SEKUMPUL-MARTAPURA
Subhanalloh Luar biasa, lautan manusia kurang lebih dari 300.000 jamaah, tua muda, pria wanita, orang biasa dan pejabat, alim ulama dan para habaib membaur dalam acara Haul ke-8 Tuan Guru Sekumpul, Ahad malam senin (12-13/5).
Tahlil pun bergema di seluruh sekumpul,menandakan bahwa yang di hauli kala itu adalah seseorang yang mempunyai kharisma yang luar biasa besarnya.
Ya, Al 'Alimul 'Allamah Al Qutb abah guru sekumpul asysyaikh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman bin Muhammad Sa’ad bin Abdullah bin Tuan Mufti Haji Muhammad Khalid bin al-Allamah al-Khalifah Hasanuddin bin Datu kalampayan Asysyaikh Muhammad Arsyad al-Banjari memang memiliki magnet yang mengagumkan. Gema tahlil pun berkumandang di acara haulan yang dipusatkan di Mushalla Ar Raudhah sekumpul serta membahana di mushalla, jalan-jalan dan rumah-rumah penduduk.
Do'a yang dibacakan oleh Al Habib Abdurrahman Baraqbah pun diamini secara khusyuk oleh para hadirin. Selepas itu, nasi bungkus yang berisi nasi samin plus daging karih pun ludes. Padahal, info yang didapat dari panitia, tak kurang dari 300 ribu bungkus yang dibagikan. Ini belum termasuk nasi bungkus yang dibagikan juga oleh jiran-jiran di Sekumpul. Pendeknya, acara haulan tersebut menjadi sebuah acara berkumpulnya jamaah yang hadir tak hanya dari Kalsel saja, bahkan dari Kalteng, kalbar dan Kaltim, termasuk jamaah dari Sumatra, Jawa dan luar negeri pun hadir untuk ikut memanjatkan doa dan berkirim pahala tahlil untuk almarhum abah Guru Sekumpul.
Sebelumnya, jamaah sebelum dzuhur sudah mulai berangsur-angsur memadati kawasan Sekumpul. Bahkan, mulai ashar jama'ah sudah mulai membludak sehingga cukup membuat ribuan panitia, dibantu ratusan aparat Polres Banjar, Kodim 1006 Martapura, Pol PP Banjar, PMI dan lain-lain harus ekstra keras mengatur ketertiban dan kelancaran lalu lintas di sekumpul.
Setelah shalat maghrib berjamaah, acara dibuka dengan pembacaan ayat suci Al Qur'an oleh Guru Abdul Khaliq. Kemudian, Muhammad Amin Badali memulai membacakan rawi maulid Habsyi, diselingi juga lantunan syair terbang oleh grup maulid Sekumpul.
Ahmad Hafi badali tampak asyik menabuh terbangnya. Jamaah pun larut dalam kesyahduan nasyid Khobbiri, yang berisi tentang kerinduan dan permohonan syafaat kepada Rasulullah SAW.
Selepas acara maulidan dan tahlilan itu, jamaah kemudian melaksanakan shalat isya.
Akibat banyaknya jamaah, sepulang dari Musholla ARRaudhah pun jamaah mesti sabar. Padahal jarak antara Kompleks Sekumpul ke jalan raya cuma 400-an meter, namun dengan jama'ah yang membludak dan penuh sesak perjalanan itu mesti ditempuh kurang lebih hampir satu setengah jam.
Sekilas Riwayat kelahiran Abah guru Sekumpul.
Bertepatan kedatangan tentara Jepang Tahun 1942 ke Martapura,Fitnah
sungguh merajalela.
Maka demi menyelamatkan keluarga, Abdul Ghani (orang tua guru sekumpul) pun mengungsikan keluarganya
mencari tempat yang paling aman, agar istrinya dapat melahirkan dengan
selamat.
Dan Dengan sembunyi-sembunyi dibawalah istrinya yang sudah hamil
tua tersebut, bersama ibu Salabiah (neneknya guru sekumpul), dengan menggunakan jukung (perahu
kecil) melewati sawah dan sungai menuju Desa Tunggul Irang Seberang,
menuju ke rumah salah seorang paman Salabiah yang bernama Abdullah,yang adalah rumahnya berdampingan dengan rumah Tuan Guru H. Abdurrahman (Guru Adu) tokoh
ulama masyarakat Tunggul Irang Seberang. Meskipun Masliah bukanlah
keponakan ujud (langsung) dari Paman Abdullah, perhatian dan perlakuan
beliau terhadap mereka sangatlah baik, padahal kehidupan beliau sendiri
sangatlah kekurangan. Dipilihnya Desa Tunggul Irang Seberang sebagai
tempat untuk berlindung adalah karena dianggap paling aman di saat itu.
Selama masa Tuan Guru H. Adu (Panggilan Tuan Guru H. Abdurrahman)
tinggal dan dibesarkan di Desa Tunggul Irang tersebut, tentara kolonial
tidak pernah menginjakkan kakinya di desa ini. Sebab setiap kali akan menuju desa tersebut, selalu
saja mendapat halangan dan rintangan yang tidak terduga, sebagaimana
beberapa kali perahu tentara Belanda yang akan melewati Desa Tunggul
Irang selalu saja kandas dan tenggelam, dengan alasan yang tidak
dimengerti oleh mereka. Baru beberapa hari tinggal di Desa Tunggul Irang
Seberang, tibalah waktunya Masliah akan melahirkan anaknya. Dikala
malam bertambah larut, waktu yang terbaik untuk munajat kepada Sang
Khalik, ketika angin bertiup lembut, Masliah melahirkan bayinya yang
pertama. Malam itu, tepatnya Rabu tanggal 27 Muharram 1361 H bertepatan
dengan 11 Februari 1942 M, seorang bayi laki- laki mungil lagi montok
telah lahir, berkat bantuan seorang bidan yang bernama Datu Anjang.
Beliau adalah nenek Tuan Guru Husein Dahlan yang merupakan sepupu dua
kali dengan Masliah. Sekalipun kehadiran bayi tersebut di malam hari
yang kelam, sekelam dan sepekat nasib negeri dan bangsa ini ketika itu,
namun betapa bahagia dan bersyukurnya sang ayah, apalagi bagi sang ibu
yang telah mengandungnya selama lebih sembilan bulan lamanya. Sungguh
diluar dugaan, bayi yang baru lahir di saat orang-orang sedang terlelap
dalam tidurnya, seharusnya terjaga akibat mendengar tangisannya,
sebagaimana layaknya bayi-bayi lain yang baru lahir, ternyata sang bayi
tidak menangis, hanya diam tidak sedikitpun mengeluarkan suara. Matanya
tertutup, seperti tidak ada tanda kehidupan. Kejadian itu berlangsung
selama hampir satu jam lamanya. Warna kulit badannya sudah mulai
membiru. Berbagai macam usaha sudah dicoba, namun bayi itu masih diam,
tak ada jerit tangis, sampai- sampai neneknya Salabiah yang juga hadir
saat kelahiran bayi tersebut berkata :
“Mati jua cucuku…?”
Bayi yang keadaannya membuat cemas itu kemudian dibawa pergi ke rumah
Tuan Guru H. Abdurrahman untuk mendapatkan pertolongan. Setibanya di
hadapan Tuan Guru H. Adu, bayi tersebut dipeluk dan ditiupi beliau
dengan do’a-do’a, hingga akhirnya samar-samar mulai tampak tanda- tanda
kehidupan, nafas sang bayi mulai turun naik, warna kulitnya
berangsur-angsur menjadi kemerah-merahan, dan tangisnya pun mulai
terdengar. Sejak tangis sang bayi sudah mulai terdengar,
maka syukur dan puji pun dihaturkan keharibaan Allah yang Maha Kuasa, sebab
Dia-lah yang menghidupkan dan Dia pula yang mematikan, Dia-lah yang
merubah dari gelap menjadi terang. Bayi yang tangisannya mulai
terdengar, pertanda haus dan lapar telah merasuki perasaannya, maka sang
bayi pun diserahkan kepada ibunya yang akan menyusuinya, membelainya
dengan sentuhan lembut, serta memberikan perhatian dengan kasih dan
sayang. Bayi yang berada dalam pelukan ibunya terus menangis, hingga
keluarga yang hadir ikut berusaha untuk membuatnya terlena dalam
pangkuan ibunya. Ibunya berusaha memberikan air susu. Namun tetaplah
bayi tersebut menangis. Begitulah seterusnya, bayi tersebut selalu
menolak saat diberikan air susu ibunya, apalagi minuman lain. Setelah
berjam-jam menangis, bayi yang baru lahir tersebut akhirnya dibawa lagi
kepada Tuan Guru H. Adu untuk meminta kembali bantuan beliau. Sesudah
diterima kembali oleh beliau bayi yang masih menangis itu dipangkuannya,
beliau menjulurkan lidahnya ke mulut bayi. Maka bayi itupun menghisap
lidah beliau dengan lahapnya, seakan-akan ia menyusu kepada ibunya.
Setelah ia puas menghisap lidah Tuan Guru H. Adu, maka lidah itupun
dilepasnya, sehingga berhenti pulalah tangisan sang bayi. Kejadian
seperti ini berulang-ulang hingga beberapa kali. Suatu ketika Masliah
mencoba menyusui anaknya di dalam kamar yang tertutup, tanpa ada orang
yang melihat. Tak disangka bayi itu mulai menghisap susu ibunya. Maka
mengertilah Masliah bahwa bayinya tersebut seakan-akan enggan menyusu
bila dilihat oleh orang lain. Sang bayi sepertinya berusaha memelihara
ibunya dari membuka aurat di hadapan orang lain. Mungkinkah ini salah
satu pertanda akan ‘kemuliaan’ sang bayi di masa hidupnya kelak?
Tepat Pada
hari keenam belas setelah kelahiran tersebut, bayi kecil yang kelihatan
masih lemah itu diboyong oleh orang tuanya dari tempat kelahirannya,
pindah ke tempat lain, ke sebuah rumah kecil antara Desa Pasayangan dan
Desa Keraton Martapura, berjarak kurang lebih satu kilometer dari Desa
Tunggul Irang Seberang Martapura, di tempat inilah mereka akan memulai
kehidupan yang baru. Tetapi bagaimanapun juga tempat kelahiran adalah
sebuah kenangan. Setiap anak manusia di manapun di dunia ini, tanah
kelahiran selalu menyisakan kenangan yang amat khusus, pada gilirannya
-seiring berlalunya waktu- ia akan tetap meninggalkan nostalgia,
walaupun sekilas riwayat dan cerita didengarnya dari penuturan orang tua
tentang tempat kelahiran dan kejadian sesudah kelahirannya, suatu
ketika akan terkenang dalam kehidupan setiap orang. Mungkin yang sangat
berkesan justru masyarakat Desa Tunggul Irang Seberang itu sendiri,
bahwa desa mereka ditakdirkan oleh
Allah Yang Maha Kuasa menjadi persada bagi kelahiran seorang putra yang
mereka kenal dari kalangan keluarga yang sangat sederhana namun
bermartabat serta berbudi. Sebagaimana masyarakat Islam, baik di dalam
maupun di luar negeri mengenalnya di kemudian hari sebagai “Al
al-‘Alimul ‘Allamah Al ‘Arif billah As Syeikh Muhammad Zaini Bin Abdul
Ghani” dari Martapura. Saat akan meninggalkan Desa Tunggul Irang
Seberang, atas do’a dan restu Tuan Guru H. Adu, Abdul Ghani dan istrinya
Masliah beserta bayinya yang diberi nama Muhammad Qusyairi , beranjak
pulang dengan menggunakan sebuah mobil yang disebut masyarakat sekitar
dengan Mobil Jamban. Di masa penjajahan Jepang yang terkenal kejam, rasa
was-was akan keselamatan menghantui masyarakat Martapura pada masa itu,
rombongan di mobil
itupun merasakan kekhawatiran serupa. Akhirnya kecemasan yang mencekam
dalam perjalanan pulang itu sirna sudah, rombongan sampai ketujuan
dengan selamat berkat bantuan seorang Habib bernama Habib
Hasan, yang ikut mengantar mereka hingga ke tujuan. Padahal di hari itu,
tidaklah berbeda dengan hari-hari sebelumnya, patroli-patroli dari
tentara penjajah yang bertikai masih berkeliaran dimana-mana, namun
seakan-akan mereka tidak mendengar atau melihat mobil yang melintas di
hadapan mereka, hingga akhirnya sampailah rombongan dengan selamat ke
tujuan.
(Dan kata beliau dulu di pengajian, waktu bliau lahir tidak bernapas
slama 1 jam itu,bliau mlihat 7 lapis langit tembus dan 7 lapis bumi
tembus masa allah)
Moga dengan mengisahkan para Aulia Allah akan turun Rahmat bagi kita semua … aamiin 'inda dzikril aulia allah tanzilurrohmah.......
izin copy :)
BalasHapusSilahkan
BalasHapus