do’a pilihan yang sudah ditulis di kertas itu oleh Mbah Ma’roef hanya ditiup saja. Beliau juga sering berwasiat kepada tamunya yang sowan dan minta petunjuk. Agar mengamalkan shalawat saja. Lebih jelasnya beliau mengatakan kalau di Kedunglo nanti akan lahir shalawat yang baik.

Wasiat serupa juga diwasiatkan kepada Mbah Khomsah familinya saat minta restu akan mengikuti ba’iat thariqah yang dihadiri oleh Kyai Romli dari Nganjuk. Beliau dawuh, “Sah, jangan ikut bai’at thariqah. Thariqah itu berat. Untuk orang yang punya uang ndak kuat. Sepeninggalku nanti, disini (Kedunglo) akan ada shalawat yang baik, tunggulah kamu akan menjumpai shalawat itu.” Terbukti, tujuh tahun setelah Mbah Ma’roef wafat shalawat yang dinantikan yakni shalawat Wahidiyah lahir. Maka seluruh keluarga Mbah Khomsah langsung mengamalkan Shalawat Wahidiyah.

Pada detik-detik menjelang wafatnya, Mbah Ma’roef yang sudah berusia 103 tahun dan tidak kuat naik ke masjid, tidak biasanya beliau menyuruh murid-muridnya yang dari Mojo (Mbah Makhsun, Mbah Ruba’i, Mbah Mahfud dan Mbah Mukhsin) agar mengajar anak-anak kecil pakai papan tulis. Padahal jangankan mengajar mau sekolah saja empat sekawan tersebut oleh Mbah Ma’roef tidak diperkenankan.

Dalam kepayahannya karena sakit, beliau masih memikirkan pembangunan pondoknya dengan menyuruh Mbah Makhsun dan Mbah Siyabudin mencari uang untuk membangun pondok. Mbah Makhsun dan Mbah Siyabudin ke Surabaya, Gresik dan Malang melaksanakan perintah Mbah Ma’roef. Ketika masih di Surabaya, Mbah Makhsun mimpi ditemui Mbah Ma’roef yang menyuruhnya pulang karena dimasakkan kepala Kambing.

Kelihatan sekali kalau sang pendiri pondok Kedunglo sangat dermawan. Meski ajal akan menjemput, beliau masih juga berpikir untuk shodaqoh. Maka dengan tangan lemas lemah lunglai beliau membuka-buka kasur dan bantal mencari uangnya. Mbah Nyahi Romlah sang putri melihat kelakuan aneh ayahnya sampai menegur, “Pak, sakit-sakit kok mencari uang buat apa?”. “Wo. Kamu ini bagaimana, ya buat shadaqah.”

Akhirnya, pada hari Rabu Wage ba’da Maghrib di bulan Muharrom tahun 1375 H / 1955 M beliau menghadap kehadirat Allah SWT dengan tenang. Dan pada hari Kamis beliau dimakamkan di sebelah barat Masjid Kedunglo sebagaimana permintaan beliau sendiri.
 
COPYRIGHT © 2009
PENGAMALWAHIDIYAH.ORG

Hidayat Nur Wahid

Pasangan Hidayat Nur Wahid dan Didik J Rachbini mempunyai agenda keliling Kepulauan Seribu guna untuk menjaring berbagai aspirasi warga disana. Dan salah satu agendanya juga, menobatkan Hidayat Nur Wahid sebagai khotib shalat jumat di Pulau Panggang. Tetapi niat ini hampir tidak terlaksana.
Pada Jum'at (04/05) ini, setengah jam saat akan memasuki shalat Jum'at. Seorang bendahara Masjid An-Ni'mah, Kamaludin, menginformasikan melalui SMS, bahwa pihak masjid tidak mengijinkan Hidayat Nur Wahid menjadi khatib di masjid tersebut.
"Maaf bos, Info terbaru. Bahwa pihak kelurahan, kecamatan, bahkan bupati tidak mengijinkan Pak Nurwahid naik menjadi khotib. Maaf beribu maaf, saya nggak ada pilihan lain. Imbasnya nama masjid akan jelek di pemerintahan," isi dari SMS Kamaluddin.
Menerima informasi hal tersebut, Ketua DPD PKS Kepulauan Seribu, Nauval Abuzar beserta anggota DPRD DKI dari PKS, Tubagus Arif, akhirnya langsung mengkonfirmasi kepada ketua Masjid. Dan dialog pun digelar.
Dalam perbincangan dialog tersebut, Mahfudi mengaku takut karena malam
sebelumnya ia mengaku telah mendapat teror informasi dari staf pemerintahan yang intinya ada himbauan melarang Hidayat Nur Wahid menjadi khotib di masjid An-Ni'mah. "Kalau nggak boleh nggak apa-apa. Tapi masa Foke boleh masuk ke masjid dan mengadakan kegiatannya sedangkan Pak Hidayat nggak bisa. Ini kan bukan untuk kampanye, tetapi menjadi khatib yang tentunya merupakan dakwah Islam," jelas Tubagus.
"Ketika mendapat informasi dari pemerintahan, saya jadi gematar dan sakit-sakitan, karena kan sudah diagendakan untuk menjadikan Pak Nurwahid menjadi Khotib disini," ucap Mahfudi
Walaupun begitu Mahfudi masih tetap ketakutan dan menghimbau agar Hidayat Nur Wahid untuk mengurungkan niatnya menjadi khotib. Ia takut jika nanti masjid yang ia kelola akan dipersulit oleh pemerintah jika ingin mengajukan dana kepada pemerintahan.
Dengan bahasa yang ramah, Hidayat Nur Wahid mengatakan bahwa ia tidak keberatan jika dilarang untuk menjadi khotib di masjid tersebut. Tetapi Hidayat Nur Wahid juga menghimbau agar para takmir masjid jangan terlena akan dana dari pemerintahan dan menghilangkan niat ikhlas dalam berdakwah.
"Tidak perlu takut, jika sudah bertekad untuk mendakwah-kan Islam, semestinya kita yakin kehidupan kita akan dijamin oleh Allah SWT, bukan dijamin oleh pemerintahan," jelas Hidayat dengan santun.
Lantaran sudah masuk pelaksanaan shalat Jum'at, dan khotib pengganti untuk Hidayat Nur Wahid tidak ada, akhirnya Hidayat Nur Wahid tetap didaulat guna menjadi khatib di masjid An-Ni'mah tersebut.
Komentar:
Ada-ada saja, takmir masjid takut kepada pemerintah karen takut tidak dikasih dana. Takmir kok silau dengan harta dari pemerintahan yah? Beginilah kalau kekuasaan dipegang orang yang tidak amanah, yang satu (pemerintah) menyalahgunakan wewenangnya, yang satu (takmir masjid) takut tidak punya dana/uang. Hem... ternyata dakwah dan keimanan para takmir hanya bisa terukur dengan dana pemerintahan. Subhanallah!
Pelarangan khotbah dinilai mirip pengekangan kebebasan pada masa Orde Baru. Calon gubernur (cagub) DKI Hidayat Nur Wahid sempat dilarang menyampaikan khotbah Jumat saat berkunjung ke Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, Jakarta, Jumat (4/5). Pihak pemda setempat membantah mengeluarkan instruksi pelarangan.
Kabar larangan khotbah tersebut datang dari Bendahara Masjid An-Ni’mah Kamaludin saat menerima Hidayat dan pasangan cawagubnya, Didik Rachbini, di rumahnya. Tiga puluh menit menjelang shalat Jumat dimulai, Kamaludin memperlihatkan SMS yang ia terima soal pelarangan khotbah.
“Maaf bos info baru bahwa pihak kelurahan, kecamatan bahkan bupati ga mengijinkan pa nur wahid naik khotib. Maaf beribu maaf. Sy ga ada pilihan lain imbasnya nama masjid akan jelek di pemerintahan,“ bunyi pesan pendek tersebut.
Menyusul kejadian tersebut, Ketua DPD PKS Kepulauan Seribu Naufal Abuzar dan anggota Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Tubagus Arif melakukan lobi dengan ketua pengurus masjid Mahfudi. Dalam lobi tersebut, Mahfudi tetap tidak mengizinkan khotbah Jumat dibawakan oleh Hidayat Nur Wahid.
Alasannya, Mahfudi khawatir kedepannya masjid tidak mendapat anggaran. “Saya
sebagai ketua pengurus masjid awalnya menyetujui, tetapi setelah mendapat informasi dari staf kelurahan, saya jadi bingung. Saya khawatir, kedepan untuk dana kegiatan masjid tidak bisa cair,“ ungkap Mahfudi. Hidayat Nur Wahid akhirnya tetap menjadi khatib setelah meminta izin penasihat pengurus masjid. “Ya, aparat kelurahan dan wakil camat menelepon kepada ketua masjid untuk melarang, tetapi akhirnya Ustaz Hidayat dipersilakan berkhotbah oleh penasihat pengurus masjid,” ujar Nau fal.
Saat dikonfirmasi Penasihat Pengurus Masjid An-Ni’mah Ikma mengatakan, ia dan pengurus yang lain memang sepakat dari hari Jumat yang lalu Hidayat Nur Wahid menyampaikan khotbah Jumat.
“Sejak Jumat kemarin sudah di setujui. Secara agama untuk berdakwah boleh saja, apalagi Pak Hidayat ulama yang memang sering memberikan ceramah. Dari masyarakat pun setuju, tak ada pelarangan. Saya tidak tahu kalau dari kelurahan ada pelarangan,” kata Ikma.
Menanggapi pelarangan, Hidayat Nur Wahid mengatakan, pelarangan ini adalah hal yang mengada-ada. “Saya sudah sering khotbah di mana-mana, jadi, kalau ada pelarangan seperti ini, itu hal mengada-ada,” kata Hidayat saat ditemui seusai shalat Jumat.
Hidayat menambahkan, ia tidak melanggar aturan saat ber khotbah. Alasan dia, masjid AnNi’mah bukan milik pemerintah.
Kemudian, kata Hidayat, ia tidak kampanye saat berkhotbah.
“Kita bukan pada masa Orde Baru di mana kemudian penguasa seenak nya melarang orang khotbah di masjid. Kalau perilaku ini di biarkan, ini akan mengembalikan Orde Baru yang represif,” je las Hi dayat.
Bupati Kepulauan Seribu Ah mad Lutfi membantah telah menge luarkan instruksi pelarangan khotbah bagi Hidayat Nur Wahid.
Pemda Pulau Seribu, menurutnya, juga tak pernah melarang khotbah kepada Hidayat Nur Wahid.
“Tidak benar itu, masak mau khotbah dilarang?” ujarnya ke pa da Republika. Ahmad Lutfi me ngatakan, akan meminta klarifi kasi terkait hal ini kepada ba wah annya. ■ c50 ed: fitriyan zamzami

birrul walidayn

Ibnu ‘Umar Rodhiyallohu ‘anhuma pernah berkata kepada seorang laki-laki, “Apakah kamu takut masuk neraka dan ingin masuk surga?” Laki-laki itu menjawab, “Tentu.” Ibnu ‘Umar Rodhiyallohu ‘anhuma berkata, “Berbaktilah pada ibumu. Demi Alloh, sekiranya kamu lemah lembut dalam berbicara kepadanya dan memberinya makan, niscaya kamu benar-benar akan masuk surga, selama kamu menjauhi dosa-dosa besar.” [Jami’ Al-’Ulum Wa Al-Hikam, 1/170].

Muhammad bin Al-Munkadir Rohimahulloh pernah meletakkan pipinya di tanah, kemudian berkata kepada ibunya, “Ibuku, berdiri dan letakkanlah kaki ibu di atas pipiku.” [Nuzhah Al-Fudhola’, 2/806].
Ibnu Al-Munkadir Rohimahulloh juga pernah berkata, “Saudaraku, ‘Umar menghabiskan malamnya dengan sholat, sedangkan aku menghabiskan malamku dengan mengelus-elus kaki ibuku, dan aku tidak ingin malamku itu diganti dengan malam saudaraku.” [Nuzhah Al-Fudhola’, 2/609].
Dari Muhammad bin Sirin Rohimahulloh, dia berkata, “Pada masa ‘Utsman bin Affan, harga pohon kurma mencapai seribu dirham. Usamah menuju suatu pohon kurma, lalu menggigitnya dan mengeluarkan daging pohon kurma yang paling lunak, kemudian menghidangkannya untuk ibunya. Orang-orang berkata kepadanya, “Apa yang membuatmu melakukan hal ini, sementara kamu tahu bahwa harga pohon kurma sampai seribu dirham?” Dia menjawab, “Karena ibuku memintanya, dan tidaklah beliau meminta sesuatu kepadaku yang aku mampu, melainkan aku pasti akan memberikan itu kepadanya.”” [Birr Al-Walidain, hal. 29].

Dari Abu Burdah, dia berkata, “Aku pernah mendengar ayahku bercerita, bahwa dia pernah melihat Ibnu ‘Umar dan seorang laki-laki dari Yaman yang sedang menggendong ibunya melakukan thowaf di Baitulloh, laki-laki itu berkata,
“Sesungguhnya aku adalah untanya yang ditundukkan
Jika ia mengejutkan sanggurdinya, niscaya aku tidak akan terkejut”
Kemudian dia berkata, “Wahai Ibnu ‘Umar, apakah kamu berpendapat bahwa aku telah membalas ibuku?” Ibnu ‘Umar menjawab, “Tidak, meskipun hanya sehela nafas (keletihan)nya..” Kemudian Ibnu ‘Umar berthowaf hingga sampai maqom, lalu sholat dua roka’at, kemudian berkata, “Wahai Ibnu Abu Musa, sesungguhnya setiap dua roka’at dapat menghapus dosa-dosa yang ada di depan kedua orang tua.” [Al-Adab Al-Mufrod, bab Jaza’ Al-Walidain, hal. 17].
Dari Abu Hazim, bahwa Abu Murroh, mantan sahaya Ummu Hani’, putri Abu Tholib, telah mengabarkan kepadanya, bahwa dia pernah naik kendaraan bersama Abu Huroiroh Rodhiyallohu ‘anhu ke kampungnya di al-Aqiq. Tatkala dia sampai di daerahnya, maka dia berteriak kencang, “Semoga keselamatan, Rahmat Alloh dan KeberkahanNya terlimpahkan kepadamu wahai ibuku!” Kemudian ibunya menyahut, “Semoga keselamatan, Rahmat Alloh dan KeberkahanNya juga terlimpahkan kepadamu.” Abu Huroiroh Rodhiyallohu ‘anhu berkata kembali, “Semoga Alloh merahmatimu sebagaimana engkau telah mendidikku tatkala aku masih kecil.” Ibunya menimpali, “Demikian juga engkau wahai anakku. Semoga Alloh membalasmu dengan kebaikan dan meridhoimu sebagaimana engkau telah berbakti kepadaku di kala aku telah tua.” [Al-Adab Al-Mufrod, hal. 17].
Abu Bakar ‘Ayyasy berkata, “Aku pernah duduk bersama Manshur di rumahnya. Kala itu ibunya yang keras berteriak kepadanya seraya mengatakan, “Wahai Manshur, Ibnu Hubairoh menginginkanmu menjadi qodhi, kenapa kamu menolaknya?” Mendengar hardikan ibunya Manshur hanya menunduk tanpa melihat kepada ibunya.” [Al-Birr Wa Ash-Shilah, Ibnul Jauzi].
Haiwah bin Syuroih, salah seorang imam kaum Muslimin, pernah suatu hari duduk di halaqohnya untuk mengajarkan ilmu kepada orang-orang. Tiba-tiba ibunya berkata kepadanya, “Bangkitlah wahai Haiwah, taburkanlah gandum untuk ayam kita.” Maka dia pun bangkit dan meninggalkan taklimnya. [Al-Birr Wa Ash-Shilah, Ibnul Jauzi].
Dari Ibnu ‘Aun, bahwa pada suatu saat ibunya memanggilnya, maka dia pun menjawab panggilan sang ibu. Ternyata suaranya melebihi suara ibunya, karena itu dia pun memerdekakan dua budak.” [Nuzhah Al-Fudhola’, 2/656].
Pada suatu hari Ibnu Al-Hasan At-Tamimi Al-Bashri hendak membunuh seekor kalajengking. Kalajengking tersebut masuk ke dalam sarangnya. Maka dia memasukkan jari-jarinya ke lubang sarang tersebut, sehingga kalajengking itu menyengatnya. Lalu dia berkata kepada kalajengking itu, “Aku khawatir kamu keluar lalu menghampiri ibuku untuk menyengatnya.” [Nuzhah Al-Fudhola’, 2/653].

‘Abdulloh bin Ja’far Al-Marwazi berkata, “Aku pernah mendengar Bundar mengatakan, “Suatu ketika aku hendak pergi untuk suatu perjalanan, namun ibuku melarangku, maka aku pun menaatinya (untuk tidak pergi), dan ternyata aku mendapat berkah karenanya.”” [Nuzhah Al-Fudhola’, 2/989].
Al-Ma’mun berkata, “Aku tidak pernah melihat seorang anak yang lebih berbakti kepada ayahnya daripada Al-Fadhl bin Yahya. Baktinya tersebut sampai pada suatu keadaan di mana Yahya (ayahnya) tidak pernah berwudhu kecuali dengan air hangat. Kala itu dia sedang di penjara, lalu para penjaga penjara melarang keduanya memasukkan kayu bakar di malam yang sangat dingin, maka ketika Yahya mulai tidur, Al-Fadhl mengisi air di botol, kemudian menghangatkan air tersebut dengan mendekatkannya ke api lampu. Dia terus berdiri memegang botol tersebut hingga pagi hari.”
Selain Al-Ma’mun menceritakan, bahwa para penjaga penjara mengetahui apa yang dilakukan oleh Al-Fadhl yang mendekatkan api lampu untuk menghangatkan air. Sehingga mereka melarang orang-orang yang ada di penjara untuk menyalakan lampu di malam berikutnya. Maka Al-Fadhl memenuhi botol dengan air, kemudian dia bawa ke tempat tidurnya, dan dia tempelkan pada perutnya hingga air itu menjadi hangat. [Al-Birr Wa Ash-Shilah, Ibnul Jauzi].
Muhammad bin ‘Abdurrohman bin Abu Az-Zinad adalah seseorang yang sangat berbakti kepada ayahnya. Suatu kali ayahnya memanggil, “Wahai Muhammad.” Ternyata dia tidak menyahut hingga datang kepada ayahnya dalam keadaan kepala tertunduk lalu menyahutinya. Sang ayah kemudian menyuruhnya melakukan suatu keperluannya. Dia langsung menyanggupinya tanpa bertanya-tanya karena ta’zhim kepadanya, hingga dia bertanya kepada orang lain yang paham tentangnya. [Al-Birr Wa Ash-Shilah, Ibnul Jauzi]
Dari Anas bin An-Nadhr Al-Asyja’i, dia berkata, “Pada suatu malam ibu Ibnu Mas’ud pernah meminta air minum kepadanya. Tatkala Ibnu Mas’ud datang membawakan air kepadanya, ternyata dia mendapati ibunya sudah tidur, maka dia tetap memegang air tersebut di dekat kepala ibunya hingga pagi hari.” [Birr Al-Walidain, Ibnu Al-Jauzi, 1/5].
Zainal Abidin adalah seorang yang sangat berbakti kepada ibunya, hingga pada suatu saat dikatakan kepadanya, “Sesungguhnya engkau adalah orang yang sangat berbakti kepada ibumu, akan tetapi kami tidak pernah melihatmu makan satu piring bersamanya.” Maka dia menjawab, “Aku khawatir tanganku mendahuluinya mengambil sesuatu yang telah dilihat matanya sehingga aku menjadi durhaka kepadanya.”
(Diketik ulang dari buku “Sungguh Merugi Siapa Yang Mendapati Orang tuanya Masih Hidup Tapi Tidak Meraih Surga” Penulis: Ghalib bin Sulaiman Al-Harbi, penerbit: Darul Haq, hal. 39-44)

Selasa, 08 Mei 2012

kuburan nabi nabi

Foto Makam - makam Para Nabi dan Para Sahabat

Foto Makam - makam Para Nabi dan Para Sahabat , Inilah foto dan gambar makam-makam paling bersejarah bagi umat muslim dan dunia Islam. yang tentunya Tidak Semua Umat MUSLIM berkesempatan melihat INI secara langsung !!!!!
langsung saja berikut adalah foto-foto makam Nabi Muhammad Saw,nabi2 yang lain,makam para sahabat dan makam istri Nabi Muhammad Saw.Tempat-tempat dan juga peninggalan-peninggalan bersejarah bagi umat muslim
 1.Makam ABU THALIB/Talib, Paman Nabi Allah MUHAMMAD SAW di Mekah
Makam ABU THOLIB/Talib, Paman Nabi Allah MUHAMMAD, SAW di Mekah
 2.Makam Nabi Allah HARUN As
Makam Nabi Allah HARUN As
 3.Makam Nabi Allah SALEH As
Makam Nabi Allah SALEH AS
 4.Makam Nabi Allah YAHYA As
Makam Nabi Allah YAHYA As
 5.Makam SITI FATIMAH AZ ZAHRA Putri Nabi Muhammad Saw
Makam FATIMA AZ ZAHRA
 6.Makam ABEEL, anak dari Nabi Allah ADAM As di Arab Saudi
Makam ABEEL, Putra Nabi ADAM As di Arab Saudi
 7.Makam Khadijah, Istri Nabi Allah MUHAMMAD SAW di kota Mekah
Makam Khadijah, Istri Nabi Allah MUHAMMAD SAW di Mekah
 8.Jejak Kaki Nabi ADAM As di SriLanka
Jejak Kaki Nabi ADAM AS di SriLanka
 9.Makam SITI HAWA di Jeddah
Makam SITI HAWA Istri Nabi ADAM As di kota Jeddah
 10.Makam Nabi Allah SHOAIB As
Makam Nabi Allah SHOAIB As
 11.Makam Nabi Nabi Allah YUSYA As, di Jordan
Makam Nabi Nabi Allah YUSYA As, di Jordan
 12.Makam Nabi Allah MUSA As di Israel
Makam Nabi Allah MUSA, AS di Israel
 13.Makam Nabi Allah ZAKARIA As
Makam Nabi Allah ZAKARIA As
 14.Makam BILAL HABASHI, di Damaskus
Makam BILAL HABASHI, di Damaskus
 15.Makam Nabi Allah DAUD, AS di Israel
Makam Nabi Allah DAUD, AS di Israel
 16.Makam Nabi Allah ADAM As di Jordan
Makam Nabi Allah ADAM As di Jordan
 17.Makam Nabi Besar MUHAMMAD SAW di Arab Saudi
Makam Nabi Besar MUHAMMAD SAW di Arab Saudi

kisah Pencurian Jasad Nabi Muhammad SAW

Pencurian Jasad Nabi Muhammad SAW 
Percaya gak, klo ternyata jasad nabi Muhammad SAW pernah terusik dan nyaris di curi oleh orang kafir laknatullah. Sebelum akhirnya Allah menyelamatkannya dari rencana jahat yang mengancam sang nabi tercinta. Peristiwa yang memilukan dan nyaris menampar wajah umat islam ini terjadi pada tahun 1164 M atau 557 H, sebagaimana telah dicatat oleh sejarawan Ali Hafidz dalam kitab Fusul min Tarikhi AL-Madinah Al Munawaroh.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa hampir dapat dipastikan  sebagian besar orang yang berziarah ke masjid Nabawi pasti tak pernah lupa untuk menghampiri makam Rasulullah SAW, yang diapit oleh makam Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar. ra.  Mereka berbondong-bondong menuju makam beliau untuk sekedar melihat-lihat atau memanjatkan doa.
Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh kondisi umat islam pada masa dinasti Abbasiyah di Baghdad. Kondisi umat Islam saat itu menunjukkan situasi  yang semakin melemah dari waktu ke waktu.  Umat Islam mengalami perpecahan sehingga menyebabkan berdiri nya beberapa kerajaan Islam di beberapa daerah. melihat kondisi yang demikian tak di sia-siakan begitu saja oleh orang-orang nasrani yang merasa kesempatan emas untuk mencoreng wajah umat Islam dan membuat umat Islam jatuh ada di depan mata. Diam-diam mereka telah menyusun rencana untuk mencuri jasad Nabi Muhammad. Setelah terjadi kesepakatan oleh para penguasa Eropa, mereka pun mengutus dua orang nasrani untuk menjalankan misi keji itu. Misi itu mereka laksanakan bertepatan dengan musim haji. Dimana pada musim itu banyak jamaah haji yang datang dari berbagai penjuru dunia untuk melaksanakan ibadah haji. Kedua orang nasrani ini menyamar sebagai jamaah haji dari Andalusia yang memakai pakaian khas Maroko. Kedua spionase itu ditugaskan melakukan pengintaian awal kemungkinan untuk mencari kesempatan mencuri jasad Nabi SAW.
Setelah melakukan kajian lapangan, keduanya memberanikan diri untuk menyewa sebuah penginapan yang lokasinya dekat dengan makam Rasulullah. Mereka membuat lubang dari dalam kamarnya menuju makam Rasulullah.
Belum sampai pada akhir penggalian, rencara tersebut telah digagalkan oleh Allah melalui seorang hamba yang akhirnya mengetahui rencana busuk itu
Sultan Nuruddin Mahmud bin Zanki, adalah seorang hamba sekaligus penguasa Islam kala itu yang mendapatkan petunjuk melalui mimpi akan ancaman terhadap makam Rasulullah.
Sultan mengaku bermimpi bertemu dengan Rasulullah sambil menunjuk dua orang lelaki berambut pirang dan berujar: “ Wahai Mahmud, selamatkan jasadku dari maksud jahat kedua orang ini.” Sultan terbangun dalam keadaan gelisah lalu beliau melaksanakan sholat malam dan kembali tidur. Namun, Sultan Mahmud kembali bermimpi berjumpa Rasulullah hingga tiga kali dalam semalam.
Malam itu juga Sultan segera mempersiapkan diri untuk melakukan perjalanan dari damaskus ke madinah yang memakan waktu 16 hari, dengan mengendarai kuda bersama 20 pengawal serta banyak sekali harta yang diangkut oleh puluhan kuda. Sesampainya di Madinah, sultan langsung menuju Masjid Nabawi untuk melakukan sholat di Raudhah dan berziarah ke makam Nabi SAW. Sultan bertafakur dan termenung dalam waktu yang cukup lama di depan makam Nabi SAW.
Lalu menteri Jamaluddin menanyakan sesuatu, “Apakah Baginda Sultan mengenal wajah kedua lelaki itu? “Iya”, jawab Sultan Mahmud.
Maka tidak lama kemudian Menteri Jamaludin mengumpulkan seluruh penduduk Madinah dan membagikan hadiah berupa bahan makanan sambil mencermati wajah orang yang ada dalam mimpinya. Namun sultan tidak mendapati orang yang ada di dalam mimpi itu diantara penduduk Madinah yang datang mengambil jatah makanan. Lalu menteri Jamaluddin menanyakan kepada penduduk yang masih ada di sekitar Masjid Nabawi. “Apakah diantara kalian masih ada yang belum mendapat hadiah dari Sultan?”
Tidak ada, seluruh penduduk Madinah telah mendapat hadiah dari Sultan, kecuali dua orang dari Maroko tersebut yang belum mengambil jatah sedikitpun. Keduanya orang saleh yang selalu berjamaah di Masjid Nabawi.” Ujar seorang penduduk.
Kemudian Sultan memerintahkan agar kedua orang itu dipanggil. Dan alangkah terkejutnya sultan, melihat bahwa kedua orang itu adalah yang ia lihat dalam mimpinya. Setelah ditanya, mereka mengaku sebagai jamaah dari Andalusia Spanyol. Meski sultan sudah mendesak bertanya tentang kegiatan mereka di Madinah. Mereka tetap tidak mau mengaku. Sehingga sultan meninggalkan kedua lelaki itu dalam keadaan penjagaan yang ketat.
Kemudian sultan bersama menteri dan pengawalnya pergi menuju ke penginapan kedua orang tersebut. Sesampainya di rumah itu yang di temuinya adalah tumpukan harta, sejumlah buku dalam rak dan dua buah mushaf al-Qur’an. Lalu sultan berkeliling ke kamar sebelah. Saat itu Allah memberikan ilham, sultan Mahmud tiba-tiba berinisiatif membuka tikar yang menghampar di lantai kamar tersebut. Masya Allah, Subhanallah, ditemukan sebuah papan yang di dalamnya menganga sebuah lorong panjang, dan setelah diikuti ternyata lorong itu menuju ke makam Nabi Muhammad.
Seketika itu juga, sultan segera menghampiri kedua lelaki berambut pirang tersebut dan memukulnya dengan keras. Setelah bukti ditemukan, mereka mengaku diutus oleh raja Nasrani di Eropa untuk mencuri jasad Nabi SAW. Pada pagi harinya, keduanya dijatuhi hukum penggal di dekat pintu timur makam Nabi SAW. Kemudian sultan Mahmud memerintahkan penggalian parit di sekitar makam Rasulullah dan mengisinya dengan timah. Setelah pembangunan selesai, sultan Mahmud dan rombongan pulang ke negeri Syam untuk kembali memimpin kerajaannya. Rahimahullahu rahmatal abror..........