Jumat, 29 Agustus 2014

SESUNGGUHNYA....'JIN' PUN TIDAK TAHU HAL YANG GHAIB




Oleh  :  pak Agus Balung
Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, jin baru mengetahuinya. Kalau sekiranya mengetahui hal yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.” (QS. Saba’: 14).
Suatu ketika  seseorang yang mengaku sebagai ‘orang pintar’ mendatangai seorang ustadz/kyai kecil, namanya ustadz Amir,  seorang ustadz  tak ternama dikampung terpencil disudut pelosok Jawa Timur.  Orang tersebut mengaku punya kemampuan untuk menerawang atau tembus pandang. Apabila melihat wanita yang ada di depannya, dia bisa melihat apa saja yang dibalik bajunya (telanjang bulat). Bahkan bila ada orang yang mandi di kamar mandi. Dia mengaku bisa melihat tubuh orang tersebut dari balik tembok. Apa yang dialaminya itu dianggap aneh oleh teman-temannya dan merupakan suatu kelainan. Dengan kemampuannya itu dia ingin menjajal kemampuan ustadz  kita.
Setelah tanya ke sana kemari, orang  pintar itu berhasil menemui ustadz Amir,   ‘orang pintar’ yang mengaku sempat tidak shalat lima waktu selama empat bulan itu bercerita bahwa dirinya telah mencoba menerawang dan mendeteksi keberadaan Ustad sebelum mendatanginya, tapi selalu gagal, padahal biasanya selalu tembus dan berhasil. Berarti kali ini jin yang ia miliki tidak bisa memberikan sinyal alias blank.
Itulah kisah perhelatan anak manusia yang berkolaborasi dengan jin, untuk menyibak hal-hal yang tidak tampak dari pandangan manusia biasa. Setiap yang dibisikkan oleh jinnya selalu dipercaya, setiap apa yang diperintahkannya selalu ditaati. Memang dalam realita praktik perdukunan, di antara mereka ada yang berhasil atau apa yang diomongkan si dukun cocok dengan fakta yang terjadi. Tapi banyak sekali yang gagal dan menyimpang dari realita, seperti sepenggal kisah di atas. Kalau begitu realitanya, benarkah imej masyarakat luas bahwa jin itu makhluk ghaib yang mengetahui segala hal-hal yang ghaib? Marilah kita mencari jawabannya dalam  syari’at islam.
Jin juga seperti manusia, tidak mengetahui hal yang ghaib
Secara umum jin itu seperti manusia,  mereka juga tidak mengetahui hal yang ghaib sebagaimana manusia. Kelemahan itu diakui sendiri oleh jin, Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi, ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka. (QS.Al-Jin: 10).
Keghaiban yang ada dalam kehidupan kita ada empat jenis, sebagian bisa diketahui oleh jin dan manusia dengan usaha-usaha mereka, dan sebagian lain tidak bisa dijangkau oleh mereka. Ragam dari keghaiban itu sebagai berikut:
1. Al-Ghaibul Maadhi  (Ghaib karena sudah berlalu), yaitu segala sesuatu atau kejadian yang terjadi pada zaman dahulu, yang mana kita tidak hidup sezaman dengannya sehingga kita tidak bisa melihat keberadaannya Sebenarnya keghaiban jenis ini bukan suatu ghaib yang tidak bisa diindra, tetapi karena keterbatasan indra kita untuk melihatnya dan karena berlalunya waktu, akhirnya masuk kategori ghaib.
Keghaiban jenis ini bisa ditembus oleh jin dan kroninya, ataupun manusia itu sendiri. Misalnya, telah terjadi perang Diponegoro dan pasukannya melawan penjajah Belanda. Bagi orang yang lahir setelah kemerdekaan negeri ini 1945, perang Diponegoro adalah kejadian yang ghaib, karena keladian itu terjadi beberapa tahun silam.
Kita sebagai manusia yang lahir setelah Tahun 1945 bisa melihat kejadian perang tersebut dengan melihat film documenter atau dengan membaca sejarahnya. Kalau ada dukun yang lahir setelah tahun 1945 bercerita tentang kejadian tahun 1900, jangan heran. Karena dia dapat informasi tersebut dari jin perewangannya. Karena umur jin memang relatif lebih lama bila dibanding umur manusia. Atau jin itu bertanya kepada jin-jin seniornya yang dahulunya sebagai saksi hidup atas kejadian tahun 1900 tersebut. Atau bisa jadi dukun itu baca buku sejarah atau dapat cerita turun temurun dari nenek moyangnya.
2. Al-Ghaibul Hadhir (Ghaib yang terjadi sekarang), yaitu segala sesuatu yang ada atau kejadian yang terjadi pada zaman sekarang tapi ghaib bagi kita. Karena jauhnya keladian dari posisi kita atau karena pandangan kita terhalang untuk bisa mengetahui kejadian itu.
Keghaiban jenis ini bisa dijangkau oleh jin ataupun manusia. Misalnya, ada seseorang yang datang ke dukun untuk mencari solusi dari permasalahan hidup yang menghimpitnya (usaha ini dilarang oleh lslam). Begitu orang itu masuk rumah dukun, si dukun langsung menebak dan membeberkan maksud orang sebut sebelum orang berkata sepatah katapun.
Padahal orang tadi rumahnya sangat jauh dengan tempat tinggalnya dukun, tapi apa yang dikatakan dukun ternyata persis dan tidak melenceng. Janganlah heran, karena jin piaraan dukun telah bertanya atau diberitahu oleh jin qarin (pendamping) orang tersebut. Lalu dibisikkan ke telinga dukun, dan dukupun nyerocos menebak maksud dari pasiennya yang datang.
Bisa juga dengan cara yang sangat sederhana, yaitu dengan mencari informasi dari orang orang bayaran yang telah disebarnya, yang bisa jadi orang tersebut kerabat pasien itu sendiri. Apalagi pada zaman sekarang, telepon rumah atau HP sudah banyak, bisa saja dukun itu telah dapat informas dari para intel yang telah disebarnya seputar makud dari pasien yang datang melalui telepon rumah atau HP nya.
Ada juga teman yang pernah mendengar cerita seperti itu langsung dari mantan korban tipu daya dukun yang ber sekongkol dengan kerabatnya sendiri.
3. Al-Ghaibul Istantaji (Ghaib yang bisa diprediksi), yaitu suatu kejadian yang belum terjadi tapi bisa diketahui hasilnya dari pengamatan dan analisa atas fenomena, lalu ditarik kesimpulannya sesuai hukum sebab akibat.
Keghaiban jenis ini juga bisa ditembus oleh jin, ataupun manusia biasa. Karena keghaiban ini berkaitan erat dengan hukum alam sebab akibat yang sudah diciptakan oleh Allah. Misalnya, orang yang normal kesehatannya dan pada suatu malam dia tidak tidur semalam suntuk. Kemudian ada temannya mensatakan. “Besok pagi kamu pasti ngantuk deh”. Setelah paginya datang, ternyata orang tersebut ngantuk berat. Dalam hal ini bukan berarti temannya tadi tahu sesuatu yang akan terjadi (ghaib), tapi itu adalah hasil dari sebab yang ada, yang secara sunnatullah akan berakibat seperti itu. Jadi, ngantuk yang akan dialami orang yang begadang semalaman itu adalah hal yang ghaib, karena belum terjadi dan hasilnya belum bisa dilihat oleh mata kita. Tapi setelah rasa ngantuk betul-betul menyerang orang tersebut, maka terbuktilah apa yang diucapkan temannya tadi. Walaupun bisa saja orang yang begadong tadi melakukan suatu aktifitas atau minum ramuan tertentu yang bisa menahan rasa kantuk atau menghilangkannya untuk mematahkan kesimpulan yang telah diambil olel temannya.
Begitulah jenis ghaib yang satu ini, kesimpulan yang dihasilkan berdasarkan ghalabatidl dlan (perkiraan yang lazim terjadi) dan bukan berdasarkan atas kepastian yang harus terjadi atau tidak bisa dihindari.
Ketiga jenis keghaiban diatas sering juga disebut dengan ghaib nisbi atau semu dan relatif, karena sebenarnya tidak masuk dalam kategori ghaib. Hanya karena keterbasan indra manusia saja, akhirnya manusia tidak bisa menembus dimensi ruang dan waktu. Tapi dengan cara-cara tertentu manusia terkadang bisa juga untuk mengetahui keghaiban yang nisbi, entah itu densan menggunakan peralatan teknologi modern atau dengan cara mistik dan sihir yang dilarang lslam. Apalagi jin, yang memang struktur tubuhnya berbeda dengan manusia dan bisa bergerak cepat, lebih cepat dari gerakan manusia. Maka sangatah mudah bagi mereka untuk menembus tiga jenis keghaiban di atas.
4. Al-Ghoibul Muthlaq (Ghaib yang benar-benar ghaib), atau sering juga disebut dengan Ghaib Hakiki. Yaitu, sesuatu yang ada atau peristiwa yang betul-betul terjadi, tapi panca indra kita tidak mampu menjangkau keberadaannya atau menangkap kronologi kejadiannya. Misalnya, Allah itu ada, tapi panca indra kita tidak pernah bisa melihat keberadaan-Nya. Manusia dengan alat secanggih apapun tidak akan bisa melihat keberadaan Allah. Begitu juga jin, dengan cara apapun mereka tidak akan bisa melihat Allah.
Keghaiban jenis ini hanya diketahui oleh Allah, tidak ada seorang pun dari makhluk-Nya yang bisa mengetahuinya kecuali para Rasul yang telah diberi wahyu tentang keghaiban tersebut. Atau malaikat yang diberi amanah untuk menyampaikan wahyu itu kepada para rasul-Nya.
Termasuk keghaiban yang tidak diketahui jin adalah datangnya ajal pada seseorang. Misalnya, kematian Nabi Sulaiman. Allah berfirman, Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, jin baru mengetahuinya. Kalau sekiranya mengetahui hal yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan." (QS. Saba’: 14).
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa jin tidak mengetahui hal yang ghaib (datangnya ajal Nabi Sulaiman). Maka dari itu mereka tetap bekerja sebagaimana yang diperintahkan Nabi Sulaiman. Mereka terus membangun gedung-gedung yang tinggi, patung-patung dan piring-piring yang  (besarnya) seperti kolam dan periuk-periuk yang tetap (berada diatas tungku), sebagaimana yang dijelaskan pada ayat sebelumnya. Padahal Nabi Sulaiman telah mati dalam posisi berdiri dan bersandar pada tongkatnya. Kondisi itu berlangsung hampir satu tahun lamanya.
Para jin itu baru mengetahui kematian Sulaiman, setelah rayap memakan tongkatnya kemudian Nabi Sulaiman  jatuh tersungkur. lnilah bukti konkrit atas ketidaktahuan jin terhadap hal yang benar-benar ghaib. Tidak seperti yang dipropagandakan oleh jin kepada manusia selama ini, sehingga banyak manusia yang mengira bahkan berkeyakinan bahwa jin adalah makhluk ghaib yang mengetahui segala hal yang ghaib. ltulah presepsi yang salah kaprah. Lihat Tafsir lbnu Katsir, juz: 3, hal: 535.
Kesimpulanya
Jadi, kalau ada dukun yang berkolaborasi dengan jin. Lalu meramal kejadian ghaib yang akan terjadi, dan kebetulan ramalan itu cocok. Berarti jin itu telah mencuri keghaiban tersebut dari langit, kemudian dibisikkan ke telinga si dukun. Aisyah pernah bercerita, “Ada orang-orang datang ke Rasulullah dan bertanya tentang dukun-dukun. Rasulullah menjawab, "Mereka itu tidak ada apa-apanya”. Lalu ada yang berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka kadangkadang memberitahu kepada kami berita yang benar-benar terjadi.” Rasulullah menjawab, “Kalimat itu bersumber dari kebenaran yang telah dicuri jin, kemudian disampaikan ke telinga walinya (para dukun). Tapi jin telah mencampur kebenaran dengan seratus kebohongan.” (HR. Bukhari).
Kalau jin juga tidak mengetahui hal-hal yang ghaib seperti kita, kenapa kita minta bantuannya untuk menyingkap misteri kehidupan ini? Dan kalau kita mengetahui para dukun itu bekerjasama dengan jin, kenapa kita terus mendatanginya? Kalau kita sadar bahwa kita ini sebagai umat Rasulullah, kenapa kita masih mengikuti dukun yang notabene mereka adalah utusan-utusan syetan di bumi ini.
Allah telah menegaskan dalam firman-Nya, “(Dialah Allah) yang Maha Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya.” (QS. Al-Jin: 26-27).
Al-Qur'an dalam ayat lain juga mengatakan, Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa saja yang dikehendaki-Nya diantara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertaqwa maka bagimu pahala yang besar (QS. AIi lmran: 179).
 
