KEKOSONGAN DIRI DI DALAM SHOLAT
12 April 2012
by NYAI TANTIRA AMERTA
tantirawildan@yahoo.com
Sejak
usia kanak-kanak kita melaksanakan sholat. Sekarang ketika juga
melaksanakan sholat baik wajib maupun sunnah. Namun, tentunya pemahaman
kita terhadap sholat terus menerus dikembangkan sehingga sholat menjadi
aktivitas yang menyenangkan, menjadi hobi dan sekaligus menjadi
satu-satunya jalan paling mudah, murah dan efektif menghadap Tuhan Yang
Maha Kuasa.
Stress,
gelisah, gundah gulana karena banyaknya masalah dalam hidup yang
menekan kejiwaan manusia juga harusnya bisa dikikis dengan sholat. Kita
jadikan sholat sebagai sarana untuk menyerahkan diri dari segala masalah
hidup yang datang silih berganti setiap saat. Sholat pada titik ini
adalah solusi paling mujarab karena sholat adalah tiang dari tegak
runtuhnya jalan hidup (agama) yang kita anut, yaitu Islam.
Belajar sholat di sini maksudnya
bukanlah seperti seorang anak yang belum mengenal tata cara/ syariat
sholat. Disini kita tidak membahas tata cara syariat dan gerakan fisik
secara khusus, melainkan bagaimana suasana batin/rasa kita saat sholat
sehingga kita bisa meraih sholat secara khusyuk. Yang pada akhirnya kita
akan memperoleh manfaat yang luar biasa besar dalam hidup kita
sehari-hari. Baik kemanfaatan buat tubuh/badan kasar yang berupa
kesehatan tubuh sekaligus hidupnya mata hati, rasa, batin dan nurani
atau badan halus/badan astral kita semua.
Baiklah pertama kita akan membahas
tentang NIAT. Apa niat kita sesunguhnya ketika sholat? Tiada yang lain
selain berserah diri kepada Allah. Selanjutnya kita mengangkat kedua
tangan dalam takbirotul ikhram yaitu ALLAHU AKBAR. Kita merasakan Allah
adalah semua yang ada ini berada ”di dalam” Allah, lafal Hu adalah
tempat dimana kita menjatuhkan penunjukan kemudian melafalkan Akbar
sebagai kenyataan yang paling sejati, bahwa tiada apapun di alam semesta
ini kecuali Allah Yang Maha Besar. Semuanya kecil dan kerdil, tiada
apapun melebihi kebesaran NYA. Ketika kita membaca Allahu Akbar ini,
kita resapi di dalam hati dan kita mewaspadailah konsentrasi hingga
selesai.
Apa yang perlu dipikirkan atau dijadikan
konsentrasi ketika sholat? Yang pertama, konsentasinya adalah kepada
makna dan arti bacaan sholat. Namun ketika makna dan arti bacaan sholat
itu sudah tuntas kita pahami, kita ulang-ulang dan kita hayati serta
resapi maknanya maka taraf lanjutannya adalah lenyapnya diri
(mengosongkan, menghilangkan diri) di dalam shalat. Dalam referensi
beragam kitab tentang olah rasa, mengosongkan diri ini terdiri dari ada
empat hal. Yaitu munajat, kedua disebut ihram, ketiga tubadil dan kempat
mikraj.
Apa arti dari munajat? Yaitu ketika kita
membaca bacaan dalam shalat, maka kita hayati bahwa yang mengucapkan
itu tidak hanya ucapan anda melainkan itu juga ucapan Tuhan. Kita
heningkan cipta di dalam kalbu sementara Tuhan yang mengucapkan juga DIA
yang Maha Mendengar. Tuhan ada dimana-mana, sehingga ketika membaca
bacaan maka Tuhan ada di depan, di belakang, disamping kiri dan kanan di
atas di bawah, di luar diri kita bahkan ada di “dalam” diri kita
sendiri. Merasa manunggal dengan Allah Yang Maha Pengasih, Pemurah dan
Penyayang, di dunia dan sampai akhir kelak ini berlanjut hingga akhir
sholat bahwa hakikat dari sholat adalah menghadapkan diri secara total
dan final kepada Tuhan Semesta Alam.
