Oleh : pak
Agus Balung
“Maka
tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, jin baru mengetahuinya. Kalau sekiranya mengetahui hal yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.”
(QS.
Saba’:
14).
Suatu ketika seseorang yang mengaku sebagai ‘orang pintar’
mendatangai seorang ustadz/kyai kecil, namanya ustadz Amir, seorang ustadz tak ternama dikampung terpencil disudut
pelosok Jawa Timur. Orang tersebut
mengaku punya kemampuan untuk menerawang atau tembus pandang. Apabila melihat
wanita yang ada di depannya, dia bisa melihat apa saja yang dibalik bajunya
(telanjang bulat). Bahkan bila ada orang yang mandi di kamar mandi. Dia mengaku
bisa melihat tubuh orang tersebut dari balik tembok. Apa yang dialaminya itu
dianggap aneh oleh teman-temannya dan merupakan suatu kelainan. Dengan
kemampuannya itu dia ingin menjajal kemampuan ustadz kita.
Setelah tanya ke sana kemari,
orang pintar itu berhasil menemui ustadz
Amir, ‘orang pintar’ yang mengaku sempat tidak
shalat lima waktu selama empat bulan itu bercerita bahwa dirinya telah mencoba
menerawang dan mendeteksi keberadaan Ustad sebelum mendatanginya, tapi selalu
gagal, padahal biasanya selalu tembus dan berhasil. Berarti kali ini jin yang
ia miliki tidak bisa memberikan sinyal alias blank.
Itulah kisah perhelatan anak manusia
yang berkolaborasi dengan jin, untuk menyibak hal-hal yang tidak tampak dari
pandangan manusia biasa. Setiap yang dibisikkan oleh jinnya selalu dipercaya,
setiap apa yang diperintahkannya selalu ditaati. Memang dalam realita praktik
perdukunan, di antara mereka ada yang berhasil atau apa yang diomongkan si dukun
cocok dengan fakta yang terjadi. Tapi banyak sekali yang gagal dan menyimpang
dari realita, seperti sepenggal kisah di atas. Kalau begitu realitanya,
benarkah imej masyarakat luas bahwa jin itu makhluk ghaib yang mengetahui
segala hal-hal yang ghaib? Marilah kita mencari jawabannya dalam syari’at islam.
Jin juga seperti manusia, tidak mengetahui hal yang ghaib
Secara umum jin itu seperti manusia,
mereka juga tidak mengetahui hal yang
ghaib sebagaimana manusia. Kelemahan itu diakui sendiri oleh jin, “Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi, ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka”. (QS.Al-Jin:
10).
Keghaiban yang ada dalam kehidupan
kita ada empat jenis, sebagian bisa diketahui oleh jin dan manusia dengan
usaha-usaha mereka, dan sebagian lain tidak bisa dijangkau oleh mereka. Ragam
dari keghaiban itu sebagai berikut:
1. Al-Ghaibul Maadhi (Ghaib karena sudah
berlalu), yaitu segala sesuatu atau kejadian yang terjadi pada zaman dahulu,
yang mana kita tidak hidup sezaman dengannya sehingga kita tidak bisa melihat
keberadaannya Sebenarnya keghaiban jenis ini bukan suatu ghaib yang tidak bisa
diindra, tetapi karena keterbatasan indra kita untuk melihatnya dan karena
berlalunya waktu, akhirnya masuk kategori ghaib.
Keghaiban jenis ini bisa ditembus
oleh jin dan kroninya, ataupun manusia itu sendiri. Misalnya, telah terjadi
perang Diponegoro dan pasukannya melawan penjajah Belanda. Bagi orang yang
lahir setelah kemerdekaan negeri ini 1945, perang Diponegoro adalah kejadian
yang ghaib, karena keladian itu terjadi beberapa tahun silam.
Kita sebagai manusia yang lahir
setelah Tahun 1945 bisa melihat kejadian perang tersebut dengan melihat film
documenter atau dengan membaca sejarahnya. Kalau ada dukun yang lahir setelah
tahun 1945 bercerita tentang kejadian tahun 1900, jangan heran. Karena dia
dapat informasi tersebut dari jin perewangannya. Karena umur jin memang relatif
lebih lama bila dibanding umur manusia. Atau jin itu bertanya kepada jin-jin
seniornya yang dahulunya sebagai saksi hidup atas kejadian tahun 1900 tersebut.
Atau bisa jadi dukun itu baca buku sejarah atau dapat cerita turun temurun dari
nenek moyangnya.
2. Al-Ghaibul Hadhir (Ghaib yang terjadi sekarang), yaitu segala sesuatu yang
ada atau kejadian yang terjadi pada zaman sekarang tapi ghaib bagi kita. Karena
jauhnya keladian dari posisi kita atau karena pandangan kita terhalang untuk
bisa mengetahui kejadian itu.
Keghaiban jenis ini bisa dijangkau
oleh jin ataupun manusia. Misalnya, ada seseorang yang datang ke dukun untuk
mencari solusi dari permasalahan hidup yang menghimpitnya (usaha ini dilarang
oleh lslam). Begitu orang itu masuk rumah dukun, si dukun langsung menebak dan
membeberkan maksud orang sebut sebelum orang berkata sepatah katapun.
Padahal orang tadi rumahnya sangat
jauh dengan tempat tinggalnya dukun, tapi apa yang dikatakan dukun ternyata
persis dan tidak melenceng. Janganlah heran, karena jin piaraan dukun telah
bertanya atau diberitahu oleh jin qarin (pendamping) orang tersebut. Lalu
dibisikkan ke telinga dukun, dan dukupun nyerocos menebak
maksud dari pasiennya yang datang.
Bisa juga dengan cara yang sangat
sederhana, yaitu dengan mencari informasi dari orang orang bayaran yang telah
disebarnya, yang bisa jadi orang tersebut kerabat pasien itu sendiri. Apalagi
pada zaman sekarang, telepon rumah atau HP sudah banyak, bisa saja dukun itu
telah dapat informas dari para intel yang telah disebarnya seputar makud dari
pasien yang datang melalui telepon rumah atau HP nya.
Ada juga teman yang pernah mendengar
cerita seperti itu langsung dari mantan korban tipu daya dukun yang ber
sekongkol dengan kerabatnya sendiri.
3. Al-Ghaibul Istantaji (Ghaib yang bisa diprediksi), yaitu suatu kejadian yang
belum terjadi tapi bisa diketahui hasilnya dari pengamatan dan analisa atas
fenomena, lalu ditarik kesimpulannya sesuai hukum sebab akibat.
Keghaiban jenis ini juga bisa
ditembus oleh jin, ataupun manusia biasa. Karena keghaiban ini berkaitan erat
dengan hukum alam sebab akibat yang sudah diciptakan oleh Allah. Misalnya,
orang yang normal kesehatannya dan pada suatu malam dia tidak tidur semalam
suntuk. Kemudian ada temannya mensatakan. “Besok pagi kamu pasti ngantuk deh”.
Setelah paginya datang, ternyata orang tersebut ngantuk berat. Dalam hal ini
bukan berarti temannya tadi tahu sesuatu yang akan terjadi (ghaib), tapi itu
adalah hasil dari sebab yang ada, yang secara sunnatullah akan berakibat
seperti itu. Jadi, ngantuk yang akan dialami orang yang begadang semalaman itu
adalah hal yang ghaib, karena belum terjadi dan hasilnya belum bisa dilihat
oleh mata kita. Tapi setelah rasa ngantuk betul-betul menyerang orang tersebut,
maka terbuktilah apa yang diucapkan temannya tadi. Walaupun bisa saja orang
yang begadong tadi melakukan suatu aktifitas atau minum ramuan tertentu yang
bisa menahan rasa kantuk atau menghilangkannya untuk mematahkan kesimpulan yang
telah diambil olel temannya.
Begitulah jenis ghaib yang satu ini,
kesimpulan yang dihasilkan berdasarkan ghalabatidl dlan (perkiraan yang lazim terjadi) dan
bukan berdasarkan atas kepastian yang harus terjadi atau tidak bisa dihindari.
Ketiga jenis keghaiban diatas sering
juga disebut dengan ghaib nisbi atau semu dan relatif, karena sebenarnya tidak
masuk dalam kategori ghaib. Hanya karena keterbasan indra manusia saja,
akhirnya manusia tidak bisa menembus dimensi ruang dan waktu. Tapi dengan cara-cara
tertentu manusia terkadang bisa juga untuk mengetahui keghaiban yang nisbi,
entah itu densan menggunakan peralatan teknologi modern atau dengan cara mistik
dan sihir yang dilarang lslam. Apalagi jin, yang memang struktur tubuhnya
berbeda dengan manusia dan bisa bergerak cepat, lebih cepat dari gerakan
manusia. Maka sangatah mudah bagi mereka untuk menembus tiga jenis keghaiban di
atas.
4. Al-Ghoibul Muthlaq (Ghaib yang benar-benar ghaib), atau sering juga disebut
dengan Ghaib Hakiki. Yaitu, sesuatu yang ada atau peristiwa yang betul-betul
terjadi, tapi panca indra kita tidak mampu menjangkau keberadaannya atau
menangkap kronologi kejadiannya. Misalnya, Allah itu ada, tapi panca indra kita
tidak pernah bisa melihat keberadaan-Nya. Manusia dengan alat secanggih apapun
tidak akan bisa melihat keberadaan Allah. Begitu juga jin, dengan cara apapun
mereka tidak akan bisa melihat Allah.
Keghaiban jenis ini hanya diketahui
oleh Allah, tidak ada seorang pun dari makhluk-Nya yang bisa mengetahuinya
kecuali para Rasul yang telah diberi wahyu tentang keghaiban tersebut. Atau
malaikat yang diberi amanah untuk menyampaikan wahyu itu kepada para rasul-Nya.
Termasuk keghaiban yang tidak
diketahui jin adalah datangnya ajal pada seseorang. Misalnya, kematian Nabi
Sulaiman. Allah berfirman, “Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, jin baru mengetahuinya. Kalau sekiranya mengetahui hal yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan." (QS. Saba’: 14).
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa
jin tidak mengetahui hal yang ghaib (datangnya ajal Nabi Sulaiman). Maka dari
itu mereka tetap bekerja sebagaimana yang diperintahkan Nabi Sulaiman. Mereka
terus membangun gedung-gedung yang tinggi, patung-patung dan piring-piring yang
(besarnya) seperti kolam dan
periuk-periuk yang tetap (berada diatas tungku), sebagaimana yang dijelaskan
pada ayat sebelumnya. Padahal Nabi Sulaiman telah mati dalam posisi berdiri dan
bersandar pada tongkatnya. Kondisi itu berlangsung hampir satu tahun lamanya.
Para jin itu baru mengetahui
kematian Sulaiman, setelah rayap memakan tongkatnya kemudian Nabi Sulaiman
jatuh tersungkur. lnilah bukti konkrit atas ketidaktahuan jin terhadap
hal yang benar-benar ghaib. Tidak seperti yang dipropagandakan oleh jin kepada
manusia selama ini, sehingga banyak manusia yang mengira bahkan berkeyakinan
bahwa jin adalah makhluk ghaib yang mengetahui segala hal yang ghaib. ltulah
presepsi yang salah kaprah. Lihat Tafsir lbnu Katsir, juz: 3, hal: 535.
Kesimpulanya
:
Jadi, kalau ada dukun yang
berkolaborasi dengan jin. Lalu meramal kejadian ghaib yang akan terjadi, dan
kebetulan ramalan itu cocok. Berarti jin itu telah mencuri keghaiban tersebut
dari langit, kemudian dibisikkan ke telinga si dukun. Aisyah pernah bercerita,
“Ada orang-orang datang ke Rasulullah dan bertanya tentang dukun-dukun.
Rasulullah menjawab, "Mereka itu tidak ada apa-apanya”. Lalu ada yang
berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka kadangkadang memberitahu kepada
kami berita yang benar-benar terjadi.” Rasulullah menjawab, “Kalimat itu
bersumber dari kebenaran yang telah dicuri jin, kemudian disampaikan ke telinga
walinya (para dukun). Tapi jin telah mencampur kebenaran dengan seratus
kebohongan.” (HR. Bukhari).
Kalau jin juga tidak mengetahui hal-hal
yang ghaib seperti kita, kenapa kita minta bantuannya untuk menyingkap misteri
kehidupan ini? Dan kalau kita mengetahui para dukun itu bekerjasama dengan jin,
kenapa kita terus mendatanginya? Kalau kita sadar bahwa kita ini sebagai umat
Rasulullah, kenapa kita masih mengikuti dukun yang notabene mereka adalah
utusan-utusan syetan di bumi ini.
Allah telah menegaskan dalam
firman-Nya, “(Dialah Allah) yang Maha Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya.” (QS. Al-Jin:
26-27).
Al-Qur'an dalam ayat lain juga
mengatakan, “Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa saja yang dikehendaki-Nya diantara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertaqwa maka bagimu pahala yang besar” (QS. AIi lmran: 179).
Semoga yang sedikit ini bermanfaat bagi kita semua, amin.
Wallahu a’lam