Semoga yang sedikit ini bermanfaat bagi kita semua, amin.
Wallahu a’lam

nasehat dari Al-Imam 'Ali Zainal 'Abidin

 

Dibawah ini adalah beberapa ungkapan atau mungkin secercah petunjuk dalam hidup yang mungkin bisa kita petik satu demi satu i'tibar dibalik itu semua. adapun ungkapan ini merupaka sebuah nasehat dari Al-Imam 'Ali Zainal 'Abidin QS.

• “Wahai anakku! Waspadalah terhadap lima macam manusia, dan janganlah kau bersahabat dan 
 seperjalanan dengan mereka:

“Jauhilah bersahabat dengan pendusta, karena dia seperti fatamorgana; mendekatkan sesuatu yang jauh darimu dan menjauhkan sesuatu yang dekat denganmu.

“Jauhilah bersahabat dengan orang fasik, karena dia akan menjualmu dengan sesuap nasi atau selainnya.

“Jauhilah bersahabat dengan orang kikir, karena dia akan membiarkanmu ketika engkau membutuhkannya.

“Jauhilah bersahabat dengan orang dungu (tolol), karena dia akan mencelakakanmu padahal semestinya ia ingin menolongmu.

“Dan jauhilah bersahabat dengan orang yang suka memutuskan silaturahmi, karena aku mendapatinya terlaknat di dalam kitab Allah.”

Barangsiapa yang mulia jiwanya maka dunia akan tampak rendah dalam pandangannya. 

Betapa indah hidup dan sungguh sangatlah berarti jika kita bisa berbagi bersama dalam memetiki'tibar pada sebuah kalam maupun nasehat dari para kekasih allah. semoga allah ridho kepada kita semua lantaran keridhoan allah kepada mereka pula. Aamiin