Mengosongkan diri Ihram itu artinya kita
berkonsentrasi bahwa di dalam diri kita ini juga terliputi segala sifat
Tuhan, mulai dari sifat Wujud NYA yaitu tetap bagi zat Allah Ta’ala
yang tiada disebabkan dengan sesuatu sebab. Sehingga kita percaya bahwa
wujud itu satu satunya zat yang ada di dunia. Sifat selanjutnya adalah
Qidam yaitu yang paling awal ada dan paling akhir bahkan hanya wujud NYA
lah yang satu-satunya ada. Bila sementara sekarang kita hidup di dunia
ini ada banyak wujud, seperti wujud benda-benda dan alam semesta ini
semua karena diadakan oleh Allah SWT. Dia lah satu-satunya menjadikan
tiap-tiap suatu yang ada. Jika sekiranya Allah Ta’ala tidak mendahului
dan menciptakan semua ini berarti sesuatu itu tidak akan pernah ada.
Kekosongan selanjutnya adalah tubadil.
Artinya menyadari segala gerakan dan tingkah dalam sholat adalah gerakan
dari Tuhan Yang Maha Agung. Jadi gerakan kita dan gerakan NYA pada
titik ini seperti lampu dan cahaya, menjadi satu. Ruh itu adalah
percikan Dzat-NYA, sehingga kita bisa mencapai mikraj. Bahwa kita tidak
lagi merasa kita telah menggerakkan badan dan tubuh kita. Jadi makna
dari Mikraj itu artinya menyadari bahwa diri kita tidak berkuasa sama
sekali, lemah dan mati. Seluruh gerak itu berasal dari Allah, semua dari
Allah, kita ini ibarat hanyalah sebuah butir kayu yang ikut dalam
perjalanan air.
Adanya manusia itu ada yang fana. Tidak
abadi. Seperti bayangan tubuh kita di lantai saat terkena sinar
matahari. Sementara Tuhan Yang Maha Kuasa lah yang sesungguhnya memiliki
ada yang abadi. Manusia sesungguhnya adalah nafi, namun ketika kita
hidup di dunia kita sering mengakui bahwa kita benar-benar ada. Apalagi
kita merasa memiliki kedudukan, pangkat, jabatan, harta benda maka kita
seakan-akan berkuasa dan bangga akan ada kita. Padahal semua itu
hanyalah bayangan dari kuasa NYA.
Maka ketika kita sholat, kita dianjurkan
untuk senantiasa menyadari ada kita yang fana ini. Saat mengucapkan
Allahu Akbar, lenyaplah diri kita ini. Kita pahami denga budi pekerti
dan hati nurani bahwa wujud kita yang sejati, yaitu tiada berwujud
apapun juga. Sehingga ketika kita memahami bahwa hanya ada satu wujud
maka Gusti dan Kawula itu lenyap. Namun jika masih merasa ada jarak
kawula gusti ketika shalat maka disarankan untuk tetap meneruskan
sholatnya karena sholat adalah wajib. Semingga akhirnya kita bisa
melaksanakan sholat secara sempurna yaitu dua menjadi satu, satu menjadi
dua, hilanglah kawula di dalam Gustinya.
Diri kita ini di dalam sholat perlu
senantiasa menyadari rasa manunggal dengan Tuhan. Saat menyebut kata
Allah, maka sesungguhnya Tuhan sendirilah yang memuji diri NYA dan diri
kita ini adalah sarana perwujudan yang nyata dari keberadaan Tuhan yang
sesungguhnya.
….Sampurnane
shalat iku, nora ningali kekalih, nora ningali Pangeran, kawula nora
kaeksi, ilang kawula Gusti, tan ana dulu dinulu, ananging idhepira, kang
anembah kang amuji, pan kagenten sih nugrahaning Pangeran…
Sempurnanya shalat itu, tidak melihat
dua, tidak melihat Tuhan, hamba tidak diperlihatkan, hilang kawula
gusti, tak ada kuasa atau menguasai, yang menyembah dan memuji itu
diganti oleh kasih anugrah Allah SWT.
Pada akhirnya kita akan sampai pada
pemahaman bahwa ini atau esensi dari sholat adalah pengosongan diri,
peniadaan diri, peleburan diri LA ILAHA ILALLAH. Tiada ilah atau
persembahan, titik pandang atau apapun juga kecuali Allah. Ini adalah
shalat daim yaitu memahami menghayati ada NYA dan tak pernah putus dalam
hati “melihat” Tuhan Yang Maha Luhur yang dinamakan makrifat. Yaitu tak
adalagi aku (ingsun) dan Allah, yang ada hanyalah Allah Yang Maha Esa
atau Tunggal.
Esa Allah berada pada zat, pada sifat
dan pada perbuatan-NYA. Esa pada Dzat artinya tiada dzat lain di alam
semesta ini karena pada esensinya semuanya adalah SATU DZAT. Satu
Dzat-NYA itu bukan bermakna bahwa dzat Allah itu terdiri dari banyak
Dzat yang lan seperti tersusun daripada darah , daging , tulang ,urat
dan lain-lain. Makna Esa Allah SWT pada sifat artinya tidak sekali-kali
bagi Allah Ta’ala memiliki beberapa sifat dalam satu sifat. Misalnya
tidak mungkin Tuhan itu punya sifat Qiyamuhu Binafsihi (Berdiri Allah
dengan sendirinya) namun pada sisi lain punya sifat tergantung pada
makhluk-NYA. Sifat dari Allah itu sepenuhnya Maha Sempurna.
Sementara makna esa dalam perbuatan
yaitu bukanlah bercerai berai pada perbuatan. Yaitu tidak ada perbuatan
yang lain menyamai perbuatan Allah bahkan segala apa yang berlaku di
dalam alam semuanya perbuatan Allah SWT. Perbuatan Allah adalah
perbuatan yang hakikatnya tidak sama dengan perbuatan manusia. Bila kita
menamai ada perbuatan baik dan jahat, mulia dan keji maka di dalam
perbuatan NYA sama sekali tidak ada kontradiksi dan dualitas.
WUSANA KATA
Artkel ini hanyalah sekelumit makna yang
mampu dibeberkan dari hamba al fakir dan bodoh ilmu seperti saya. Pasti
tidak sempurna ilmu dan pemahaman karena sebanyak apapun makna yang
mampu dibeberkan oleh manusia untuk memaknai sholat ibarat hanyalah
setetes maka di dalam samudra makna-NYA yang Maha Sempurna.
Kita akhiri kajian sholat dengan satu
saran yaitu kita perlu meneruskan proses kesadaran di dalam sholat agar
kita jangan menduakan Tuhan, dari awal hingga akhir. Hanya Dzat-Nya Yang
Sejati. Kita jadikan sholat kita menjadi Sholat Ismu Alam, yaitu
sholatnya roh dan jasad kita, kita sebut pahami dan laksanakan dalam
perilaku yang mencerminkan asma Allah SWT tak pernah henti. Dimana pun
kita berada hanya melihat Tuhan yang abadi tiada henti.
Kita perhatikan pergerakan alam, kita
hayati terjadinya bumi dan langit dan kita lihat dengar sejuta kejadian
yang ada di depan mata hati kita sebagai wujud anugrah kehendak Allah
yang kekal abadi dan hidup. DIA tidak pernah tidur dan mati…..
@@@@@@@@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar