Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 2-3
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Allah berfirman:
وَآَتُوا الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ وَلَا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَى أَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا (2) وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا (3)
Artinya:
2- Dan
berikanlah kepada anak-anak yatim itu harta-harta mereka. Dan janganlah
kalian mengganti yang buruk dengan yang baik, jangan mencampurkan harta
mereka ke dalam harta kalian, sesungguhnya (perbuatan itu) merupakan
dosa yang besar.
3- Dan
apabila kalian takut tidak bisa berbuat adil kepada anak-anak perempuan
yang yatim (untuk kalian jadikan istri), maka nikahilah
perempuan-perempuan (lain) yang kalian senangi, dua atau tiga atau
empat. Bila kalian takut tidak bisa berbuat adil, maka nikahilah satu
perempuan saja atau budak-budak kalian. Yang demikian itu lebih membuat
kalian tidak berbuat zhalim.
Makna Umum dari ayat 2 dan 3:
Ayat 2:
Ayat ini ditujukan untuk para pengurus anak-anak yatim. Baik itu individual ataupun di bawah satu kelompok atau yayasan. Ayat ini berisi:
1. Perintah dari Allah untuk memberikan harta anak-anak yatim sesuai dengan hak mereka dan tidak menguranginya sama sekali.
2. Larangan
dari Allah untuk mengambil harta anak yatim yang baik-baik dan
digunakan untuk kepentingan diri sendiri sedangkan anak-anak yatim malah
diberi yang buruk-buruk .
3. Larangan untuk mencampur harta kita dengan harta anak yatim. Mengapa? Karena perbuatan tersebut akan menyebabkan berbagai kedholiman yang merugikan hak-hak anak yatim.
Ayat 3:
Terkadang
pengasuh anak yatim perempuan ada yang tertarik dengan anak yatim
tersebut. Mungin karena cantiknya atau hartanya. Boleh saja menikahi
mereka. Tetapi kalau dikhawatirkan tidak bisa bersikap adil setelah
menikahinya, maka sebaiknya jangan menikahi anak yatim tersebut. Sebaiknya menikahi perempuan-perempuan lain yang menyenangkan dan menarik untuk dinikahi. boleh dua, atau tiga atau empat. Ini adalah batas maksimal. Tidak boleh lebih dari empat.
Akan tetapi, bila di khawatirkan tidak bisa adil terhadap istri yang lebih dari satu, maka menikahlah dengan satu perempuan saja, atau dengan budak kalian. Hal yang demikian lebih membuat kalian bisa berlaku adil dan tidak menzhalimi orang lain.
Akan tetapi, bila di khawatirkan tidak bisa adil terhadap istri yang lebih dari satu, maka menikahlah dengan satu perempuan saja, atau dengan budak kalian. Hal yang demikian lebih membuat kalian bisa berlaku adil dan tidak menzhalimi orang lain.
Penjelasan dan Hikmah dari ayat 2 dan 3:
Ayat 2:
1. Setelah
Allah menjelaskan tentang penciptaan Adam dan Hawa serta keturunannya,
pada ayat ini Allah menegaskan salah satu kelompok manusia yang sering
teraniaaya dan dirampas hak-haknya. Mereka itu adalah anak yatim
(laki-laki atau perempuan). Maka Allah memperingatkan tentang larangan
berbagai tindakan yang bisa merugikan anak yatim. Hal ini menunjukkan
bahwa Islam sangat perhatian terhadap nasib kelompok lemah
dimasyarakat.
2. الْيَتَامَى adalah
bentuk jamak dari al-yatiim, yang berarti anak yatim. Yatim secara
bahasa diartikan dengan yang ditinggal oleh bapaknya baik sebelum atau
sesudah baligh. Tetapi menurut pengertian syara’, yatim adalah anak yang
belum baligh dan ditinggal mati oleh bapaknya. Yatim berlaku untuk anak
lelaki atau perempuan. Bila ditinggal mati oleh ibu, seorang anak tidak
dinamakan yatim. Karena fungsi
bapak sebagai punggung kehidupan dan pengayom keluarga masih tetap
berjalan. Selain itu kondisi seorang anak yang ditinggalkan oleh ayah
secara sosial ekonomi sangat berbeda dengan ditinggalkan oleh seorang
ibu.
3. وَآَتُوا الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ dan berikanlah kepada anak-anak yatim itu harta-harta mereka. yang dimaksud dengan pemberian di sini bukan
untuk dipasrahkan kepada mereka, karena mereka masih kecil, belum bisa
menggunakan harta mereka sendiri dengan benar. Yang dimaksud dengan
pemberian di sini adalah menjaga dan merawat harta mereka supaya tidak
habis sehingga bisa diberikan kepada mereka bila sudah tiba waktunya
nanti.
4. وَلَا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ Janganlah
kalian itu menukar harta kalian yang buruk (berkualitas rendah) dengan
harta anak yatim yang baik. Kalian menikmati enaknya harta anak yatim
sedangkan mereka kalian beri yang buruk-buruk dari harta kalian.
Ringkasnya, Allah melarang segala jenis dan bentuk kezhaliman terhadap harta anak yatim.
5. Kita
harus berhati-hati jangan sampai harta kita tercampur dengan harta
anak-anak yatim yang kita urus. Sebab, apabila harta mereka itu
tercampur dengan harta kita, maka ditakutkan kita nanti akan memakan
harta mereka dan mereka terzhalimi. Padahal dalam surat Al-Ma’un
disebutkan bahwa:
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (1) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2)
Apa pendapatmu tentang orang yang mendustakan agama? (1) Itulah orang yang menghardik anak yatim (2). Menurut
Imam al-Alusi dalam tafsirnya, yang dimaksud menghardik anak yatim
dalam ayat (QS. Al-Dluha: 9). Adalah segala bentuk ucapan maupun
perbuatan yang menyakiti dan menghina anak yatim termasuk berwajah
masam, berbicara kasar (Tafsir al-Alusi, 30/163). Apalagi sampai memakan
hartanya tanpa hak, menzalimi haknya, tidak memberi makanan dan
memperdagangkannya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda: Empat
orang, wajib bagi Allah tidak memasukan mereka ke surga dan tidak
diberi karunia untuk merasakan nikmatnya di surga. Mereka adalah orang
yang suka minum khamar, pemakan harta riba, pemakan harta anak yatim
dengan jalan yang di tepat dan orang yang durhaka kepada kedua orang
tuanya.( HR. al- Hakim).
6. Rasulullah
saw. sangat menghargai dan menyayangi anak-anak yatim. Sehingga, besok
di akhirat beliau menjanjikan kelebihan bagi orang yang mau menyantuni anak yatim:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِي الْجَنَّةِ وَأَشَارَ مَالِكٌ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى
Artinya: Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Orang yang menanggung anak yatim baik itu kerabatnya atau dari orang lain, aku dan dia seperti 2 hal ini.” Malik memberi isyarat dengan jari telunjuk dan tengahnya. (H.R. Muslim)
Seseorang
yang bersedia menanggung anak yatim, dengan memberikan nafkah
kepadanya, mendidik dan membesarkannya dengan baik dan tanpa
kezhaliman, maka di akhirat kelak, dia akan menempati kedudukan yang
dekat dengan Rasulullah saw.
7. وَلَا تَأْكُلُوا
dan janganlah kalian memakan. Memakan di sini bukan hanya memakan dalam
makna biasanya. Tapi juga mengambil segala manfaat dari harta anak
yatim tersebut dengan tanpa hak yang dibenarkan oleh syariah.
8. إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا
perbuatan mencampuradukkan harta sendiri dengan harta anak yatim atau
memakan harta mereka yang baik-baik dan memberi mereka yang buruk-buruk,
adalah termasuk dosa besar yang harus ditinggalkan. Kalimat ini meski
berbentuk ikhbar, tetapi juga merupakan ancaman bagi siapa saja yang
berbuat demikian.
9. Islam
memang agama yang sempurna. Datang untuk menghapus kebiasaan-kebiasaan
jahiliyyah yang sering membawa kezhaliman. Dulu, sebelum Islam datang,
orang-orang jahiliyyah menguasai dan memakan harta anak-anak yatim.
Setelah Islam datang, perbuatan itu dilarang keras.
10.Model
memakan harta anak yatim sekarang ini tergolong lebih jahat. Kalau dulu
orang memakan harta anak yatim bersifat individual dengan cara
mencampurkan dengan hartanya, kemudian ia mengambil yang baik (QS.
Al-Nisa`:2), sekarang memakan harta anak yatim dengan cara jamai`(bareng-bareng),
deangan membentuk badan yayasan yang mengatas namakan anak yatim,
kemudian dana yang dikumpulkan untuk memperkaya para pengurusnya saja. Kejahatan semacam jauh lebih kejam dari pada apa yang dilakukan pada zaman jahiliah.
Ayat 3:
1. Seorang
lelaki yang mengasuh anak yatim perempuan boleh saja menikahi anak
yatim yang dia asuh bila dia tertarik pada anak yatim tersebut. Namun,
apabila dia merasa nanti setelah menikah malah akan menzhaliminya dengan
berbuat tidak adil padanya, maka sebaiknya dia tidak menikah dengan
anak yatim tersebut. Hendaklah dia menikahi perempuan-perempuan lain dan
menarik menurut dirinya. Boleh saja menikahi 2 atau 3 atau 4 perempuan.
Adapun selebihnya tidak diperbolehkan. Berbuat zhalim terhadap anak
yatim misalnya dengan tidak memberikan mahar yang selayaknya atau tidak
menyerahkan harta yang seharusnya menjadi harta istrinya (bekas yatim). Intinya
menikahi anak yatim yang menjadi asuhannya menjadi haram, apabila
dikhawatirkan akan terjadi kedhaliman terhadap anak tersebut.
2. وَإِنْ خِفْتُمْ dan
kalau kalian khawatir. Kata khawatir di sini ada makna ‘tahu’. Jadi
bukan hanya khawatir saja. Dia juga tahu bahwa bila dia berpoligami, dia
tidak akan bisa adil. Dia tahu kalau dia menikahi yatim, dia tidak bisa
adil. Maka dari itu, dia menghindarinya. (tafsir Thanthawi)
3. فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ maka
nikahilah perempuan-perempuan yang kalian sukai. Kalimat ini memang
berupa perintah. Tetapi tidak setiap perintah itu bermakna wajib. Dalam
ayat ini perintah untuk menikah lebih dari satu wanita adalah mubah. Hal
sama dengan perintah makan dan minum yang terdapat dalam surah al-`Araf:31.
4. Huruf waw dalam مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ
berarti atau bukan dan. Sehingga batas maksimal untuk poligami adalah
4. Tidak boleh lebih dari itu. Lantas mengapa Rasulullah saw mempunyai
11 istri? Itu hanya khusus untuk Rasulullah saw. ada sebagian sunnah
beliau yang tidak boleh ditiru oleh umat beliau. Salah satunya adalah
ini.
5. Apabila
kalian tidak menjamin bisa berbuat adil kepada istri yang lebih dari
satu, maka hendaknya kalian menikah hanya dengan satu istri saja. Tetapi
ini bukan berarti mengingkari dan melarang poligami. Yang bisa menjamin
keadilan untuk istri yang lebih dari satu, maka tidak ada larangan
baginya. Setiap orang yang bertaqwa
kepada Allah ia lebih tahu terhadap kemampuan yang dimiliki. Bukan
hanya sekedar memenuhi keingainan berpoligami.
6. Berpoligami
boleh-boleh saja. Asal hal kedepan juga harus dipikirkan; bisa adil
atau tidak dan bisa mencukupi lahir batin atau tidak. Tidak boleh
berpoligami hanya sekadar menuruti hawa nafsu saja. Ada banyak hal yang
harus dilakukan dan dipertanggungjawabkan bila melaksanakan poligami.
Jangan sampai karena poligami, dakwah malah surut hanya karena masalah
keluarga yang tak berujung. Atau karena poligami salah satu istri jadi
terlantar. Ini malah akan menimbulkan madharat yang lebih besar.
Istilahnya, istri satu saja seorang suami belum tentu mampu memenuhi
hak-hak istri dengan benar, apalagi lebih dari satu, disamping dituntut
mampu memenuhi hak-hak istri juga wajib adil dalam memberi hak-hak
dhahir tersebut.
7. ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا . Ta’ulu di sini ada dua makna:
a. Ta’ulu;
berasal dari ‘aul, yang berarti kecenderungan yang terlihat. Bila yang
makna dari ta’ulu adalah ‘aul, maka maksud dari ayat tersebut adalah:
menikah hanya dengan satu perempuan saja karena takut tidak bisa adil
bila memiliki lebih dari satu istri, hal itu akan lebih membuat kita
tidak melakukan kecenderungan yang tampak. Sehingga kita selamat dari
ketidakadilan dan berbuat kedhaliman terhadap salah satu istri.
b. Ta’ulu;
berasal dari ‘iyal, yang berarti keluarga. Bila yang makna dari ta’ulu
adalah ‘iyal, maka maksud dari ayat tersebut adalah: menikah hanya
dengan satu perempuan saja, karena menikah lebih dari satu istri akan
membuat beban tanggung jawab terhadap keluarga dan anak semakin berat.
Yang tentu banyak pula materi yang dibutuhkan. Akibatnya dikawatirkan
seseorang akan menghalalkan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan
kelauraga. Maka dari itu, apabila kita hanya punya satu istri saja,
tentu tanggung jawab ekonomi lebih ringan dibanding lebih daripada satau
istri. Pendapat ini dinisbatkan kepada perkataan Imam Syafi`I rahimahullah (Tafsir Thanthawi:848).
c. Mengenahi
hadits Rasulullah yang menerangkan bahwa apabila seseorang sudah
mencapai ba`ah (kemampuan untuk menikah), maka hendaklah dia menikah.
Ba`ah itu bukan hanya mampu untuk menyampaikan hasrat biologis saja.
Tetapi juga mencukupi kebutuhan keluarga, membimbing keluarga menuju
ridho Allah. Jadi, tidak benar bila seseorang menikah hanya berbekal
rasa suka atau tertarik. Itu tidak cukup.
8. Walhasil, pernikahan baik dengan satu istri atau lebih harus dilandasi dengan mu`asyarah bil ma`ruf (pergaulan
yang baik) yang akan membawa rasa tenang, cinta kasih dan saling
menyanyangi. Tidak boleh terjadi kedhaliman dari suami kepada istri atau
sebaliknya. Kedudukan istri dan suami dalam islam adalah sama.
Perbedaan mereka terletak pada tingkat tanggung jawab masing-masing
dalam menjalankan roda keluarga. Keadilan yang dituntut adalah keadilan
dhahir (bisa terlihat dan terdata), adapun batin, sungguh sesuatu yang
diluar kendali manusia. Dan manusia tidak dibebani terhadap sesuatu yang
diluar kemampuannya.
Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 22-23
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Allah berkalam:
Artinya:
22- Dan
janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu,
terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat
keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
23- Diharamkan
atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan;
saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang
perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan
dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara
perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu
yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi
jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan),
maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu)
isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam
perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi
pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Makna ayat secara global:
20. Dalam
ayat ini secara tegas Allah menjelaskan tentang larangan seorang anak
menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahnya sendiri. Dan
perbutan itu jika dilakukan merupakan dosa besar dan berhak mendapat
laknat dari Allah. Adapun apabila sudah terjadi sebelum turunnya ayat
ini, maka Allah maha pemberi ampun.
21. Termasuk
wanita-wanita yang haram kita nikahi adalah 1- ibu (nenek dan
seterusnya, kandung maupun tiri). 2-anak perempuan ( cucu perempuan dan
seterusnya, anak kandung atau tiri). 3- Saudara kandung perempuan. 4- saudara bapak yang perempuan. 5- saudara ibumu yang perempuan. 5- anak perempuan dari saudara laki-laki. 6- anak perempuan dari saudara. 7- ibu-ibu yang menyusui. 8-saudara perempuan sepersusuan. 9- ibu-ibu
mertua. 10- anak-anak tiri perempuan dari istri yang telah dicampuri
(jima`). 11- isteri-isteri anak kandung (menantu). 12- menghimpunkan
(dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara.
Penjelasan dan Hikmah dari ayat 22-23:
1. Setelah
Allah menerangkan tentang hukum yang berkaitan dengan pernikahan anak
yatim, jumlah wanita yang dapat dinikahi, kewajiban suami untuk
menggauli istri dengan baik dan bertanggung jawab, pada ayat 22-23 ini,
Allah menjelaskan wanita-wanita yang haram dinikahi.
2. Dalam syariat Islam, seorang wanita haram untuk dinikahi karena 3 hal. Pertama: hubungan nasab atau keturunan. Kedua: perkawinan dan Ketiga:persusuan.
3. Perbuatan menikahi wanita ayahnya sendiri disebut sebagai (وَمَقْتًا) karena perbuatan itu sangat keji, tidak masuk akal dan sangat dibenci. Orang arab menyebut pernikahan semacam itu adalah (النكاح المقت) pernikahan yang sangat dibenci. Dan anak yang lahir dari pernikahan tersebut disebut (مقيتا), karena ia dilahirkan dari jalan yang sangat buruk.
4. Yang dimaksud (مَا نَكَحَ آَبَاؤُكُمْ) adalah pelaksanaan akad nikah. Jadi keharaman menikahi wanita ayahnya sendiri tidak
harus menunggu terjadi “hubungan” antara ayah dan istrinya. Tetapi
seketika terjadi akad pernikahan, maka wanita tersebut haram dinikahi
selamanya. Hal ini berdasarkan perkataan Ibnu Abas yang mengatakan,
bahwa “Setiap wanita yang dinikahi oleh bapak kamu, baik sudah di
“gauli” atau belum, maka wanita itu haram bagimu”. (HR. al-Baihaqi).
5. Salah
satu bukti keharaman menikahi wanita persusuan adalah riwayat Imam
Muslim yang menjelaskan bahwa Rasulullah menolak untuk menikahi anak
perempuan Hamzah karena Hamzah adalah saudara persusuan Rasulullah.
6. Tentang
perbatasan persusuan yang mengharamkan untuk dinikahi terdapat
perbedaan diantara ulama, ada yang mengatakan batas minimal persusuan
yang mengharamkan adalah 3 sedotan atau lebih, ada juga yang mengatakan 5
sedotan. Namun yang jelas dhahir ayat tidak memberikan batasan sedikit
atau banyak.
Untuk
lebih hati-hatinya adalah ketika telah nyakin terjadi persususan, baik
sediki atau banyak, maka wanita tersebut haram dinikahi. Tentu dengan
syarat persusuan itu terjadi pada masa anak tidak lebih dari dua tahun.
Hal ini berdasarkan ayat 233: al-Baqorah “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh”. Dan hadits Rasulullah yang diriwayat ad-Daruqudni “ Tidak ada persusuan (mengharamkan) kecuali dalam umur dua tahun”.
7. Dalam
kasus misalkan terlanjur sudah terjadi pernikahan karena ketidak tahuan
jika perempuan itu haram dinikahi, maka segera wajib dipisahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar