Rabu, 29 Mei 2013

kelebihan sahabat (copas dari kompas)

Sebelumnya kita sudah mengetahui tentang tragedi yang terjadi pada umat islam selepas terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan.  Dan kita juga sudah tahu tentang perselisihan yang terjadi antara dua orang sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan ketika itu. Dan kita juga sudah tahu bagaimana seharusnya sikap kita sebagai umat islam menyikapi perselisihan antara mereka (mohon dan mohon lihat dulu tulisan saya di sini biar lebih jelas dan paham).
Setelah kita mengetahui semua itu, ketahuilah, kedua-duanya merupakan sahabat Nabi yang mulia. Kedua-duanya memiliki keutamaan dan jasa yang besar atas umat ini.
Apa sajakah keutamaan mereka?
Kita mulai dari Ali bin Abi Thalib.
1. Ia adalah sepupu sekaligus menantu Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam dari puteri beliau, Fathimah az-Zahra’ radhiyallahu anha.
2. Ia termasuk sahabat-sahabat Nabi yang mengikuti Bai’at Ridhwan.
Sedangkan orang yang mengikuti  Bai’at Ridhwan mendapatkan kabar gembira dari Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam yang bersabda:
لنْ يدخلَ النَّارَ أحدٌ بايعَ تحت الشَّجرةِ
“Tidak akan masuk neraka orang-orang yang ikut dalam bai’at di bawah sebuah pohon (yakni Bai‘at Ridhwan).” (HR. Tirmidzi)
3. Ia juga termasuk sahabat-sahabat Nabi yang mengikuti perang Badar.
Sedangkan orang yang mengikuti perang Badar mendapatkan kabar gembira dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya:
‏وما يدريك لعل الله قد اطلع على أهل ‏ ‏بدر ‏ ‏فقال اعملوا ما شئتم فقد غفرت لكم
“Tahukah kamu, sesungguhnya Allah telah mengetahui apa yang akan dilakukan oleh para peserta perang Badar. Allah mengatakan, ‘Lakukanlah sesukamu sesungguhnya Aku telah mengampuni kamu. ” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Ia juga sahabat Nabi yang mendapat pujian Rasulullah shollallahu ‘alahi wasallam tatkala beliau berkhutbah di hari kedelapan belas Dzulhijjah pada haji wada’ di tempat yang bernama Ghadir Khum:
مَنْ كُنْتُ مَوْلاَهُ فَعَلِىٌّ مَوْلاَهُ
“Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai walinya maka sesungguhnya ia telah menjadikan Ali sebagai walinya.“ (HR. Ahmad)
Masih banyak lagi keutamaan beliau. Dan rasanya teman-teman sebagian sudah tahu. Karena sahabat Nabi ini sudah begitu popular di tengah-tengah kita. Jadi tidak perlu saya memperpanjang lagi (yang mau lihat keutamaan Ali lainnya silahkan lihat di sini).
Berbeda dengan sahabat yang kedua ini yaitu Muawiyah. Mungkin banyak di antara kita yang belum mengetahui keutamaannya.
Muawiyah bin Abi Sufyan…
1. Ia merupakan sahabat dan juga ipar Nabi. Sebab, saudarinya yaitu Ummu Habibah merupakan istri Rasulullah. Dan istri Nabi adalah ibu kaum mukminin, berarti Muawiyah adalah paman kaum mukminin.
2. Selain itu ia merupakan orang yang dipercaya Rasulullah untuk menulis wahyu tatkala turun kepada beliau.
3. Ia merupakan orang yang telah didoakan oleh Nabi:
اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ هَادِيًا مَهْدِيًّا وَاهْدِ بِهِ
“Ya Allah, jadikanlah ia (Mu’awiyah) sebagai pembimbing dan terbimbing, serta berilah hidayah (kepada manusia) melalui perantaraannya.” (HR. Tirmidzi).
Dan juga orang yang telah didoakan  oleh Nabi:
اللَّهُمَّ عَلِّمْ مُعَاوِيَةَ الْكِتَابَ وَالْحِسَابَ وَقِهِ الْعَذَابَ
“Ya Allah, ajarkanlah Mu’awiyah al-kitab dan perhitungan, serta peliharalah dia dari siksaan.” (HR. Ahmad)
Bukankah doa Nabi makbul?
Makanya sahabat Nabi, Ibnu Abbas pun mengakui kedalaman ilmu Muawiyah.
Disebutkan dalam Shahih Bukhari dari Ikrimah, ia berkata kepada Ibnu Abbas:
إن معاوية أوتر بركعة
“Sesungguhnya Muawiyah melakukan witir dengan satu rakaat. ” Ibnu Abbas pun menjawab:
إنه فقيه
“Dia orang yang faqih. ” dalam riwayat lain:
إنه صحب رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم
“Dia pernah bersahabat dengan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam. ”
Bahkan, Ali bin Abi Thalib pun mengakui keilmuan Muawiyah. Sepulang dari perang Shifin Ali berkata:
أيُّها الناس، لا تكوهوا إمارة معاوية إنه لو فقدتموه لقد رأيتم الرؤوس تَنْزُو مِنْ كَوَاهِلِهَا كَالْحَنْظَلِ
“Wahai sekalian manusia, janganlah kalian membenci kepemimpinan Mu’awiyah karena sesungguhnya kalau kalian kehilangan Mu’awiyah, niscaya kalian akan melihat kepala-kepala manusia terlepas dari badan-badan seperti buah hanzhal. ” (Al-Bidayah wa Nihayah juz 6 hal 256).
4. Muawiyah juga mendapatkan kabar gembira dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam yang bersabda:
أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ البَحْرَ قَدْ أَوْجَبُوا
“Pasukan pertama dari umatku yang berperang di laut, telah dipastikan bagi mereka (tempat di Surga).” (HR. Bukhari)
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata:
قال المهلّب : في هذا الحديث منقبة لمعاوية لأنه أول من غزا البحر
Al-Muhallib berkata, “Dalam hadits ini terdapat keutamaan Mu’awiyah karena beliaulah orang pertama yang berperang dengan armada laut. “ (Fathul Bari juz 6 hal 102)
Umar bin Abdil’Aziz atau Mu’awiyah bin Abi Sufyan?
Kita semua tentu sudah tahu bagaimana keutamaan Umar bin Abdil ‘Aziz. Keadilan, ketegasan dan kesalehan beliau tidak tertandingi oleh siapapun pemimpin setelahnya. Namun, jika dibandingkan dengan Muawiyah, siapa yang lebih baik? Umar bin Abdil’Aziz atau Muawiyah?
Seorang Ulama Tabi’in yang masyhur yaitu Abdullah bin Mubarak ditanya:
أيهما أفضل معاوية بن أبي سفيان ، أم عمر بن عبد العزيز ؟
“Siapa yang lebih utama, Mu’awiyah bin Abi Sufyan atau Umar bin Abdil Aziz?”
Ibnul Mubarak menjawab:
والله إن الغبار الذي دخل في أنف معاوية مع رسول الله صلى الله عليه وسلم أفضل من عمر بألف مرة ، صلَّى معاوية خلف رسول الله صلى الله عليه وسلم ، فقال : سمع الله لمن حمده ، فقال معاوية : ربنا ولك الحمد ، فما بعد هذا ؟ .
“Demi Allah, sungguh debu yang masuk ke hidung Mu’awiyah bersama Rasulullah shollallahu ‘alahi wasallam lebih baik beribu-ribu kali daripada Umar (bin Abdil’Aziz). Mu’awiyah telah shalat di belakang Rasulullah shollallahu ‘alahi wasallam. Nabi mengucapkan:Sami’allahu liman hamidah (Allah mendengarkan orang yang memuji-Nya) lalu Muawiyah menjawab, “Robbana walakal hamd.” (Wahai Rabb kami bagi-Mu lah pujian)” Apa ada (keutamaan lebih besar) setelah ini? ” (Wafayatul A’yan juz 3 hal 33)
Al Jarrah al Maushili berkata: Saya pernah mendengar seorang lelaki bertanya kepada Al-Mu’aafa bin Imran: “Wahai, Abu Mas’ud, bagaimanakah kedudukan Umar bin Abdul Aziz dibandingkan dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan?” Mendengar perkataan itu, ia marah besar dan berkata:
لا يقاس بأصحاب محمد صلى الله عليه وسلم أحد ، معاوية رضي الله عنه كاتبه وصاحبه وصهره وأمينه على وحيه عز وجل، وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «دَعُوا لِي أَصْحَابِي وَأَصْهَارِي فَمَنْ سَبَّهُمْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Sahabat Nabi Muhamad shollallahu ‘alaihi wasallam tidak dapat dibandingkan dengan siapapun. Mu’awiyah-semoga Allah meridhoinya-adalah penulis Nabi, sahabat beliau, ipar beliau, dan orang kepercayaan beliau dalam menulis wahyu Allah Azza wa Jalla, sedangkan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda, “Jangan ganggu para sahabat dan iparku, karena siapa yang memaki mereka, maka atasnya laknat Allah, malaikat dan seluruh manusia. ” (Asy-Syariah juz 5 hal 2466 )
Jadi, kedudukan seorang yang beriman dan bertemu dengan Nabi bukanlah remeh. Ia mendapatkan posisi yang mulia, walaupun bertemunya hanya sesaat.
Makanya Imam Ahmad berkata:
فأدناهم صُحْبَة أفضل من الْقرن الَّذِي لم يروه وَلَو لقوا الله بِجَمِيعِ الْأَعْمَال كَانَ هَؤُلَاءِ الَّذين صحبوا النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم ورأوه وسمعوا مِنْهُ أفضل لصحبتهم من التَّابِعين وَلَو عمِلُوا كل أَعمال الْخَيْر
“Orang yang paling sebentar menyertai Nabi di antara para sahabat beliau itu lebih baik dibandingkan orang-orang yang belum pernah melihat beliau walaupun mereka bertemu dengan Allah di hari kiamat membawa seluruh amalan. Mereka orang yang bersahabat dengan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, melihat beliau dan mendengar perkataan beliau lebih baik daripada Tabi’in dikarenakan persahabatan mereka dengan beliau, walaupun Tabi’in itu melakukan seluruh amalan baik. ” (Ushul As-Sunnah)
Semoga dengan tulisan ini kita bisa menempatkan para sahabat Rasulullah semestinya sesuai posisi mereka.

Rabu, 22 Mei 2013

Tashawwuf

 copas dari fb nya mas
Hubbaibulloh Titik Koma
 
1 . Apakah tashawwuf itu ? .... dan apa hubungannya dengan thariqah? .... Apakah termasuk bid'ah atau tidak dalam pandangan Islam? ...
Jawab : Pada prinsipnya, tashawwuf adalah istilah untuk sebuah disiplin ilmu dan amaliyah yang muncul sekitar abad kedua - ketiga hijriyah, tergugah oleh rasa prihatin para ulama 'shalihin pada saat itu, dimana ummat Islam mengalami kemunduran yang disebabkan berbagai peristiwa baik sosial, politik, ekonomi maupun budaya. Sehingga nilai nilai Islam cenderung diabaikan karena begitu kuatnya obsesi duniawi. Bahkan para ulama 'shalihin dijadikan musuh baik oleh masyarakat maupun kantor. Diantara mereka banyak yang dibunuh karena dianggap opposan.
Untuk itulah banyak ulama yang shalih menyinggkir kepinggiran kota bahkan kegunung gunung dan membuat zawiyah (pusat kegiatan pendidikan dan riyadhah ruhani) dengan disiplin yang ketat mengacu pada kehidupan Rasulullah SAW dan para sahabatnya (ahlus shuffah). Dimana mereka berusaha menata dan memelihara hati agar terhindar dari sifat sifat tercela dan menghias dengan sifat sifat terpuji seperti ihlas, qonaah, sabar dll. Intinya adalah mengatur hati agar tidak dikuasai dunia tapi harus menguasai dunia.
Dari para ulama 'yang sekaligus Auliya' (pada masing masing daerah dan zaman) itulah muncul metode metode khusus untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. dimana didalamnya sarat dengan praktek praktek baik berupa bacaan bacaan dan disiplin latihan atau riyadhah ruhani dengan tata cara dan syarat syarat tertentu yang mereka tetapkan. Praktek praktek ini bersumber dari Rasulullah SAW dengan sanad jelas atau silsilah yang sambung. Praktek seperti inilah yang selanjutnya disebut thariqah. Adapun thariqah yang mu'tabar / memiliki sanad yang sambung sampai pada Baginda Nabi Muhammad SAW jumlahnya sekitar 360 thariqah.
Jadi T ashawwuf itu adalah teori dan praktek Al Islam dengan acuan utama mencontoh cara hidup dan kehidupan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Sedangkan thariqah adalah amalan resminya. Pada zaman Nabi Muhammad SAW istilah tashawwuf mungkin belum ada, tapi prakteknya sudah ada. Ya sama dengan nama teori dan praktek mengajarkan baca tulis Al Qur'an, ada Qiroati, Iqro ', Al Barqi dll. Pada zaman Nabi tidak ada tapi selaras dengan perkembangan zaman dan kebutuhan juga bertambah maka lahirlah istilah dan nama nama tersebut dalam hasanah dunia Islam. Mengapa tidak dicap bid'ah? ....
Kalau setiap hal baru seperti tashawwuf dicap bid'ah karena tidak ada di zaman Nabi, maka seluruh organisasi yang ada saat ini bid'ah semua. Seperti organisasi Islam NU, Muhammadiyah, PERSIS, Hamas, Fatah, FPI, Lasykar Jihad, Jamaah Islamiyah dan lain sebagainya itu bid'ah juga. Jika setiap bid'ah dhalalah dan masuk neraka, maka semuanya dhalalah dan masuk neraka.
Demikian juga praktek menentukan awal dan ahir bulan pada zaman Nabi tidak pakai hisab dan tidak pakai computer. Berarti yang pakai hisab dan computer itu bid'ah - dhalalah dan masuk neraka semua. Al Qur'an di zaman Nabi tidak dibukukan, dizaman sahabat dibukukan diatas lembaran dari bahan kulit dan ditulis tangan kemudian disimpan tidak di letakkan dimasjid untuk dibaca umum. Sekarang dicetak offset dalam jumlah masal kemudian disebar di masjid masjid dan mushalla. berarti tidak sama dengan zaman Nabi dan sahabat. Apakah tidak bid'ah juga? ....
Kesimpulannya, jika tashawwuf dan thariqah kita lihat hanya dari sebatas nama yang mana hal itu tidak ada dizaman nabi. Kemudian setiap yang tidak ada di zaman Nabi itu bid'ah dhalalah, maka tashawwuf itu termasuk bid'ah dhalalah, termasuk bid'ah dhalalah juga organisasi NU, Muhammadiyah, PERSIS dan lain lain karena tidak ada dizaman nabi.
Jika tashawwuf dan amalannya (thariqah) kita lihat dari segi isinya, yang mengacu pada kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya, sedangkan thariqah adalah praktek yang jelas sanadnya sambung pada Rasulullah SAW. maka tashawwuf dan thariqah adalah bagian terpenting dalam Islam yang harus kita perjuangkan dan pelihara eksistensinya.
2 . Dari mana asal usul wirid thariqah dan apa rahasianya sehingga memiliki prioritas beda dengan wirid selain thariqah? ...
Sebuah bacaan rutin / wirid baru disebut sebagai wirid thariqah jika bacaan tersebut berasal dari Rasulullah SAW dengan sanad yang jelas dan Shahiih. Wirid ma'tsur yang ada dasar pengambilannya baik dari Al Qur'an maupun hadits yang disusun dan dibaca oleh seseorang tanpa sanad yang sambung sampai baginda Nabi SAW seperti bacaan bacaan setelah shalat (Subhanallah 33X, Alhamdulillah 33X, Allaahu akbar 33X) dan berbagai bacaan lainnya yang dibaca sekedar hasil niru saja atau hasil dari membaca kitab kitab / buku buku lalu disusun sendiri hukumnya bukan thariqah.
Termasuk juga dzikir yang dibaca di berbagai majlish dzikir yang disusun oleh seorang tokoh seperti Ustadz Arifin Ilham dengan Adz Dzikra, maupun oleh tokoh besar seperti Syaikhul Islam Al Imam Al Ghazali misalnya, juga bukan thariqah. Akan tetapi wirid tersebut tetap memiliki prioritas sesuai janji Allah dan Rasul-Nyaj juga sesuai dengan derajat perintis dan pembacanya. Sedangkan wirid thariqah disamping mendapatkan keutamaan dan pahala sebagaimana tersebut diatas, juga mendapatkan pahala dan keutamaan lainnya, yaitu pahala dan keutamaan serta keistimewaan dari sanad yang sambung dengan Rasulullah SAW.
Sanad thariqah ada dua macam. Yaitu sanad hissy dan sanad barzakhy. Sanad hissy artinya sanad ijazah / izin yang diberikan oleh Rasulullah SAW ketika beliau masih hidup. Seperti sanad Thariqah Qadiriyah asalnya dari Rasulullah SAW kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramallaahu wajhahu, sedangkan Sayyidi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani hanyalah Extenders, dimana dia mendapatkan gelar dari Wali yang menjadi guru beliau kemudian beliau amalkan dan kembangkan sehingga selanjutnya praktek tersebut dinisbatkan pada beliau.
Demikian juga Thariqah Naqsyabandiyah, aslinya yang mendapatkan langsung adalah Sahabat Abu Bakar Al Shiddiq ra. yang selanjutkan diijazahkan kepada S. Salman Al Farisy lalu pada Imam Ja'far Shadiq yang ahirnya sampai pada Sayyidi Syekh Bahauddin Al Naqsyabandy. Dia menghidupkan lagi dan memasyrakatkannya dengan gencar. Sehingga selanjutnya disebut thariqah Al Naqsyabandiyah.
Adapun sanad barzakhy adalah sanad ijazah wirid yang diperoleh dari Rasulullah SAW melalui pertemuan langsung dalam sadar / bukan mimpi setelah beliau wafat. Sanad barzakhy diakui dan diyakini kebenaran dan keabsahannya oleh kalangan muhaqqiqiin dan 'arifiin.
Diantara thariqah yang sanadnya didapat secara barzakhi adalah thariqah At Tijany. Hal ini yang menjadi salah satu keistimewaan thariqah At Tijany, yaitu sanadnya langsung dari Rasulullah SAW kepada Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani ra, tanpa perantara (bukan dari sesama Wali) sehingga sanad yang sampai pada kitapun sangat dekat dengan Baginda Rasulullah SAW.
3 . Selain dasar Al Qur'an dan Hadits, apa yang menjadi bukti kebenaran dan keistimewaan wirid thariqah? ..
Bukti yang paling jelas diantaranya adalah, adanya perubahan perilaku praktisi thariqah yang secara bertahap namun pasti. Dari ahlak yang jelek, kasar dan tidak peduli dengan agama, berubah menjadi baik, lembut, kasih sayang pada sesama dan perhatian penuh pada seluruh aspek agama.
Bagi mereka yang benar benar istiqamah, pada saat yang dikehendaki oleh Allah SWT mereka akan mendapat anugrah predikat sebagai wali / kekasih Allah SWT dan sebagai bukti kewaliannya, Allah SWT memberi mereka kekaramatan baik hissy maupun ma'nawy. Dari mereka inilah memancar sinar keimanan yang begitu kuat dan dahsyat sehingga mampu menembus berbagai demensi pada seluruh mahluk disekitarnya.
4 . Bagaimana hukumnya melakukan wirid dengan batasan batasan tertentu, seperti jumlah dan waktu tertentu. Apakah ada di zaman Nabi atau tidak? ....
Hadits Nabi yang menganjurkan praktek wirid / dzikir dengan jumlah tertentu sangat banyak kita temui dalam berbagai literature dan kitab hadits, diantaranya:
وعن ابي هريرة رضي الله عنه قا ل : قا ل رسول الله صلى الله عليه وسلم : " من سبح الله فى د بر كل صلاة ثلاثا وثلاثين, وحمد الله ثلاثا وثلاثين, وكبر الله ثلاثا وثلاثين, وقا ل تمام المائة : لااله الا الله وحد ه لا شريك له له الملك وله ا لحمد, وهو على كل شيئ قد ير, غفرت خطا يا ه وان كا نت مثل زبد البحر ". ( رواه مسلم )
Diriwayatkan oleh Imam Abi Hurairah ra: Bersabda Rasulullah SAW "Barangsiapa bertasbih 33X pada setiap selesai shalat, dan bertahmid 33X, bertakbir 33X, dan membaca Laailaaha illallahu wahdahu laa syariika lahu, lahul Mulku walahul hamdu, wahuwa 'alaa kulli syai'in qodiir digenapkan 100X , maka Allah mengampuni dosanya meskipun sebanyak busa di lautan. (HR. Muslim)
وعن ابي هريرة رضي الله عنه قا ل : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : " والله اني لاستغفر الله واتوب اليه فى اليوم اكثر من سبعين مرة " ( رواه البخا ري ) وفى رواية مسلم " ما ئة مرة ".
Diriwayatkan oleh Imam Abi Hurairah ra: "Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda": "Demi Allah saya (Rasulullah SAW) selalu mohon ampun dan bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali" (HR. Bukhari) dalam hadits riwayat Imam Muslim 100X.
قا ل رسول الله صلى الله عليه وسلم : " ا حب الاعما ل الى الله أدومها وان قل " ز ( روه البخا ري و مسلم )
Rasulullah SAW bersabda: "Perbuatan (amal) yang paling disenangi oleh Allah adalah rutin / dawam atau istiqamahnya, meskipun sedikit". (HR. Bukhari dan Muslim) .
Masalah ditentukan waktunya, juga banyak riwayat hadits yang menjelaskan waktu waktu maupun tempat istijabah untuk berdoa dan beribadah. Waktu yang sangat baik untuk munajat kepada Allah SWT pada 1/3 malam terahir, pagi dan sore, bulan Ramadhan, hari jum'at sebagaimana hadits Nabi SAW:
وعن أوس بن أوس رضي الله عنه قا ل : قا ل رسول الله صلى الله عليه وسلم : " ان من أفضل ايا مكم يوم الجمعة, فأكثروا علي من الصلاة فيه, فا ن صلاتكم معروضة علي " فقالوا : يا رسول الله, وكيف تعرض صلاتنا عليك وقد ارمت? .... قا ل : يقول : بليت, قا ل : " ان الله حرم على الارض أجسا د الانبياء "( رواه ابو د اود )
Diriwayatkan oleh Aus bin Aus RA: Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya hari yang paling utama bagimu adalah hari Jum'at. Maka perbanyaklah membaca shalawat untukku didalamnya. Sesungguhnya shalawat kalian disampaikan kepadaku ". Para sahabat bertanya: Ya Rasulallah, Bagaimana shalawat kami disampaikan kepada Tuan, padahal Tuan sudah berkalang tanah? ... Rasulullah SAW menjawab: "Sesungguhnya Allah SWT mengharamkan bagi tanah untuk makan jasad para Nabi". (HR. Abu Daud).
Sedangkan tempat istijabah untuk berdoa, selain di Haramain Al Syarifain (Mekkah dan Madinah) juga di masjid masjid, termasuk juga didalam rumah dianjurkan untuk dijadikan tempat ibadah seperti shalat dan baca Al Qur'an agar bercahaya dan hidup tidak seperti kuburan.
5 . Bagaimana hukumnya berdzikir dan menghitung jumlah bacaannya dengan pakai tasbih (alat hitung), apakah termasuk bid'ah atau tidak? ...
Sebagaimana jawaban penulis terhadap pertanyaan terdahulu. Kalau berpendapat bahwa segala sesuatu yang tidak ada pada zaman Nabi SAW itu bid'ah, dhalalah dan haram hukumnya, maka pakai tasbih / alat hitung lainnya juga bid'ah, dhalalah dan haram hukumnya. Bid'ah, dhalalah dan haram juga khutbah jum'at dan shalat jum'at pakai sound system. Demikian juga termasuk bid'ah menentukan awal dan ahir bulan Ramadhan pakai telescope dan menghitung (hisab) pakai computer dan alat lainnya seperti dilakukan oleh PP. Muhammadiyah setiap tahunnya.
Tapi kalau mengacu pada hadits Nabi yang menentukan jumlah bacaan 33X, 70X, 100X dan lain sebagainya, kemudian memakai alat hitung untuk memfasilitasi dan memelihara kehusyu'an, maka hukumnya dapat bahkan dianjurkan.
Ketika I'tikaf di masjid Al Haram Mekkah, penulis pernah ditegor oleh seorang pemuda terpelajar Saudi yang memberi peringatan pada penulis agar sebaiknya menghitung dzikir dengan ruas ruas jari tangan saja karena kata dia, dengan merujuk pada sebuah riwayat hadits bahwa ruas ruas tulang dan sel sel daging selalu bertasbih kepada Allah SWT.
Penulis jawab tegoran tersebut dengan merujuk pada firman Allah SWT:
سبح لله ما فى السموت والارض وهو العزيز الحكيم, ( الحد يد : 1)
" Segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah, dan Dialah Dzat yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksanan ". (QS. Al Hadid).
Kalau alasannya menghitung dengan ruas ruas jari adalah karena tasbihnya, sedangkan benda benda diseantero jagad raya juga sama sama bertasbih kepada Allah SWT. maka pakai tasbih (alat hitung) lebih utama. Sebab kalau pakai tangan hitungannya hanyalah tasbih kita saja, tapi kalau pakai alat / benda, benda benda yang kita pakai berdzikir akan sangat berterima kasih kepada kita dan so pasti mendoakan kita juga dengan dzikirnya kepada allah SWT agar kita tambah rajin wirid dan memakai benda tersebut sebagai alat dan temannya.
6 . Untuk memasuki atau mengikuti dan mengamalkan ajaran thariqah, seseorang harus berbai'at dulu. Bagaimana hukumnya dan apa dasar hukumnya? ...
Bai'at artinya perjanjian lahir batin, sehidup semati serta siap berbuat dan menanggung resiko apa saja sebagai akibat dari perjanjian tersebut. Orang yang mau masuk suatu thariqah apapun namanya harus bai'at dulu. Yaitu ikrar janji setia kepada Allah SWT melalui Guru / Syeikh (Mursyid atau Muqaddam thariqah) bahwa dia akan berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan seluruh kewajiban Syariat Islam dan menjauhi semua larangannya serta memenuhi seluruh persyaratan yang ditentukan oleh thariqah yang dianutnya.
Praktek dan istilah bai'at sudah ada sejak zaman Nabi SAW hidup. Dalam sejarah ketika Fathul Makkah, dikatakan bahwa penduduk Mekkah ramai ramai bai'at masuk Islam kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, ketika Sahabat Utsman bin Affan ra. ditangkap dan dijadikan sandra, Rasulullah SAW menyerukan jihad untuk membela Utsman. Lalu para sahabat banyak orang bai'at pada Nabi bawah pohon di Hudaibiyah, demikian juga dalam berbagai kesempatan lain. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur'an:
ان الذ ين يبا يعونك انما يبا يعون الله, يد الله فوق ايد يهم, فمن نكث فا نما ينكث على نفسه, ومن اوفى بما عهد عليه الله فسيؤتيه اجرا عظيما . ( الفتح : 10)
" Bahwasanya orang orang yang berbai'at (berjanji setia) kepadamu, sesungguhnya mereka berbai'at kepada Allah. Tangan Allah diatas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya, niscaya akibat melanggar janji tersebut akan menimpa dirinya sendiri, dan barangsiapa yang menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar ". (QS. Al Fath: 10).
لقد رضي الله عن المؤمنين اذ يبا يعونك تحت الشجرة فعلم ما فى قلوبهم فانزل السكينة عليهم واثا بهم فتحا قريبا . ( الفتح : 18)
" Sesungguhnya Allah benar benar ridha kepada orang orang mu'min, ketika mereka berbai'at (berjanji setia) kepadamu bawah pohon.maka Allah mengetahui apa yang ada dihati mereka, kemudian Allah menurunkan ketenangan pada hati mereka dan memberi balasan untuk mereka berupa kemenangan yang dekat (waktunya) ". (QS. Al Fath: 18)
Ulama beda pendapat dalam menyikapi hukumnya bai'at. Ada yang mewajibkan dan ada yang menyatakan sunnah. Tapi pada prinsipnya bai'at itu adalah bagian dari syariat islam dan sunnah Nabi Muhammad SAW.
7 . Bagaimana hukumnya masuk salah satu thariqah Mu'tabarah dan mengamalkannya, apakah wajib atau sunnah atau makruh atau mubah? ...
Jawab: Kalau yang dikehendaki masuk thariqah itu belajar membersihkan hati dari sifat sifat yang rendah, dan menghiasnya dengan sifat sifat terpuji, maka hukumnya fardhu 'ain (wajib bagi setiap orang). Sebagaimana hadits Nabi SAW: "Menuntut ilmu diwajibkan bagi orang Islam baik laki laki maupun perempuan.
Tapi kalau yang dikehendaki masuk thariqah mu'tabaroh itu khusus untuk dzikir dan wirid, maka termasuk sunnah Rasulullah SAW. adapun mengamalkan dzikir dan wirid setelah bai'at. Maka hukumnya wajib untuk memenuhi janji. Dan tentang Mursyid / Muqaddam menalqinkan (mengajarkan) dzikir dan wirid kepada para murid maka hukumnya sunnah karena sanad thariqah kepada Rasulullah SAW itu sanad yang shahih. Keterangan ini diambil dari kitab Al Ma'ariful Muhammadiyyah hal.81 dan Al Adzkiya '. (Hasil keputusan Mu'tamar ke 1 Jam'iyyah Ahlu Thariqah Al Mu'tabarah An Nahdliyah di Tegal Rejo Tgl: 18 - 3 - 1377 H. / 12 - 10 - 1957 M.)
8 . Bagaimana hukumnya masuk dan mengamalkan wirid salah satu thariqah mu'tabarah, kemudian orang tersebut berhenti mengamalkan (keluar / batal thariqahnya), apakah ada sangsi / resiko bagi orang tersebut? ......
Jawab: Masuk thariqatul auliya 'yang dinyatakan dengan bai'at (ikrar janji setia kepada Allah SWT melalui Mursyid atau Muqaddam yang punya izin dan sanad Shahiih / sambung sampai ke Rasulullah) kemudian keluar / ingkar janji hukumnya dosa besar, bahkan terancam mati suul khatimah, karena dalam thariqah dan amalannya ada banyak asrar ar Rabbany (rahasia ketuhanan). Ibaratnya sama dengan orang masuk jadi anggota meliter kemudian desersi (lari dari tugas / berhenti) resikonya sangat besar, karena orang tersebut telah banyak tahu rahasia negara.
Lain halnya kalau hanya bekerja di perusahaan swasta, keluar masuk / pindah beberapa kali dalam sebulan tidak ada resikonya. Tapi kalau diterima jadi pegawai negri sipil saja misalnya, yang mana penerimaan tersebut melalui proses sumpah jabatan dan mendapat SK pengangkatan, orang tersebut tidak bisa seenaknya keluar begitu saja. Aapalagi diterima jadi anggota meliter, jangankan balelo, terlambat datang upacara saja sudah dihukum berat. Demikian juga masuk anggota thariqahnya Wali Allah, mereka sebenarnya masuk dalam barisan tentara Allah.
Lebih jelasnya silahkan telaah dengan cermat kitab Al Faidhur Rabbany yang disusun oleh Syaikh Umar Baidhawi Basyaiban halaman 27.
9 . Bagaimana hukumnya orang yang mengajarkan ilmu haqiqah, sedangkan ia sendiri tidak mengerjakan syariat agama Islam? ...

Jawab: Hukumnya haram dan menjadi sesat dan menyesatkan serta salah satu bentuk penyimpangan dalam Agama. Dan orang yang bertashawwuf tanpa mengamalkan syariat itu kafir zindiq. Sebaliknya orang yang melaksanakan syariat tanpa tashawwuf cenderung fasiq. (Keterangan diambil dari kitab Kifayatul Atqiya ') dari hasil Mu'tamar yang sama.

Jumat, 17 Mei 2013

Jadilah seperti rumput

Wasiat KH. Abdullah Faqih Langitan Tuban

Bila kamu memperhatikan kehidupan rumput di halaman pondokmu atau di sawah belakang sekolahanmu, maka kamu akan dapatkan padanya keteladanan daya survive yang tinggi.
Rumput mengajarkan banyak keteladanan, utamanya mental ketahanan dan kesuksesan. Setiap hari ia diinjak-injak, disabit, bahkan dicabut dari tanah, tapi esok harinya tumbuh kembali. Rumput tidak akan mati hanya dengan sekali injak, bahkan ribuan kaki menginjaknya setiap hari ia akan tetap hidup dan tetap bangkit. Itulah mental pemenang.
Seorang santri yang ingin sukses dalam menuntut ilmu harus memiliki ketahanan mental dalam menghadapi berbagai macam cobaan, ujian, rintangan, halangan, gangguan bahkan jutaan problem yang selalu datang. Ia tetap tersenyum meskipun merasa tidak nyaman, jiwanya tertekan atau bahkan tidak kerasan. Ia selalu bisa menghibur diri sendiri. Ia tetap bergembira saat diterpa rindu pada orang tua. Ia bisa bangkit dari tekanan sumpek yang menghimpitnya. Ia adalah rumput yang akan selalu tumbuh meskipun selalu diinjak.
Semangat hidup rumput adalah semangat perjuangan. Dan hakikat hidupmu adalah berjuang, berjuang untuk selau eksis sampai kamu meraih kesuksesan. Karena kesuksesan tidak akan mudah untuk digapai, maka kamu harus terus berjuang untuk tetap eksis di pondok ini. Karena dengan eksis-lah kamu bisa tetap belajar memahami banyak hal untuk menjawab tantangan zaman.
Kehidupan akan terus mengalami perubahan dan banyak tantangan, karena itu kamu harus memiliki mental ketahanan serta ketahanan mental dalam menghadapinya. Bila hanya karena satu cobaan, kamu gagal untuk tetap eksis di pondok ini, maka sama artinya kamu gagal memiliki modal ketahanan mental untuk menghadapi tantangan hidup yang sesungguhnya di masa mendatang.
Allah SWT. mendatangkan ujian dan cobaan di sela mondokmu dalam rangka untuk menolongmu, untuk mempercepat ekselerasi dan laju gerakmu dalam meraih cita-citamu. Tanpa ada ujian dan cobaan tak akan ada kenaikan level keimanan, keilmuan, kepribadian dan ketangguhan yang bisa kamu raih.
Yang harus kamu lakukan adalah meneladani rumput yang kokoh dan tahan terhadap jutaan injakan. Kamu harus belajar darinya bagaimana bisa tabah menghadapi ujian, berjiwa sumeleh dengan kenyataan, selalu berlatih untuk tetap tumbuh dan berkembang pada kondisi sesulit apa pun.
Sukses memang sulit, tiket ke surga memang mahal. Hanya orang-orang yang eksis -yang mau bertahan, rela menderita dan siap bersusah payah- yang akan meraih cita-cita dan menggapai kesuksesan dunia akhirat.
Maka, bersemangatlah wahai santri untuk tetap memiliki ketahanan dalam menghadapi ujian dan cobaan di pondok ini. Berjuanglah untuk selalu ikhlas merelakan masa mudamu, mendermakan waktu bersenang-senangmu, menukarkan kebahagianmu berada di rumah dengan tetap eksis menuntut ilmu di pondok ini. Komitmenlah menjual masa-masa indahmu dengan membeli masa keabadianmu di sisi Allah SWT.
Khususon Ilaa Ruhi KH Abdullah Faqih Langitan, Al Fatihah. Semoga amal ibadah beliau di terima oleh Allah SWT dan semoga kesalahan-kesalahan beliau juga di ampuni oleh Allah SWT. Aamiin Yaa Rabbal ‘Aalamiin….

Minggu, 12 Mei 2013

haul guru sekumpul 2013

SEKUMPUL-MARTAPURA
 Subhanalloh Luar biasa, lautan manusia kurang lebih dari 300.000 jamaah, tua muda, pria wanita, orang biasa dan pejabat, alim ulama dan para habaib membaur dalam acara Haul ke-8 Tuan Guru Sekumpul, Ahad malam senin (12-13/5).
Tahlil pun bergema di seluruh sekumpul,menandakan bahwa yang di hauli kala itu adalah seseorang yang mempunyai kharisma yang luar biasa besarnya.
Ya, Al 'Alimul 'Allamah Al Qutb abah guru sekumpul asysyaikh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman bin Muhammad Sa’ad bin Abdullah bin Tuan Mufti Haji Muhammad Khalid bin al-Allamah al-Khalifah Hasanuddin bin Datu kalampayan Asysyaikh Muhammad Arsyad al-Banjari memang memiliki magnet yang mengagumkan. Gema tahlil pun berkumandang di acara haulan yang dipusatkan di Mushalla Ar Raudhah sekumpul serta membahana di mushalla, jalan-jalan dan rumah-rumah penduduk.

Do'a yang dibacakan oleh Al Habib Abdurrahman Baraqbah pun diamini secara khusyuk oleh para hadirin. Selepas itu, nasi bungkus yang berisi nasi samin plus daging karih pun ludes. Padahal, info yang didapat dari panitia, tak kurang dari 300 ribu bungkus yang dibagikan. Ini belum termasuk nasi bungkus yang dibagikan juga oleh jiran-jiran di Sekumpul. Pendeknya, acara haulan tersebut menjadi sebuah acara berkumpulnya jamaah yang hadir tak hanya dari Kalsel saja, bahkan dari Kalteng, kalbar dan Kaltim, termasuk jamaah dari Sumatra, Jawa dan luar negeri pun hadir untuk ikut memanjatkan doa dan berkirim pahala tahlil untuk almarhum abah Guru Sekumpul.
Sebelumnya, jamaah sebelum dzuhur sudah mulai berangsur-angsur memadati kawasan Sekumpul. Bahkan, mulai ashar jama'ah sudah mulai membludak sehingga cukup membuat ribuan panitia, dibantu ratusan aparat Polres Banjar, Kodim 1006 Martapura, Pol PP Banjar, PMI dan lain-lain harus ekstra keras mengatur ketertiban dan kelancaran lalu lintas di sekumpul.



Setelah shalat maghrib berjamaah, acara dibuka dengan pembacaan ayat suci Al Qur'an oleh Guru Abdul Khaliq. Kemudian, Muhammad Amin Badali memulai membacakan rawi maulid Habsyi, diselingi juga lantunan syair terbang oleh grup maulid Sekumpul.
Ahmad Hafi badali tampak asyik menabuh terbangnya. Jamaah pun larut dalam kesyahduan nasyid Khobbiri, yang berisi tentang kerinduan dan permohonan syafaat kepada Rasulullah SAW.
Selepas acara maulidan dan tahlilan itu, jamaah kemudian melaksanakan shalat isya. 
Akibat banyaknya jamaah, sepulang dari Musholla ARRaudhah pun jamaah mesti sabar. Padahal jarak antara Kompleks Sekumpul ke jalan raya cuma 400-an meter, namun dengan jama'ah yang membludak dan penuh sesak perjalanan itu mesti ditempuh kurang lebih hampir satu setengah jam.

Sekilas Riwayat kelahiran Abah guru Sekumpul.


Bertepatan kedatangan tentara Jepang Tahun 1942 ke Martapura,Fitnah sungguh merajalela.
Maka demi menyelamatkan keluarga, Abdul Ghani (orang tua guru sekumpul) pun mengungsikan keluarganya mencari tempat yang paling aman, agar istrinya dapat melahirkan dengan selamat.
Dan Dengan sembunyi-sembunyi dibawalah istrinya yang sudah hamil tua tersebut, bersama ibu Salabiah (neneknya guru sekumpul), dengan menggunakan jukung (perahu kecil) melewati sawah dan sungai menuju Desa Tunggul Irang Seberang, menuju ke rumah salah seorang paman Salabiah yang bernama Abdullah,yang adalah rumahnya berdampingan dengan rumah Tuan Guru H. Abdurrahman (Guru Adu) tokoh ulama masyarakat Tunggul Irang Seberang. Meskipun Masliah bukanlah keponakan ujud (langsung) dari Paman Abdullah, perhatian dan perlakuan beliau terhadap mereka sangatlah baik, padahal kehidupan beliau sendiri sangatlah kekurangan. Dipilihnya Desa Tunggul Irang Seberang sebagai tempat untuk berlindung adalah karena dianggap paling aman di saat itu. Selama masa Tuan Guru H. Adu (Panggilan Tuan Guru H. Abdurrahman) tinggal dan dibesarkan di Desa Tunggul Irang tersebut, tentara kolonial tidak pernah menginjakkan kakinya di desa ini. Sebab setiap kali akan menuju desa tersebut, selalu saja mendapat halangan dan rintangan yang tidak terduga, sebagaimana beberapa kali perahu tentara Belanda yang akan melewati Desa Tunggul Irang selalu saja kandas dan tenggelam, dengan alasan yang tidak dimengerti oleh mereka. Baru beberapa hari tinggal di Desa Tunggul Irang Seberang, tibalah waktunya Masliah akan melahirkan anaknya. Dikala malam bertambah larut, waktu yang terbaik untuk munajat kepada Sang Khalik, ketika angin bertiup lembut, Masliah melahirkan bayinya yang pertama. Malam itu, tepatnya Rabu tanggal 27 Muharram 1361 H bertepatan dengan 11 Februari 1942 M, seorang bayi laki- laki mungil lagi montok telah lahir, berkat bantuan seorang bidan yang bernama Datu Anjang. Beliau adalah nenek Tuan Guru Husein Dahlan yang merupakan sepupu dua kali dengan Masliah. Sekalipun kehadiran bayi tersebut di malam hari yang kelam, sekelam dan sepekat nasib negeri dan bangsa ini ketika itu, namun betapa bahagia dan bersyukurnya sang ayah, apalagi bagi sang ibu yang telah mengandungnya selama lebih sembilan bulan lamanya. Sungguh diluar dugaan, bayi yang baru lahir di saat orang-orang sedang terlelap dalam tidurnya, seharusnya terjaga akibat mendengar tangisannya, sebagaimana layaknya bayi-bayi lain yang baru lahir, ternyata sang bayi tidak menangis, hanya diam tidak sedikitpun mengeluarkan suara. Matanya tertutup, seperti tidak ada tanda kehidupan. Kejadian itu berlangsung selama hampir satu jam lamanya. Warna kulit badannya sudah mulai membiru. Berbagai macam usaha sudah dicoba, namun bayi itu masih diam, tak ada jerit tangis, sampai- sampai neneknya Salabiah yang juga hadir saat kelahiran bayi tersebut berkata :
“Mati jua cucuku…?”
Bayi yang keadaannya membuat cemas itu kemudian dibawa pergi ke rumah Tuan Guru H. Abdurrahman untuk mendapatkan pertolongan. Setibanya di hadapan Tuan Guru H. Adu, bayi tersebut dipeluk dan ditiupi beliau dengan do’a-do’a, hingga akhirnya samar-samar mulai tampak tanda- tanda kehidupan, nafas sang bayi mulai turun naik, warna kulitnya berangsur-angsur menjadi kemerah-merahan, dan tangisnya pun mulai terdengar. Sejak tangis sang bayi sudah mulai terdengar,
maka syukur dan puji pun dihaturkan keharibaan Allah yang Maha Kuasa, sebab Dia-lah yang menghidupkan dan Dia pula yang mematikan, Dia-lah yang merubah dari gelap menjadi terang. Bayi yang tangisannya mulai terdengar, pertanda haus dan lapar telah merasuki perasaannya, maka sang bayi pun diserahkan kepada ibunya yang akan menyusuinya, membelainya dengan sentuhan lembut, serta memberikan perhatian dengan kasih dan sayang. Bayi yang berada dalam pelukan ibunya terus menangis, hingga keluarga yang hadir ikut berusaha untuk membuatnya terlena dalam pangkuan ibunya. Ibunya berusaha memberikan air susu. Namun tetaplah bayi tersebut menangis. Begitulah seterusnya, bayi tersebut selalu menolak saat diberikan air susu ibunya, apalagi minuman lain. Setelah berjam-jam menangis, bayi yang baru lahir tersebut akhirnya dibawa lagi kepada Tuan Guru H. Adu untuk meminta kembali bantuan beliau. Sesudah diterima kembali oleh beliau bayi yang masih menangis itu dipangkuannya, beliau menjulurkan lidahnya ke mulut bayi. Maka bayi itupun menghisap lidah beliau dengan lahapnya, seakan-akan ia menyusu kepada ibunya. Setelah ia puas menghisap lidah Tuan Guru H. Adu, maka lidah itupun dilepasnya, sehingga berhenti pulalah tangisan sang bayi. Kejadian seperti ini berulang-ulang hingga beberapa kali. Suatu ketika Masliah mencoba menyusui anaknya di dalam kamar yang tertutup, tanpa ada orang yang melihat. Tak disangka bayi itu mulai menghisap susu ibunya. Maka mengertilah Masliah bahwa bayinya tersebut seakan-akan enggan menyusu bila dilihat oleh orang lain. Sang bayi sepertinya berusaha memelihara ibunya dari membuka aurat di hadapan orang lain. Mungkinkah ini salah satu pertanda akan ‘kemuliaan’ sang bayi di masa hidupnya kelak?
Tepat Pada hari keenam belas setelah kelahiran tersebut, bayi kecil yang kelihatan masih lemah itu diboyong oleh orang tuanya dari tempat kelahirannya, pindah ke tempat lain, ke sebuah rumah kecil antara Desa Pasayangan dan Desa Keraton Martapura, berjarak kurang lebih satu kilometer dari Desa Tunggul Irang Seberang Martapura, di tempat inilah mereka akan memulai kehidupan yang baru. Tetapi bagaimanapun juga tempat kelahiran adalah sebuah kenangan. Setiap anak manusia di manapun di dunia ini, tanah kelahiran selalu menyisakan kenangan yang amat khusus, pada gilirannya -seiring berlalunya waktu- ia akan tetap meninggalkan nostalgia, walaupun sekilas riwayat dan cerita didengarnya dari penuturan orang tua tentang tempat kelahiran dan kejadian sesudah kelahirannya, suatu ketika akan terkenang dalam kehidupan setiap orang. Mungkin yang sangat berkesan justru masyarakat Desa Tunggul Irang Seberang itu sendiri, bahwa desa mereka ditakdirkan oleh
Allah Yang Maha Kuasa menjadi persada bagi kelahiran seorang putra yang mereka kenal dari kalangan keluarga yang sangat sederhana namun bermartabat serta berbudi. Sebagaimana masyarakat Islam, baik di dalam maupun di luar negeri mengenalnya di kemudian hari sebagai “Al al-‘Alimul ‘Allamah Al ‘Arif billah As Syeikh Muhammad Zaini Bin Abdul Ghani” dari Martapura. Saat akan meninggalkan Desa Tunggul Irang Seberang, atas do’a dan restu Tuan Guru H. Adu, Abdul Ghani dan istrinya Masliah beserta bayinya yang diberi nama Muhammad Qusyairi , beranjak pulang dengan menggunakan sebuah mobil yang disebut masyarakat sekitar dengan Mobil Jamban. Di masa penjajahan Jepang yang terkenal kejam, rasa was-was akan keselamatan menghantui masyarakat Martapura pada masa itu, rombongan di mobil
itupun merasakan kekhawatiran serupa. Akhirnya kecemasan yang mencekam dalam perjalanan pulang itu sirna sudah, rombongan sampai ketujuan dengan selamat berkat bantuan seorang Habib bernama Habib
Hasan, yang ikut mengantar mereka hingga ke tujuan. Padahal di hari itu, tidaklah berbeda dengan hari-hari sebelumnya, patroli-patroli dari tentara penjajah yang bertikai masih berkeliaran dimana-mana, namun seakan-akan mereka tidak mendengar atau melihat mobil yang melintas di hadapan mereka, hingga akhirnya sampailah rombongan dengan selamat ke tujuan.
(Dan kata beliau dulu di pengajian, waktu bliau lahir tidak bernapas slama 1 jam itu,bliau mlihat 7 lapis langit tembus dan 7 lapis bumi tembus masa allah)
Moga dengan mengisahkan para Aulia Allah akan turun Rahmat bagi kita semua … aamiin 'inda dzikril aulia allah tanzilurrohmah.......

awliya alloh

37 Pangkat / Maqom Wali Allah

Wali Allah itu golongan orang orang yang selalu beriman dan bertakwa, mereka golongan golongan yang mengikuti Rasulullah SAW, yang mengabdi kepada Allah dengan sebaik-baik pengabdian daripada mahluk lain, sehingga kecintaan Allah turun kepadanya melebihi mahluk yang lainnya pula. Karena para wali itu jauh dari dunia, dan ilmunya menembus batas mahluk lainnya, mereka diberi tugas sesuai dengan tingkatan tingkatan keimanan dan ketakwaannya. dalam ayat disebutkan
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang- orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus : 62-63).
Ayat di atas mengandung pengertian bahwa wali Allah (waliyullah) ialah orang yang beriman dan bertakwa.(lihat Tafsir Ibnu Katsir juz 2 hal 422). (Wali-wali Allah) ialah orang yang beriman kepada hal yang gaib, mendirikan salat, menafkahkan sebagian rezeki yang telah Allah anugerahkan kepadanya. Mereka juga beriman kepada yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW (Al-Qur’an) dan yang diturunkan kepada nabi- nabi sebelum Nabi Muhammad SAW, serta mereka meyakini adanya hari akhir. Mereka (wali-wali Allah) itu adalah golongan yang mengikuti Nabi Muhammad SAW (lihat Tafsir Tanwiirul Miqbas, hal 4).
Terhadap mereka (wali-wali Allah) terkadang tampak karamah ketika sedang dibutuhkan. Seperti karamah Maryam ketika ia mendapatkan rezeki berupa makanan di rumahnya (QS.3 : 35) (lihat Firqah an Naajiyah Bab 31).
Maka wilayah (kewalian) memang ada. Tetapi ia tidak terjadi kecuali pada hamba yang mukmin, taat dan mengesakan Allah. Adapun karamah tidak menjadi syarat untuk seseorang disebut sebagai wali Allah, sebab syarat demikian tidak diberitakan dalam Al Qur’an.
Tingkat kewalian yang terdapat dalam diri seseorang sesuai dengan tingkat keimanannya. Para wali Allah yang paling tinggi tingkat kewaliannya adalah para nabi, dan diantara para nabi yang paling tinggi tingkat kewaliannya adalah para rasul, dan diantara para rasul yang paling tinggi tingkat kewaliaanya adalah rasul ulul azmi, dan diantara rasul ulul azmi yang paling tinggi tingkat kewaliannya adalah Rasulullah Muhammad SAW. Maka barangsiapa yang mengaku mencintai Allah dan dekat dengan-Nya (mengaku sebagai wali Allah), tetapi ia tidak mengikuti sunah Rasulullah Muhammad SAW, maka sebenarnya ia bukanlah wali Allah tetapi musuh Allah dan wali setan (lihat Al Furqan, hal 6) .
Sesuai dengan Firman Allah SWT dalam Al-quran dibwah ini :
LA TAHSABANNAL LADZI QUTILUU FI SABILILLAHI AMWATAN, BAL AHYAUN INDA ROBBIHIM YURZAQUNA ( Ali Imron 169 ).
Artinya :”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu MATI bahkan mereka itu HIDUP di sisi tuhannya dengan mendapat rizqi “
HIDUP Yaitu hidup dalam alam yang lain yang bukan alam kita ini, di mana mereka mendapat keni’matan2 di sisi Allah, Dan hanya Allah sajalah yang mengetahui bagaimana keadaan HIDUP nya itu.
Berikut 37 pangkat / maqom para wali Allah yang juga terdapat pada kitab Jawahir Al-Khomsi Syeikh Khotiruddin Bayazid Al-Khowajah dan Kitab Jami’u Karomatil Aulia kepunyaan Syeikh Yusuf ibni Isma’il An-Nabhani R.A.:
1.Qutub Atau Ghauts ( 1 abad 1 Orang )
2. Aimmah ( 1 Abad 2 orang )
3. Autad ( 1 Abad 4 Orang di 4 penjuru Mata Angin )
4. Abdal ( 1 Abad 7 Orang tidak akan bertambah & berkurang Apabila ada wali Abdal yg Wafat Allah menggantikannya dengan mengangkat Wali abdal Yg Lain ( Abdal=Pengganti ) Wali Abdal juga ada yang Waliyahnya ( Wanita )
5. Nuqoba’ ( Naqib ) ( 1 Abad 12 orang Di Wakilkan Allah Masing2 pada tiap2 Bulan)
6. Nujaba’ ( 1 Abad 8 Orang )
7. Hawariyyun ( 1 Abad 1 Orang ) Wali Hawariyyun di beri kelebihan Oleh Allah dalam hal keberanian, Pedang ( Zihad) di dalam menegakkan Agama Islam Di muka bumi.
8. Rojabiyyun ( 1 Abad 40 Orang Yg tidak akan bertambah & Berkurang Apabila ada salah satu Wali Rojabiyyun yg meninggal Allah kembali mengangkat Wali rojabiyyun yg lainnya, Dan Allah mengangkatnya menjadi wali Khusus di bulan Rajab dari Awal bulan sampai Akhir Bulan oleh karena itu Namanya Rojabiyyun.
9. Khotam ( penutup Wali )( 1 Alam dunia hanya 1 orang ) Yaitu Nabi Isa A.S ketika diturunkan kembali ke dunia Allah Angkat menjadi Wali Khotam ( Penutup ).
10. Qolbu Adam A.S ( 1 Abad 300 orang )
11. Qolbu Nuh A.S ( 1 Abad 40 Orang )
12. Qolbu Ibrohim A.S ( 1 Abad 7 Orang )
13. Qolbu Jibril A.S ( 1 Abad 5 Orang )
14. Qolbu Mikail A.S ( 1 Abad 3 Orang tidak kurang dan tidak lebih Allah selau mengangkat wali lainnya Apabila ada salah satu Dari Wali qolbu Mikail Yg Wafat )
15.Qolbu Isrofil A.S ( 1 Abad 1 Orang )
16. Rizalul ‘Alamul Anfas ( 1 Abad 313 Orang )
17. Rizalul Ghoib ( 1 Abad 10 orang tidak bertambah dan berkurang tiap2 Wali Rizalul Ghoib ada yg Wafat seketika juga Allah mengangkat Wali Rizalul Ghoib Yg lain, Wali Rizalul Ghoib merupakan Wali yang di sembunyikan oleh Allah dari penglihatannya Makhluq2 Bumi dan Langit tiap2 wali Rizalul Ghoib tidak dapat mengetahui Wali Rizalul Ghoib yang lainnya, Dan ada juga Wali dengan pangkat Rijalul Ghoib dari golongan Jin Mu’min, Semua Wali Rizalul Ghoib tidak mengambil sesuatupun dari Rizqi Alam nyata ini tetapi mereka mengambil atau menggunakan Rizqi dari Alam Ghaib.
18. Adz-Dzohirun ( 1 Abad 18 orang )
19. Rizalul Quwwatul Ilahiyyah (1 Abad 8 Orang )
20. Khomsatur Rizal ( 1 Abad 5 orang )
21. Rizalul Hanan ( 1 Abad 15 Orang )
22. Rizalul Haybati Wal Jalal ( 1 Abad 4 Orang )
23. Rizalul Fath ( 1 Abad 24 Orang ) Allah mewakilkannya di tiap Sa’ah ( Jam ) Wali Rizalul Fath tersebar di seluruh Dunia 2 Orang di Yaman, 6 orang di Negara Barat, 4 orang di negara timur, dan sisanya di semua Jihat ( Arah Mata Angin )
23. Rizalul Ma’arijil ‘Ula ( 1 Abad 7 Orang )
24. Rizalut Tahtil Asfal ( 1 Abad 21 orang )
25. Rizalul Imdad ( 1 Abad 3 Orang )
26. Ilahiyyun Ruhamaniyyun ( 1 Abad 3 Orang ) Pangkat ini menyerupai Pangkatnya Wali Abdal
27. Rozulun Wahidun ( 1 Abad 1 Orang )
28. Rozulun Wahidun Markabun Mumtaz ( 1 Abad 1 Orang )
Wali dengan Maqom Rozulun Wahidun Markab ini di lahirkan antara Manusia dan Golongan Ruhanny( Bukan Murni Manusia ), Beliau tidak mengetahui Siapa Ayahnya dari golongan Manusia , Wali dengan Pangkat ini Tubuhnya terdiri dari 2 jenis yg berbeda, Pangkat Wali ini ada juga yang menyebut ” Rozulun Barzakh ” Ibunya Dari Wali Pangkat ini dari Golongan Ruhanny Air INNALLAHA ‘ALA KULLI SAY IN QODIRUN ” Sesungguhnya Allah S.W.T atas segala sesuatu Kuasa.
29. Syakhsun Ghorib ( di dunia hanya ada 1 orang )
30. Saqit Arofrof Ibni Saqitil ‘Arsy ( 1 Abad 1 Orang )
31. Rizalul Ghina ( 1 Abad 2 Orang ) sesuai Nama Maqomnya ( Pangkatnya ) Rizalul Ghina ” Wali ini Sangat kaya baik kaya Ilmu Agama, Kaya Ma’rifatnya kepada Allah maupun Kaya Harta yg di jalankan di jalan Allah, Pangkat Wali ini juga ada Waliahnya ( Wanita ).
31. Syakhsun Wahidun ( 1 Abad 1 Orang )
32. Rizalun Ainit Tahkimi waz Zawaid ( 1 Abad 10 Orang )
33. Budala’ ( 1 Abad 12 orang ) Budala’ Jama’ nya ( Jama’ Sigoh Muntahal Jumu’) dari Abdal tapi bukan Pangkat Wali Abdal
34. Rizalul Istiyaq ( 1 Abad 5 Orang )
35. Sittata Anfas ( 1 Abad 6 Orang ) salah satu wali dari pangkat ini adalah Putranya Raja Harun Ar-Royid yaitu Syeikh Al-’Alim Al-’Allamah Ahmad As-Sibty
36. Rizalul Ma’ ( 1 Abad 124 Orang ) Wali dengan Pangkat Ini beribadahnya di dalam Air di riwayatkan oleh Syeikh Abi Su’ud Ibni Syabil ” Pada suatu ketika aku berada di pinggir sungai tikrit di Bagdad dan aku termenung dan terbersit dalam hatiku “Apakah ada hamba2 Allah yang beribadah di sungai2 atau di Lautan” Belum sampai perkataan hatiku tiba2 dari dalam sungai muncullah seseorang yang berkata “akulah salah satu hamba Allah yang di tugaskan untuk beribadah di dalam Air”, Maka akupun mengucapkan salam padanya lalu Dia pun membalas salam aku tiba2 orang tersebut hilang dari pandanganku.
37. Dakhilul Hizab ( 1 Abad 4 Orang )
Wali dengan Pangkat Dakhilul Hizab sesuai nama Pangkatnya , Wali ini tidak dapat di ketahui Kewaliannya oleh para wali yg lain sekalipun sekelas Qutbil Aqtob Seperti Syeikh Abdul Qodir Jailani, Karena Wali ini ada di dalam Hizab nya Allah, Namanya tidak tertera di Lauhil Mahfudz sebagai barisan para Aulia, Namun Nur Ilahiyyahnya dapat terlihat oleh para Aulia Seperti di riwayatkan dalam kitab Nitajul Arwah bahwa suatu ketika Syeikh Abdul Qodir Jailani Melaksanakan Towaf di Baitulloh Mekkah Mukarromah tiba2 Syeikh melihat seorang wanita dengan Nur Ilahiyyahnya yang begitu terang benderang sehingga Syeikh Abdul qodir Al-Jailani Mukasyafah ke Lauhil Mahfudz dilihat di lauhil mahfudz nama Wanita ini tidak ada di barisan para Wali2 Allah, Lalu Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani bermunajat kepada Allah untuk mengetahui siapa Wanita ini dan apa yang menjadi Amalnya sehingga Nur Ilahiyyahnya terpancar begitu dahsyat , Kemudian Allah memerintahkan Malaikat Jibril A.S untuk memberitahukan kepada Syeikh bahwa wanita tersebut adalah seorang Waliyyah dengan Maqom/ Pangkat Dakhilul Hizab ” Berada di Dalam Hizabnya Allah “, Kisah ini mengisyaratkan kepada kita semua agar senantiasa Ber Husnudzon ( Berbaik Sangka ) kepada semua Makhluq nya Allah, Sebetulnya Masih ada lagi Maqom2 Para Aulia yang tidak diketahui oleh kita, Karena Allah S.W.T menurunkan para Aulia di bumi ini dalam 1 Abad 124000 Orang, yang mempunyai tugasnya Masing-masing sesuai Pangkatnya atau Maqomnya. Susunan Maqom/Pangkat Para Aulia ini dari kitab Jami’u Karomatil Aulia ( Kumpulan Karomah2 Para Wali ), Perlu di ketahui bahwa Maqomnya para Aulia tidak tetap tapi naik walaupun mereka sudah Meninggal, dan wali Allah ada dimana2 pesannya adalah jangan suka berprasangka buruk pada orang lain.

Jumat, 10 Mei 2013

semoga bermanfa'at

 copas dari web assalafiyyah

 
Kelompok yang membawa jargon "Berantas TBC"  (Tahayul, Bid'ah, Churafat) yang belakangan semakin menyebar di masyarakat benar-benar tidak dapat ditolerir. Masa orang yang ziarah kubur mereka klaim sebagai ahli bid'ah, sesat, musyrik dan kafir?!!! Ya kalau begitu namanya bukan memberantas TBC, tapi membuat TBC-TBC baru. 

Kita dudukan persoalan ziarah kubur ini dengan sedikit dalil saja. Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa di antara doa Nabi Musa yang ia pintakan kepada Allah:

" رَبِّ أَدْنِنِيْ مِنَ الأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ".

"Ya Allah dekatkanlah (makam) aku ke Tanah Bayt al Maqdis meskipun sejauh lemparan batu". Kemudian Rasulullah bersabda :

"وَاللهِ لَوْ أَنِّيْ عِنْدَهُ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَنْبِ الطَّرِيْقِ عِنْدَ الكَثِيْبِ الأَحْمَرِ" أخرجه البخاريّ ومسلم

"Demi Allah, jika aku berada di dekat kuburan Nabi Musa niscaya akan aku perlihatkan kuburannya kepada kalian di samping jalan di daerah al Katsib al Ahmar" (H.R. al Bukhari dan Muslim)

Faedah Hadits:

Tentang hadits ini al Imam al Hafizh Waliyyuddin al 'Iraqi berkata dalam kitabnya “Tharh at-Tatsrib”:
 "Dalam hadits ini terdapat dalil kesunnahan untuk mengetahui kuburan orang-orang yang saleh untuk berziarah ke sana dan memenuhi hak-haknya".

Dan dengan dasar hadits ini, juga berbagai hadits lainnya, menjadi tradisi di kalangan para ulama Salaf dan Khalaf bahwa ketika mereka menghadapi kesulitan atau ada keperluan mereka mendatangi kuburan orang-orang saleh untuk berdoa di sana dan mengambil berhaknya dan setelahnya permohonan mereka dikabulkan oleh Allah. Al Imam asy-Syafi’i ketika ada keinginan yang ingin terkabul seringkali mendatangi kuburan Abu Hanifah dan berdoa di sana hingga dikabulkan doanya oleh Allah. Al Imam Abu Ali al Khallal seringkali mendatangi makam al Imam Musa ibn Ja’far as-Shadiq. Al Imam Ibrahim al Harbi dan al Imam al Mahamili mendatangi kuburan al Imam Ma’ruf al Karkhi sebagaimana diriwayatkan oleh al Hafizh al Khathib al Baghdadi dalam kitabnya “Tarikh Baghdad”. Karena itu para ahli hadits seperti al Hafizh Syamsuddin Ibn al Jazari mengatakan dalam kitabnya yang berjudul 'Uddah al Hishn al Hashin :

"وَمِنْ مَوَاضِعِ إِجَابَةِ الدُّعَاءِ قُبُوْرُ الصَّالِـحِيْنَ".
 "Di antara tempat dikabulkannya doa adalah kuburan orang-orang yang saleh ".
 Al Hafizh Ibn al Jazari sendiri sering mendatangi kuburan Imam Muslim ibn al Hajjaj, penulis Sahih Muslim dan berdoa di sana sebagaimana disebutkan oleh Syekh Ali al Qari dalam Syarh al Misykat.

Di antara masalah yang mereka pandang sebagai bid’ah sesat juga, bahkan sebagian mereka menyebutnya sebagai perbuatan syirik, adalah masalah “cium tangan”. Tanpa alasan yang jelas mereka mengatakan bahwa mencium tangan seseorang adalah perbuatan bid’ah, bahkan mendekati syirik. A’udzu Billah.

Perlu diketahui bahwa mencium tangan orang yang saleh, penguasa yang bertakwa dan orang kaya yang saleh adalah perkara mustahabb (sunnah) yang disukai Allah. Hal ini berdasarkan hadits-hadits Rasulullah dan dan atsar para sahabat berikut ini. Di antaranya; 
  1. Hadits riwayat al-Imam at-Tirmidzi dan lainnya, bahwa ada dua orang Yahudi sepakat menghadap Rasulullah. Salah seorang dari mereka berkata: “Mari kita pergi menghadap -orang yang mengaku- Nabi ini untuk menanyainya tentang sembilan ayat yang Allah turunkan kepada Nabi Musa”. Tujuan kedua orang Yahudi ini adalah hendak mencari kelemahan Rasulullah, karena beliau adalah seorang yang Ummi (tidak membaca dan tidak menulis). Mereka menganggap bahwa Rasulullah tidak mengetahui tentang sembilan ayat tersebut. Ketika mereka sampai di hadapan Rasulullah dan menanyakan prihal sembilan ayat yang diturunkan kepada Nabi Musa tersebut, maka Rasulullah menjelaskan kepada keduanya secara rinci tidak kurang suatu apapun. Kedua orang Yahudi ini sangat terkejut dan terkagum-kagum dengan penjelasan Rasulullah. Keduanya orang Yahudi ini kemudian langsung mencium kedua tangan Rasulullah dan kakinya. Al-Imam at-Tarmidzi berkata bahwa kulitas hadits ini Hasan Shahih (Lihat Jami’ at-Tirmidzi, Kitab al-Isti’dzan, Bab Ma Ja’a Fi Qublah al-Yad Wa ar-Rijl).
  2. Abu asy-Syaikh dan Ibn Mardawaih meriwayatkan dari sahabat Ka’ab ibn Malik, bahwa ia berkata:
    “Ketika turun ayat tentang (diterimanya) taubat-ku, aku mendatangi Rasulullah lalu mencium kedua tangan dan kedua lututnya” ( Lihat ad-Durr al-Mantsur, j. 4, h. 314).
  3. Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam kitabnya al-Adab al-Mufrad bahwa sahabat ‘Ali ibn Abi Thalib telah mencium tangan al-‘Abbas ibn ‘Abd al-Muththalib dan kedua kakinya, padahal ‘Ali lebih tinggi derajatnya dari pada al-‘Abbas. Namun karena al-‘Abbas adalah pamannya sendiri dan seorang yang saleh maka dia mencium tangan dan kedua kakinya tersebut (Lihat al-Adab al-Mufrad, h. 328).
  1. Demikian juga dengan ‘Abdullah ibn ‘Abbas, salah seorang dari kalangan sahabat yang masih muda ketika Rasulullah meninggal. ‘Abdullah ibn ‘Abbas pergi kepada sebagian sahabat Rasulullah lainnya untuk menuntut ilmu dari mereka. Suatu ketika beliau pergi kepada Zaid ibn Tsabit, salah seorang sahabat senior yang paling banyak menulis wahyu. Saat itu Zaid ibn Tsabit sedang keluar dari rumahnya. Melihat itu, dengan cepat ‘Abdullah ibn ‘Abbas memegang tempat pijakan kaki dari pelana hewan tunggangan Zaid ibn Tsabit. ‘Abdullah ibn ‘Abbas menyongsong Zaid untuk menaiki hewan tunggangannya tersebut. Namun tiba-tiba Zaid ibn Tsabit mencium tangan ‘Abdullah ibn ‘Abbas, karena dia adalah keluarga Rasulullah. Zaid ibn Tsabit berkata: “Seperti inilah kami memperlakukan keluarga Rasulullah”. Padahal Zaid ibn Tsabit jauh lebih tua dari ‘Abdullah ibn ‘Abbas. Atsar ini diriwayatkan oleh al-Hafizh Abu Bakar ibn al-Muqri dalam Juz Taqbil al-Yad.
  2. Ibn Sa’d juga meriwayatkan dengan sanad-nya dalam kitab Thabaqat dari ‘Abd ar-Rahman ibn Zaid al-‘Iraqi, bahwa ia berkata: “Kami telah mendatangi Salamah ibn al-Akwa’ di ar-Rabdzah. Lalu ia mengeluarkan tangannya yang besar seperti sepatu kaki unta, kemudian dia berkata: “Dengan tanganku ini aku telah membaiat Rasulullah”. Oleh karenanya lalu kami meraih tangan beliau dan menciumnya” (Lihat Thabaqat Ibn Sa’d, j. 4, h. 229).
  3. Juga telah diriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa al-Imam Muslim mencium tangan al-Imam al-Bukhari. Al-Imam Muslim berkata kepadanya:

    وَلَوْ أَذِنْتَ لِيْ لَقَبَّلْتُ رِجْلَكَ.

    “Seandainya anda mengizinkan pasti aku cium kaki anda” (Lihat at-Taqyid Li Ma’rifah as-Sunan Wa al-Masanid, h. 33).
  4. Dalam kitab at-Talkhish al-Habir, al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani menuliskan sebagai berikut:

    “Tentang masalah mencium tangan ada banyak hadits yang dikumpulkan oleh Abu Bakar ibn al-Muqri, beliau mengumpulkannya dalam satu juz penuh. Di antaranya hadits ‘Abdullah ibn ‘Umar, dalam menceritakan suatu peristiwa di masa Rasulullah, beliau berkata:

    فَدَنَوْنَا مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَبَّلْنَا يَدَهُ وَرِجْلَهُ (رواه أبو داود)

    “Maka kami mendekat kepada Rasulullah lalu kami cium tangan dan kakinya”. (HR. Abu Dawud)

    Di antaranya juga hadits Shafwan ibn ‘Assal, dia berkata: “Ada seorang Yahudi berkata kepada temannya: Mari kita pergi kepada Nabi ini (Muhammad). Kisah lengkapnya seperti tertulis di atas. Kemudian dalam lanjutan hadits ini disebutkan:

    فَقَبَّلاَ يَدَهُ وَرِجْلَهُ وَقَالاَ: نَشْـهَدُ أَنَّكَ نَبِيٌّ.

    “Maka keduanya mencium tangan Nabi dan kakinya lalu berkata: Kami bersaksi bahwa engkau seorang Nabi”.

    Hadits ini diriwayatkan oleh Para Penulis Kitab-kitab Sunan (al-Imam at-Tirmidzi, al-Imam an-Nasa’i, al-Imam Ibn Majah, dan al-Imam Abu Dawud) dengan sanad yang kuat.
  5. Juga hadits az-Zari’, bahwa ia termasuk rombongan utusan ‘Abd al-Qais, bahwa ia berkata:

    فَجَعَلْنَا نَتَبَادَرُ مِنْ رَوَاحِلِنَا فَنُقَبِّلُ يَدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

    “Maka kami bergegas turun dari kendaraan kami lalu kami mencium tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam”. (HR. Abu Dawud)
  6. Dalam hadits tentang peristiwa al-Ifk (tersebarnya kabar dusta bahwa as-Sayyidah ‘Aisyah berbuat zina) dari 'Aisyah, bahwa ia berkata: “Abu Bakar berkata kepadaku:

    قُوْمِيْ فَقَبِّلِيْ رَأْسَهُ.

    “Berdirilah dan cium kepalanya (Rasulullah)”. (HR. Ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir, j. 23, h. 108-114).
  7. Dalam kitab sunan yang tiga (Sunan Abu Dawud, at-Tirmidzi dan an-Nasa-i) dari ‘Aisyah, bahwa ia berkata:

    مَا رَأَيْتُ أَحَدًا كَانَ أَشْبَهَ سُمْتًا وَهَدْيَا وَدَلاًّ بِرَسُوْلِ اللهِ مِنْ فَاطِمَةَ، وَكَانَ إِذَا دَخَلَتْ عَلَيْهِ قَامَ إِلَيْهَا فَأَخَذَ بِيَدِهَا فَقَبَّلَهَا وَأَجْلَسَهَا فِيْ مَجْلِسِهِ، وَكَانَتْ إِذَا دَخَلَ عَلَيْهَا قَامَتْ إِلَيْهِ فَأَخَذَتْ بِيَدِهِ فَقَبَّلَتْهُ، وَأَجْلَسَتْهُ فِيْ مَجْلِسِهَا.

    “Aku tidak pernah melihat seorangpun lebih mirip dengan Rasulullah dari Fathimah dalam sifatnya, cara hidup dan gerak-geriknya. Ketika Fathimah datang kepada Rasulullah, maka Rasulullah berdiri menyambutnya lalu mengambil tangan Fathimah, kemudian Rasulullah mencium Fathimah dan membawanya duduk di tempat duduk beliau. Dan apabila Rasulullah datang kepada Fathimah, maka Fathimah berdiri menyambutnya lalu mengambil tangan Rasulullah, kemudian mencium Rasulullah, setelah itu ia mempersilahkan beliau duduk di tempatnya”.

    Demikian penjelasan al-Hafizh Ibn Hajar dalam kitab at-Talkhish al-Habir.

    Dalam hadits yang terakhir disebutkan, juga terdapat dalil tentang kebolehan berdiri untuk menyambut orang yang masuk datang ke suatu tempat, jika memang bertujuan untuk menghormati bukan untuk menyombongkan diri dan menampakkan keangkuhan.
  8. Hadits riwayat al-Imam Ahmad dan al-Imam at-Tirmidzi dari Anas ibn Malik yang menyebutkan bahwa para sahabat jika mereka melihat Rasulullah mereka tidak berdiri untuknya karena mereka mengetahui bahwa Rasulullah tidak menyukai hal itu, hadits ini tidak menunjukkan kemakruhan berdiri untuk menghormati. Pemaknaan hadits ini bahwa Rasulullah tidak menyukai hal itu karena beliau takut akan diwajibkan hal itu atas para sahabat. Dengan demikian, Rasulullah tidak menyukai hal itu karena beliau menginginkan keringanan bagi ummatnya. Sebagaimana sudah diketahui bahwa Rasulullah kadang suka melakukan sesuatu tapi ia meninggalkannya meskipun ia menyukainya karena beliau menginginkan keringanan bagi ummatnya.

    Sedangkan hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam Abu Dawud dan al-Imam at-Tirmidzi bahwa Rasulullah bersabda: مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَتَمَثَّلَ لَهُ الرِّجَالُ قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ (رَوَاه أبو دَاوُد والتّرمذيّ) berdiri yang dilarang dalam hadits ini adalah berdiri yang biasa dilakukan oleh orang-orang Romawi dan Persia kepada raja-raja mereka. Jika mereka ada di suatu majelis lalu raja mereka masuk, maka mereka berdiri untuk raja tersebut dengan Tamatstsul; artinya berdiri terus hingga sang raja pergi meninggalkan majelis atau tempat tersebut. Ini yang dimaksud dengan Tamatstsul dalam bahasa Arab. Sedangkan riwayat yang disebutkan oleh sebagian orang bahwa Rasulullah menarik tangannya dari tangan orang yang hendak menciumnya, ini adalah hadits yang sangat lemah menurut ahli hadits (Ibn Hibban meriwayatkannya dalam Kitab adl-Dlu’afa’, j. 2, h. 51, al-Hafizh as-Suyuthi dalam al-Jami’ ash-Shaghir menganggapnya dla’if. Demikian pula dinyatakan dla’if oleh al-Hafizh al-‘Iraqi, al-Hafizh as-Sakhawi, al-Hafizh Ibn Hajar, dan lainnya. Bahkan al-Hafizh Ibn al-Jauzi mengklaimnya sebagai hadits Maudlu’. Lihat al-Maudlu’at, j. 3, h. 46-47). Maka sangat aneh bila ada orang yang menyebut-nyebut hadits dla’if ini dengan tujuan menjelekkan perbuatan mencium tangan. Bagaimana dia meninggalkan sekian banyak hadits shahih yang membolehkan mencium tangan, dan dia berpegangan dengan hadits yang sangat lemah untuk melarangnya!? Hasbunallah.

Senin, 06 Mei 2013

nasehat

Nasehat tentang hidup


Nasehat Sang Guru Kepada Raden Santri Ciklenteng
“Bangunlah hai putera Lor Ing Wringin”, janganlah menuruti kelemahan hati yang menyuarakan keserakahan, enyahkanlah bisikan setan itu, bangkitlah hai murid ku!”. Raden Santri lalu bangkit, “Dengarkan muridku akan kuberikan pelajaran yang amat tinggi dari Kanjeng Rasul untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat”.
Sang Guru  menghela nafas sebelum memberikan wejangannya, lalu sambil duduk di atas sebuah batu di sisi pohon beringin tua dia memulai wejangannya.
” Agama Islam lahir sebagai agama penutup, tidak akan ada lagi agama yang diridhai Gusti Allah selain Islam.
Kitab suci Al Qur’an lahir sebagai pelengkap dari semua kitab suci sebelumnya yaitu Taurat, Zabur, dan Injil. Memang sudah menjadi takdir Hyang Maha Kuasa kalau semua pemeluk kitab sebelum Al Qur’an itu akan selalu memusuhi para pemeluk agama Islam jika mereka menolak untuk masuk Islam, dan diantara para pemeluk Islam pun akan selalu muncul perbedaan, hal itu dikarenakan terbatasnya daya berpikir manusia yang tidak akan pernah bisa menyingkap takdir Illahi”.
Sambil memandang ke arah Barat Sang Guru menyedekapkan tangannya lalu melanjutkan ucapannya
“Tanpa persengketaan manusia tidak akan bergairah untuk hidup lebih maju. Tanpa perangpun semua mahluk akan menemui ajal yang telah digariskan. Setelah itu diganti dengan manusia yang baru untuk meneruskan sisa pekerjaan yang telah mati. Demikianlah seterusnya seperti alam raya yang terus bergerak berputar tak pernah diam, demikian pula pikiran manusia setiap detik bergerak terus tak pernah berhenti. Manusia sebagai tempat roh akan mengalami masa bayi, kanak-kanak, dewasa sampai kemudian mati, bagi yang tawakal berserah diri kepada Gusti Allah tidak akan goncang hatinya. Walaupun tidak perang, alam akan merusak dan menghancurkan kehidupan agar manusia menjadi sadar, bahwa dia tak berkuasa apa-apa di dunia ini. Pandanglah kehidupan di sekitar kehidupanmu anakku, mereka  manusia sudah banyak yang tak menyadari asalnya dan diperbudak oleh khayalan. Perjalanan hidup manusia tidak bisa tetap, bagaikan alam, ada terang dan gelap, ada panas dan dingin, berubah-ubah sesuai kehendak Hyang Maha Kuasa. Usia hidup di alam ini kasar ini tak ubahnya seperti kedipan mata cepatnya bila dibandingkan dengan usia alam yang berjuta-juta tahun. Oleh sebab itu terimalah segala derita ataupun semua cobaan dengan ikhlas menerima pada yang telah digariskan Gusti Allah.”
Sang Guru lalu mengelus-elus jenggotnya
“Atma atau roh itu tak dapat dihancurkan dengan kekuatan apapun, tak dapat dilihat, tak dapat dipikirkan, tak bisa berubah sifatnya. Tak bisa dibunuh walaupun jasad yang menjadi tempatnya bersemayam dihancurkan. Semua mahluk pada permulaannya tidak tampak, setelah melalui nafsu birahi antara pria dan wanita disatukan, barulah dibentuk dalam rahim. Setelah dilahirkan barulah nampak, semenjak kecil hingga tua bangka, mereka tak menyadari bahwa mereka berasal dari tak tampak yaitu tiada. Kematian menjadi  sesuatu yang  menakutkan bagi yang tak mengenal atmanya.
Orang seringkali memperbincangkan tentang roh, meskipun demikian hanya beberapa orang saja yang mengerti pada sifat abadi itu. Ada dan tiada sama saja bagi siapa yang sesungguhnya mengetahui sajatining kebenaran. Yang menguasai manusia di alam lahir ialah pancaindra, sedangkan Atma adalah pendukung raga seluruhnya. Lahirnya pancaindra setelah menjelma menjadi manusia, sedangkan atma sudah ada sebelum manusia lahir ke dunia. Tetapi janganlah menyekutukan atma dan pancaindra, karena di dalam pancaindra itu terdapat nafsu-pikiran, itikad perasaan dan akal. Siapa yang beritikad baik pikirannya pun akan tenang, nafsunya dapat terkendalikan, perasaannya akan lebih tajam, dan akalnya pun akan lebih cerdas. Siapa yang dapat mengendalikan seluruh panca indranya dan memusatkan akal budinya terhadap atma untuk bersujud berserah diri kepada Illahi, dialah yang akan menemukan kebahagiaan sejati nan abadi dunia-akhirat. Illahi adalah yang tak ada habis-habisnya dan tertinggi yang menciptakan alam semesta dengan segala isinya, Adhi Atma adalah roh suci yang bersemayam dalam diri manusia, setan adalah nafsu negatif yang menimbulkan nafsu keduniawian. Siapa yang mengingat bahwa Gusti Allah adalah yang paling esa berkuasa, maka dialah yang mengetahui kebenaran.
Desiran angin menggetarkan tempat itu, semakin lama semakin kencang, namun Sang Guru meneruskan wejangannya
” Orang yang sempit pikirannya menganggap Illahi itu hanya bersifat tidak kelihatan dan beranggapan Illahi itu omong kosong belaka yang tidak masuk akal, padahal Illahi ada dimana-mana dalam segala bentuk dan kekal sifatnya yang memberikan daya berpikir pada seluruh manusia. Bukan Ilmu ataupun kesaktian fisik yang bisa menuntun ke jalan yang manunggal di Jalan Illahi, karena ilmu tanpa disertai budi, dan kesaktian lahir adalah kesombongan dan kemurkaan. Dia yang beriman, bertaqwa, dan bertawakkal kepadanya dan berikhtiar mempersatukan dia dengan Illahi sambil menjalankan kebajikan, dan menyebarkan ajaran Illahi dia akan mencapai sifat yang diridhai Gusti Allah untuk menjadi Khalifah Umatnya. Apa yang disebut perikebajikan adalah rendah hati, jujur, sabar, dapat melepaskan pikiran dan hawa nafsu keduniawian, dan tidak menyimpan kebencian.  siapa yang mengakui segala yang terjadi akibat kesalahannya sendiri dialah yang nerima.
Bangkitlah engkau anakku!
Raden Santri mengangkat kepalanya “Yang kanjeng Sunan wejangkan benar-benar meresap dalam sanubariku.
Janganlah terpengaruh oleh kesibukan dan nikmat duniawi yang tercipta dari setan pembawa hawa nafsu yang merusak. Dengan demikian Engkau Anakku akan senantiasa tenang, sadarlah  bahwa semua pergolakan  dan keresahan  disebabkan oleh setan. Bagaikan orang yang berjalan di lorong gelap gulita yang menemukan pelita, demikianlah orang yang berserah diri kepada Gusti Allah SWT”.Jagalah kebersihan hatimu tunduk dan patuhlah pada kebaikan hatimu singkirkan ajakan sisi gelap hatimu,Berbahagialah karena engkau sudah tahu halal haram akibat dari kamu telah belajar,jangan remehkan tentang Agamamu sesungguhnya Dia mengajak pada keselamatan.
Angin terus berdesir meniup pucuk daun beringin tua itu,suara ayam jago mulai membawa pagi sang gurupun pamit seperti biasanya untuk mengajar ahlak budi pekerti di lain tempat

Sabtu, 20 April 2013

wasiat untuk para istri......





Berikut ini sepuluh wasiat untuk wanita, untuk istri, untuk ibu rumah tangga dan ibunya anak-anak yang ingin menjadikan rumahnya sebagai pondok yang tenang dan tempat nan aman yang dipenuhi cinta dan kasih sayang, ketenangan dan kelembutan.
Wahai wanita mukminah!
Sepuluh wasiat ini aku persembahkan untukmu, yang dengannya engkau membuat ridla Tuhanmu, engau dapat membahagiakan suamimu dan engkau dapat menjaga tahtamu.
Wasiat Pertama: Takwa kepada Allah dan menjauhi maksiat
Bila engkau ingin kesengsaraan bersarang di rumahmu dan bertunas, maka bermaksiatlah kepada Allah!!
Sesungguhnya kemaksiatan menghancurkan negeri dan menggoncangkan kerajaan. Maka janganlah engkau goncangkan rumahmu dengan berbuat maksiat kepada Allah dan jangan engkau seperti Fulanah yang telah bermaksiat kepada Allah… Maka ia berkata dengan menyesal penuh tangis setelah dicerai oleh sang suami: “Ketaatan menyatukan kami dan maksiat menceraikan kami…”
Wahai hamba Allah… Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu dan menjaga untukmu suamimu dan rumahmu. Sesungguhnya ketaatan akan mengumpulkan hati dan mempersatukannya, sedangkan kemaksiatan akan mengoyak hati dan mencerai-beraikan keutuhannya.
Karena itulah, salah seorang wanita shalihah jika mendapatkan sikap keras dan berpaling dari suaminya, ia berkata “Aku mohon ampun kepada Allah… itu terjadi karena perbuatan tanganku (kesalahanku)…”
Maka hati-hatilah wahai saudariku muslimah dari berbuat maksiat, khususnya:
- Meninggalkan shalat atau mengakhirkannya atau menunaikannya dengan cara yang tidak benar. Duduk di majlis ghibah dan namimah, berbuat riya’ dan sum’ah.
- Menjelekkan dan mengejek orang lain. Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan janganlah wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan).” (Al Hujuraat: 11)
- Keluar menuju pasar tanpa kepentingan yang sangat mendesak dan tanpa didampingi mahram. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:



أَحَبُّ الْبِلادِ إِلَى اللهِ مَسَاجِدُهُمْ وَأَبْغَضَ الْبِلادِ إِلَى اللهِ أَسْوَاقُهُمْ “Negeri yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya dan negeri yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasarnya.”1
- Mendidik anak dengan pendidikan barat atau menyerahkan pendidikan anak kepada para pembantu dan pendidik-pendidik yang kafir.
- Meniru wanita-wanita kafir. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:



مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ “Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.”2
- Menyaksikan film-film porno dan mendengarkan nyanyian.
- Membaca majalah-majalah lawakan/humor.
- Membiarkan sopir dan pembantu masuk ke dalam rumah tanpa kepentingan mendesak.
- Membiarkan suami dalam kemaksiatannya.3
- Bersahabat dengan wanita-wantia fajir dan fasik. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:



الْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ “Seseorang itu menurut agama temannya.”4
- Tabarruj (pamer kecantikan) dan sufur (membuka wajah)
Wasiat kedua: Berupaya mengenal dan memahami suami
Hendaknya seorang istri berupaya memahami suaminya. Ia tahu apa yang disukai suami maka ia berusaha memenuhinya. Dan ia tahu apa yang dibenci suami maka ia berupaya untuk menjauhinya, dengan catatan selama tidak dalam perkara maksiat kepada Allah, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al Khaliq (Allah Ta`ala). Berikut ini dengarkanlah kisah seorang istri yang bijaksana yang berupaya memahami suaminya.
Berkata sang suami kepada temannya: “Selama dua puluh tahun hidup bersama belum pernah aku melihat dari istriku perkara yang dapat membuatku marah.”
Maka berkata temannya dengan heran: “Bagaimana hal itu bisa terjadi.”
Berkata sang suami: “Pada malam pertama aku masuk menemui istriku, aku mendekat padanya dan aku hendak menggapainya dengan tanganku, maka ia berkata: ‘Jangan tergesa-gesa wahai Abu Umayyah.’ Lalu ia berkata: ‘Segala puji bagi Allah dan shalawat atas Rasulullah… Aku adalah wanita asing, aku tidak tahu tentang akhlakmu, maka terangkanlah kepadaku apa yang engkau sukai niscaya aku akan melakukannya dan apa yang engkau tidak sukai niscaya aku akan meninggalkannya.’ Kemudian ia berkata: ‘Aku ucapkan perkataaan ini dan aku mohon ampun kepada Allah untuk diriku dan dirimu.’”
Berkata sang suami kepada temannya: “Demi Allah, ia mengharuskan aku untuk berkhutbah pada kesempatan tersebut. Maka aku katakan: ‘Segala puji bagi Allah dan aku mengucapkan shalawat dan salam atas Nabi dan keluarganya. Sungguh engkau telah mengucapkan suatu kalimat yang bila engkau tetap berpegang padanya, maka itu adalah kebahagiaan untukmu dan jika engkau tinggalkan (tidak melaksanakannya) jadilah itu sebagai bukti untuk menyalahkanmu. Aku menyukai ini dan itu, dan aku benci ini dan itu. Apa yang engkau lihat dari kebaikan maka sebarkanlah dan apa yang engkau lihat dari kejelekkan tutupilah.’ Istri berkata: ‘Apakah engkau suka bila aku mengunjungi keluargaku?’ Aku menjawab: ‘Aku tidak suka kerabat istriku bosan terhadapku’ (yakni si suami tidak menginginkan istrinya sering berkunjung). Ia berkata lagi: ‘Siapa di antara tetanggamu yang engkau suka untuk masuk ke rumahmu maka aku akan izinkan ia masuk? Dan siapa yang engkau tidak sukai maka akupun tidak menyukainya?’ Aku katakan: ‘Bani Fulan adalah kaum yang shaleh dan Bani Fulan adalah kaum yang jelek.’”
Berkata sang suami kepada temannya: “Lalu aku melewati malam yang paling indah bersamanya. Dan aku hidup bersamanya selama setahun dalam keadaan tidak pernah aku melihat kecuali apa yang aku sukai. Suatu ketika di permulaan tahun, tatkala aku pulang dari tempat kerjaku, aku dapatkan ibu mertuaku ada di rumahku. Lalu ibu mertuaku berkata kepadaku: ‘Bagaimana pendapatmu tentang istrimu?’”
Aku jawab: “Ia sebaik-baik istri.”
Ibu mertuaku berkata: “Wahai Abu Umayyah.. Demi Allah, tidak ada yang dimiliki para suami di rumah-rumah mereka yang lebih jelek daripada istri penentang (lancang). Maka didiklah dan perbaikilah akhlaknya sesuai dengan kehendakmu.”
Berkata sang suami: “Maka ia tinggal bersamaku selama dua puluh tahun, belum pernah aku mengingkari perbuatannya sedikitpun kecuali sekali, itupun karena aku berbuat dhalim padanya.”5
Alangkah bahagia kehidupannya…! Demi Allah, aku tidak tahu apakah kekagumanku tertuju pada istri tersebut dan kecerdasan yang dimilikinya? Ataukah tertuju pada sang ibu dan pendidikan yang diberikan untuk putrinya? Ataukah terhadap sang suami dan hikmah yang dimilikinya? Itu adalah keutamaan Allah yang diberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki.
Wasiat ketiga: Ketaatan yang nyata kepada suami dan bergaul dengan baik
Sesungguhnya hak suami atas istrinya itu besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:



لَوْ كُنْتُ آمِرَا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا “Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.”6
Hak suami yang pertama adalah ditaati dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah dan baik dalam bergaul dengannya serta tidak mendurhakainya. Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:



إِثْنَانِ لا تُجَاوِزُ صَلاتُهُمَا رُؤُوْسُهُمَا: عَبْدٌ آبَق مِنْ مَوَالِيْهِ حَتَّى يَرْجِعَ وَامْرَأَةٌ عَصَتْ زَوْجَهَا حَتَّى تَرْجِعَ “Dua golongan yang shalatnya tidak akan melewati kepalanya, yaitu budak yang lari dari tuannya hingga ia kembali dan istri yang durhaka kepada suaminya hingga ia kembali.”7
Karena itulah Aisyah Ummul Mukminin berkata dalam memberi nasehat kepada para wanita: “Wahai sekalian wanita, seandainya kalian mengetahui hak suami-suami kalian atas diri kalian niscaya akan ada seorang wanita di antara kalian yang mengusap debu dari kedua kaki suaminya dengan pipinya.”8
Engkau termasuk sebaik-baik wanita!!
Dengan ketaatanmu kepada suamimu dan baiknya pergaulanmu terhadapnya, engkau akan menjadi sebaik-baik wanita, dengan izin Allah. Pernah ada yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Wanita bagaimanakah yang terbaik?” Beliau menjawab:



اَلَّتِى تَسِرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيْعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلا تُخَالِفُهُ فِيْ نَفْسِهَا وَلا مَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ “Yang menyenangkan suami ketika dipandang, taat kepada suami jika diperintah dan ia tidak menyalahi pada dirinya dan hartanya dengan yang tidak disukai suaminya.” (Isnadnya hasan)
Ketahuilah, engkau termasuk penduduk surga dengan izin Allah, jika engkau bertakwa kepada Allah dan taat kepada suamimu, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:



اَلْمَرْأَةُ إِذَا صَلَّتْ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَأَحْصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، فَلْتَدْخُلُ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ “Bila seorang wanita shalat lima waktu, puasa pada bulan Ramadlan, menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan.”9
Wasiat keempat: Bersikap qana’ah (merasa cukup)
Kami menginginkan wanita muslimah ridla dengan apa yang diberikan (suami) untuknya baik itu sedikit ataupun banyak. Maka janganlah ia menuntut di luar kesanggupan suaminya atau meminta sesuatu yang tidak perlu. Dalam riwayat disebutkan “Wanita yang paling besar barakahnya.” Wahai siapa gerangan wanita itu?! Apakah dia yang menghambur-hamburkan harta menuruti selera syahwatnya dan mengenyangkan keinginannya? Ataukah dia yang biasa mengenakan pakaian termahal walau suaminya harus berhutang kepada teman-temannya untuk membayar harganya?! Sekali-kali tidak… demi Allah, namun (mereka adalah):



أَعْظَمُ النِّسَاءِ بَرَكَةٌ، أَيْسَرُّهُنَّ مُؤْنَةً “Wanita yang paling besar barakahnya adalah yang paling ringan maharnya.”10
Renungkanlah wahai suadariku muslimah adabnya wanita salaf radliallahu ‘anhunna… Salah seorang dari mereka bila suaminya hendak keluar rumah ia mewasiatkan satu wasiat padanya. Apa wasiatnya? Ia berkata kepada sang suami: “Hati-hatilah engkau wahai suamiku dari penghasilan yang haram, karena kami bisa bersabar dari rasa lapar namun kami tidak bisa sabar dari api neraka…”
Adapun sebagian wanita kita pada hari ini apa yang mereka wasiatkan kepada suaminya jika hendak keluar rumah?! Tak perlu pertanyaan ini dijawab karena aku yakin engkau lebih tahu jawabannya dari pada diriku.
Wasiat kelima: Baik dalam mengatur urusan rumah, seperti mendidik anak-anak dan tidak menyerahkannya pada pembantu, menjaga kebersihan rumah dan menatanya dengan baik dan menyiapkan makan pada waktunya. Termasuk pengaturan yang baik adalah istri membelanjakan harta suaminya pada tempatnya (dengan baik), maka ia tidak berlebih-lebihan dalam perhiasan dan alat-alat kecantikan.
Renungkanlah semoga Allah menjagamu, kisah seorang wanita, istri seorang tukang kayu… Ia bercerita: “Jika suamiku keluar mencari kayu (mengumpulkan kayu dari gunung) aku ikut merasakan kesulitan yang ia temui dalam mencari rezki, dan aku turut merasakan hausnya yang sangat di gunung hingga hampir-hampir tenggorokanku terbakar. Maka aku persiapkan untuknya air yang dingin hingga ia dapat meminumnya jika ia datang. Aku menata dan merapikan barang-barangku (perabot rumah tangga) dan aku persiapkan hidangan makan untuknya. Kemudian aku berdiri menantinya dengan mengenakan pakaianku yang paling bagus. Ketika ia masuk ke dalam rumah, aku menyambutnya sebagaimana pengantin menyambut kekasihnya yang dicintai, dalam keadaan aku pasrahkan diriku padanya… Jika ia ingin beristirahat maka aku membantunya dan jika ia menginginkan diriku aku pun berada di antara kedua tangannya seperti anak perempuan kecil yang dimainkan oleh ayahnya.”
Wasiat keenam: Baik dalam bergaul dengan keluarga suami dan kerabat-kerabatnya, khususnya dengan ibu suami sebagai orang yang paling dekat dengannya. Wajib bagimu untuk menampakkan kecintaan kepadanya, bersikap lembut, menunjukkan rasa hormat, bersabar atas kekeliruannya dan engkau melaksanakan semua perintahnya selama tidak bermaksiat kepada Allah semampumu.
Berapa banyak rumah tangga yang masuk padanya pertikaian dan perselisihan disebabkan buruknya sikap istri terhadap ibu suaminya dan tidak adanya perhatian akan haknya. Ingatlah wahai hamba Allah, sesungguhnya yang bergadang dan memelihara pria yang sekarang menjadi suamimu adalah ibu ini, maka jagalah dia atas kesungguhannya dan hargailah apa yang telah dilakukannya. Semoga Allah menjaga dan memeliharamu. Maka adakah balasan bagi kebaikan selain kebaikan?
Wasiat ketujuh: Menyertai suami dalam perasaannya dan turut merasakan duka cita dan kesedihannya.
Jika engkau ingin hidup dalam hati suamimu maka sertailah dia dalam duka cita dan kesedihannya. Aku ingin mengingatkan engkau dengan seorang wanita yang terus hidup dalam hati suaminya sampaipun ia telah meninggal dunia. Tahun-tahun yang terus berganti tidak dapat mengikis kecintaan sang suami padanya dan panjangnya masa tidak dapat menghapus kenangan bersamanya di hati suami. Bahkan ia terus mengenangnya dan bertutur tentang andilnya dalam ujian, kesulitan dan musibah yang dihadapi. Sang suami terus mencintainya dengan kecintaan yang mendatangkan rasa cemburu dari istri yang lain, yang dinikahi sepeninggalnya. Suatu hari istri yang lain itu (yakni Aisyah radliallahu ‘anha) berkata:



مَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ لِلنَّبِيِّ؟ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَةَ هَلَكَتْ قَبْلَ أَنْ يَتَزَوَّجَنِي، لَمَّا كُنْتُ أَسْمَعُهُ يَذْكُرُهَا “Aku tidak pernah cemburu kepada seorang pun dari istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti cemburuku pada Khadijah, padahal ia meninggal sebelum beliau menikahiku, mana kala aku mendengar beliau selalu menyebutnya.”11
Dalam riwayat lain:



مَا غِرْتُ عَلَى أَحَدٍ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَةَ وَمَا رَأَيْتُهَا وَلَكِنْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ ذِكْرَهَا “Aku tidak pernah cemburu kepada seorangpun dari istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti cemburuku pada Khadijah, padahal aku tidak pernah melihatnya, akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam banyak menyebutnya.”12
Suatu kali Aisyah berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setelah beliau menyebut Khadijah:



كَأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ فِي الدُّنْيَا امْرَأَةٌ إِلا خَدِيْجَةُ فَيَقُولُ لَهَا إِنَّهَا كَانَتْ وَكَانَتْ “Seakan-akan di dunia ini tidak ada wanita selain Khadijah?!” Maka beliau berkata kepada Aisyah: ‘Khadijah itu begini dan begini.’”13
Dalam riwayat Ahmad pada Musnadnya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “begini dan begini” (dalam hadits diatas) adalah sabda beliau:



آمَنَتْبِي حِيْنَ كَفَرَ النَّاسُ وَصَدَّقَتْنِي إِذْكَذَّبَنِي النَّاسُ رَوَاسَتْنِي بِمَالِهَا إِذْحَرَمَنِي النَّاسُ وَرَزَقَنِي اللهُ مِنْهَا الوَلَد “Ia beriman kepadaku ketika semua orang kufur, ia membenarkan aku ketika semua orang mendustakanku, ia melapangkan aku dengan hartanya ketika semua orang meng-haramkan (menghalangi) aku dan Allah memberiku rezki berupa anak darinya.”14
Dialah Khadijah yang seorangpun tak akan lupa bagaimana ia mengokohkan hati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan memberi dorongan kepada beliau. Dan ia menyerahkan semua yang dimilikinya di bawah pengaturan beliau dalam rangka menyampaikan agama Allah kepada seluruh alam.
Seorangpun tidak akan lupa perkataannya yang masyhur yang menjadikan Nabi merasakan tenang setelah terguncang dan merasa bahagia setelah bersedih hati ketika turun wahyu pada kali yang pertama:



وَاللهُ لا يُخْزِيْكَ اللهُ أَبَدًا إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَكْسِبُ الْمَعْدُوْمَ وَتُعِيْنُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ “Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena sungguh engkau menyambung silaturahmi, menanggung orang lemah, menutup kebutuhan orang yang tidak punya dan engkau menolong setiap upaya menegakkan kebenaran.”15
Jadilah engkau wahai saudari muslimah seperi Khadijah, semoga Allah meridhainya dan meridlai kita semua.
Wasiat kedelapan: Bersyukur (berterima kasih) kepada suami atas kebaikannya dan tidak melupakan keutamaanya.
Siapa yang tidak tahu berterimakasih kepada manusia, ia tidak akan dapat bersyukur kepada Allah. Maka janganlah meniru wanita yang jika suaminya berbuat kebaikan padanya sepanjang masa (tahun), kemudian ia melihat sedikit kesalahan dari suaminya, ia berkata: “Aku sama sekali tidak melihat kebaikan darimu…” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:



يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ اَهْلِ النَّارِ فَقُلْنَ يَا رَسُولَ اللهِ وَلَمْ ذَلِكَ قَالَ تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ “Wahai sekalian wanita bersedekahlah karena aku melihat mayoritas penduduk nereka adalah kalian.” Maka mereka (para wanita) berkata: “Ya Rasulullah kepada demikian?” Beliau menjawab: “Karena kalian banyak melaknat dan mengkufuri kebaikan suami.”16
Mengkufuri kebikan suami adalah menentang keutamaan suami dan tidak menunaikan haknya.
Wahai istri yang mulia! Rasa terima kasih pada suami dapat engkau tunjukkan dengan senyuman manis di wajahmu yang menimbulkan kesan di hatinya, hingga terasa ringan baginya kesulitan yang dijumpai dalam pekerjaannya. Atau engkau ungkapkan dengan kata-kata cinta yang memikat yang dapat menyegarkan kembali cintamu dalam hatinya. Atau memaafkan kesalahan dan kekurangannya dalam menunaikan hakmu. Namun di mana bandingan kesalahan itu dengan lautan keutamaan dan kebaikannya padamu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:



لا يَنْظُرُ اللهَ إِلَى امْرَأَةٍ لا تَشْكُرُ زَوْجَهَا وَهِيَ لا تَسْتَغْنِيَ عَنْهُ “Allah tidak akan melihat kepada istri yang tidak tahu bersyukur kepada suaminya dan ia tidak merasa cukup darinya.”17
Wasiat kesembilan: Menyimpan rahasia suami dan menutupi kekurangannya (aibnya).
Istri adalah tempat rahasia suami dan orang yang paling dekat dengannya serta paling tahu kekhususannya (yang paling pribadi dari diri suami). Bila menyebarkan rahasia merupakan sifat yang tercela untuk dilakukan oleh siapa pun maka dari sisi istri lebih besar dan lebih jelek lagi.
Sesungguhnya majelis sebagian wanita tidak luput dari membuka dan menyebarkan aib-aib suami atau sebagian rahasianya. Ini merupakan bahaya besar dan dosa yang besar. Karena itulah ketika salah seorang istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebarkan satu rahasia beliau, datang hukuman keras, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersumpah untuk tidak mendekati isti tersebut selama satu bulan penuh.
Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat-Nya berkenaan dengan peristiwa tersebut.



وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَأَظْهَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ “Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari isteri-isterinya suatu peristiwa. Maka tatkala si istri menceritakan peristiwa itu (kepada yang lain), dan Allah memberitahukan hal itu kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepada beliau) dan menyembunyikan sebagian yang lain.” (At Tahriim: 3)
Suatu ketika Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam mengunjungi putranya Ismail, namun beliau tidak mejumpainya. Maka beliau tanyakan kepada istri putranya, wanita itu menjawab: “Dia keluar mencari nafkah untuk kami.” Kemudian Ibrahim bertanya lagi tentang kehidupan dan keadaan mereka. Wanita itu menjawab dengan mengeluh kepada Ibrahim: “Kami adalah manusia, kami dalam kesempitan dan kesulitan.” Ibrahim ‘Alaihis Salam berkata: “Jika datang suamimu, sampaikanlah salamku padanya dan katakanlah kepadanya agar ia mengganti ambang pintunya.” Maka ketika Ismail datang, istrinya menceritakan apa yang terjadi. Mendengar hal itu, Ismail berkata: “Itu ayahku, dan ia memerintahkan aku untuk menceraikanmu. Kembalilah kepada keluargamu.” Maka Ismail menceraikan istrinya. (Riwayat Bukhari)
Ibrahim ‘Alaihis Salam memandang bahwa wanita yang membuka rahasia suaminya dan mengeluhkan suaminya dengan kesialan, tidak pantas untuk menjadi istri Nabi maka beliau memerintahkan putranya untuk menceraikan istrinya.
Oleh karena itu, wahai saudariku muslimah, simpanlah rahasia-rahasia suamimu, tutuplah aibnya dan jangan engkau tampakkan kecuali karena maslahat yang syar’i seperti mengadukan perbuatan dhalim kepada Hakim atau Mufti (ahli fatwa) atau orang yang engkau harapkan nasehatnya. Sebagimana yang dilakukan Hindun radliallahu ‘anha di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hindun berkata: “Abu Sufyan adalah pria yang kikir, ia tidak memberiku apa yang mencukupiku dan anak-anakku. Apakah boleh aku mengambil dari hartanya tanpa izinnya?!”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ambillah yang mencukupimu dan anakmu dengan cara yang ma`ruf.”
Cukup bagimu wahai saudariku muslimah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:



إِنَّ مِنْ شَرِ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ أَحَدُهُمَا سِرُّ صَاحِبَهُ “Sesungguhnya termasuk sejelek-jelek kedudukan manusia pada hari kiamat di sisi Allah adalah pria yang bersetubuh dengan istrinya dan istri yang bersetubuh dengan suaminya, kemudian salah seorang dari keduanya menyebarkan rahasia pasanannya.”18
Wasiat terakhir: Kecerdasan dan kecerdikan serta berhati-hati dari kesalahan-kesalahan.
- Termasuk kesalahan adalah: Seorang istri menceritakan dan menggambarkan kecantikan sebagian wanita yang dikenalnya kepada suaminya, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang yang demikian itu dengan sabdanya:



لا تُبَاشِرُ مَرْأَةُ الْمَرْأَةَ فَتَنْعَتَهَا لِزَوْجِهَا كَأَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا “Janganlah seorang wanita bergaul dengan wanita lain lalu ia mensifatkan wanita itu kepada suaminya sehingga seakan-akan suaminya melihatnya.”19
Tahukah engkau mengapa hal itu dilarang?!
- Termasuk kesalahan adalah apa yang dilakukan sebagian besar istri ketika suaminya baru kembali dari bekerja. Belum lagi si suami duduk dengan enak, ia sudah mengingatkannya tentang kebutuhan rumah, tagihan, tunggakan-tunggakan dan uang jajan anak-anak. Dan biasanya suami tidak menolak pembicaraan seperti ini, akan tetapi seharusnyalah seorang istri memilih waktu yang tepat untuk menyampaikannya.
- Termasuk kesalahan adalah memakai pakaian yang paling bagus dan berhias dengan hiasan yang paling bagus ketika keluar rumah. Adapun di hadapan suami, tidak ada kecantikan dan tidak ada perhiasan.
Dan masih banyak lagi kesalahan lain yang menjadi batu sandungan (penghalang) bagi suami untuk menikmati kesenangan dengan istrinya. Istri yang cerdas adalah yang menjauhi semua kesalahan itu.
Footnote:
1Riwayat Muslim dalam Al-Masajid: (bab Fadlul Julus fil Mushallahu ba’dash Shubhi wa Fadlul Masajid)
2Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albany, lihat “Irwaul Ghalil“, no. 1269 dan “Shahihul Jami’” no. 6149
3Lihat kitab “Kaif Taksabina Zaujak?!” oleh Syaikh Ibrahim bin Shaleh Al Mahmud, hal. 13
4Riwayat Ahmad dan Tirmidzi, ia berkata: Hadits hasan gharib. Berkata Al Albany: “Hadits ini sebagaimana dikatakan oleh Tirmidzi.” Lihat takhrij “Misykatul Masabih” no. 5019
5Al Masyakil Az Zaujiyyah wa Hululuha fi Dlaw`il Kitab wa Sunnah wal Ma’ariful Haditsiyah oleh Muhammad Utsman Al Khasyat, hal. 28-29
6Riwayat Ahmad dan Tirmidzi, dishahihkan Al Albany, lihat “Shahihul Jami`us Shaghir” no. 5294
7Riwayat Thabrani dan Hakim dalam “Mustadrak“nya, dishahihkan Al Albany hafidhahullah sebagaimana dalam “Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah” no. 288
8Lihat kitab “Al Kabair” oleh Imam Dzahabi hal. 173, cetakan Darun Nadwah Al Jadidah
9Riwayat Ibnu Nuaim dalam “Al Hilyah“. Berkata Syaikh Al Albany: “Hadits ini memiliki penguat yang menaikkannya ke derajat hasan atau shahih.” Lihat “Misykatul Mashabih” no. 3254
10Hadits lemah, diriwayatkan Hakim dan dishahihkannya dan disepakati Dzahabi. Namun Al Albany mengisyaratkan kelemahan hadits ini. Illatnya pada Ibnu Sukhairah dan pembicaraaan tentangnya disebutkan secara panjang lebar pada tempatnya, lihatlah dalam “Silsilah Al Ahadits Ad Dlaifah” no. 1117
11Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab “Manaqibul Anshar“, bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
12Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab “Manaqibul Anshar“, bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
13Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab “Manaqibul Anshar“, bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
14Diriwayatkan Ahmad dalam Musnadnya 6/118 no. 24908. Aku katakan: Al Hafidh Ibnu Hajar membawakan riwayat ini dalam “Fathul Bari“, ia berkata: “Dalam riwayat Ahmad dari hadits Masruq dari Aisyah.” Dan ia menyebutkannya, kemudian mendiamkannya. Di tempat lain (juz 7/138), ia berkata: “Diriwayatkan Ahmad dan Thabrani.” Kemudian membawakan hadits tersebut. Berkata Syaikh kami Abdullah Al Hakami hafidhahullah: “Mungkin sebab diamnya Al Hafidh rahimahullah karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama Mujalid bin Said Al Hamdani. Dalam “At Taqrib” hal. 520, Al Hafidh berkata: “Ia tidak kuat dan berubah hapalannya pada akhir umurnya.” Al Haitsami bersikap tasahul (bermudah-mudah) dalam menghasankan hadits ini, beliau berkata dalam Al Majma’ (9/224): “Diriwayatkan Ahmad dan isnadnya hasan.”
15Muttafaq alaihi, diriwayatkan Bukhari dalam “Kitab Bad’il Wahyi” dan Muslim dalam “Kitabul Iman”
16Diriwayatkan Bukhari dalam “Kitab Al Haidl“, (bab Tarkul Haidl Ash Shaum) dan diriwayatkan Muslim dalam “Kitabul Iman” (bab Nuqshanul Iman binuqshanith Thaat)
17Diriwayatkan Nasa’i dalam “Isyratun Nisa’” dengan isnad yang shahih.
18Diriwayatkan Muslim dalam “An Nikah” (bab Tahrim Ifsya’i Sirril Mar’ah).
19Diriwayatkan Bukhari dalam “An Nikah” (bab Laa Tubasyir Al Mar’atul Mar’ah). Berkata sebagian ulama: “Hikmah dari larangan itu adalah kekhawatiran kagumnya orang yang diceritakan terhadap wanita yang sedang digambarkan, maka hatinya tergantung dengannya (menerawang membayangkannya) sehingga ia jatuh kedalam fitnah. Terkadang yang menceritakan itu adalah istrinya -sebagaimana dalam hadits dia atas- maka bisa jadi hal itu mengantarkan pada perceraiannya. Menceritakan kebagusan wanita lain kepada suami mengandung kerusakan-kerusakan yang tidak terpuji akibatnya.