Rabu, 06 Juni 2012

TOUR ZIARAH WALI SONGO





TOUR ZIARAH WALI SONGO

HARI PERTAMA (1)
1.meeting service di Banjarbaru
2.berangkat dari Syamsudinnoor BJB tujuan Juanda SBY
3.Tiba di surabaya , langsung menuju penginapan dekat Maqom sunan Ampel/setaraf)

4.Mengunjungi makam Sunan Ampel-mbah Sholeh-mbah Bolong di masjid ampel SBY
didepan maqom sunan ampel
dipertokoan pasar ampel
didepan maqom mbah soleh
maqom mbah bolong
5.mengunjungi Maqom Habib Neon di Taman Pemakaman Umum Pegirikan, Surabaya

6.mengunjungi maqom Habib Syekh bafaqih dan maqom sultan banten yang terakhir di Botoputih



7.istirahat di penginapan
HARI KE DUA (2) : SURABAYA – MURIA
1.Mengunjungi maqom al qutb habib abubakar gresik


2.mengunjungi makam Sunan Drajat di Lamongan

3.Dilanjutkan Mengunjungi makam Sunan Bonang di Tuban
dimasjid tuban
dimaqom sunan bonang

4.menuju gunung muria
5.menginap di penginapan di gunung muria
HARI KE TIGA (3) : MURIA – SUBANG
1.mengunjungi makam Sunan muria
naik ojek ke maqom sunan muria

segarnya air di sumur sunan muria plus extra joss

didepan maqom

2.Menuju ke kota Kudus dan Mengunjungi makam Sunan kudusdan menara kudus yang unik



3.Setelah itu di lanjutkan ke makam Sunan Kalidjaga di Demak


4.kemudian di lanjutkan ke makam Sunan gunung djati

5.terakhir menginap di Subang

HARI KE EMPAT (4) : SUBANG-JAKARTA-ANCOL-DEPOK
1.Menuju jakarta
macetnya jakarta

2.mengunjungi makam Habib Husein luar batang

3.Berkunjung ke Ancol & seaword



ada pengemis di seaword??? mustahill ...hehehehe
naik bus warawiri gratis hehehehe

4.menuju istiqlal untuk sholat magrib dan isya disana

5.ke monas

6.menginap di depok
HARI KE LIMA (5) : DEPOK-PUNCAK-BANGIL

1.sholat subuh dikubah emas

2.berangkat menuju Puncak Bogor


3.menginap di panjalu
HARI KE ENAM (6) : PANJALU-BANDUNG-JOGJA-KLATEN

1.menuju maqom syaikh panjalu


2.menuju bandung,mampir di makam nike ardilla
3.mampir di malioboro & benteng vredeburg jogja

di masa-masa Mataram Islam dahulu. Malioboro merupakan kalimat persuasi dalam Bahasa Jawa “Malio Ngumboro”. Malio berarti me-wali-lah, jadilah wali, jadilah orang yang mencari kebenaran sejati. Sedangkan Ngumboro berarti mengembara atau mengelana. Singkatnya, Malioboro berarti “jadilah orang yang mencari kesejatian dengan mengelana”. Sebagaimana kita tahu, laku berkelana memang dijalani oleh para wali jaman dahulu. Entah itu dalam rangka mengais ilmu maupun berdakwah, terutama dalam menemukan kesejatian hidup. Dan jaman sekarang, sudah tidak ada orang yang seperti itu. [5]
sebelum melanjutkan perjalanan minum kopi dulu

4.terakhir menginap di klaten
HARI KE TUJUH (7) :KLATEN-SOLO-BANGIL

1.menuju maqom sunan bayat

2.kemudian ke solo (maqom habib anis)
3.mampir di klewer
4.terakhir menginap di bangil
HARI KE DELAPAN (8) :BANGIL-GRESIK-MADURA

1.ziaroh maqom guru bangil
sekilas tentang guru bangil;

Guru Bangil demikian Alm Abah Guru Sekumpul memanggil beliau
dimanapun beliau tinggal senantiasa berada dalam keseharian yang sangat
sederhana, hingga tak banyak yang tahu bahwa sekalipun telah menjadi tokoh
besar, selain pakaiannya yang sederhana dikamar tidurnya pun beliau tidak
menggunakan ranjang, juga tidak mempunyai lemari khusus untuk pakaiannya, pakaian
miliknya diletakkan menumpang pada bagian lemari kitabnya,ia seorang yang telah
mengambil jalan Khumul (menjauh dari keramaian) dan tak berharap akan
kemasyuran, hingga Kyai Hamid pasuruan (seorang wali ditanah jawa) pernah
mengatakan "saya ingin sekali seperti Kyai Syarwani, dia itu alim tapi
Mastur tidak Masyhur kalau saya ini sudah terlanjur Masyhur, jadi saya sering
kerepotan karena harus menemui banyak orang, menjadi orang masyhur itu tidak
mudah, bebannya berat, kalau Kyai Syarwani itu enak, jadinya tidak banyak
didatangi orang".
Suatu ketika sejumlah Kyai berkumpul dan berinisiatif untuk
mendalami ilmu agama dalam halaqah khusus kepada Kyai Hamid Pasuruan, namun
setelah hal tersebut disampaikan kepada kyai Hamid beliau menolak permintaan
itu seraya menyarankan supaya mereka hendaknya mendatangi KH Syarwani Abdan, berdasarkan
arahan Kyai Hamid merekapun mendatangi KH.Syarwani Abdan dan menyiapkan
beberapa pertanyaan untuk sekdar mengetahui seberapa dalam ilmu dari KH
Syarwani Abdan, ketika mereka datang Guru Bangil sedang duduk sambil membaca
sebuah kitab, diawal pembicaraan sebelum mereka sempat membuka pertanyaan yang
telah mereka persiapkan, Guru Bangil mendahului bertanya kepada mereka"
antum ke sini ingin bertanya masalah ini dan itu ,kan?..beliau menanyakan hal
itu sambil menunjuk kitab yang masih terbuka tadi, kontan hal ini membuat
mereka takjub sekaligus kagum kepadanya tak cukup sampai disitu, ternyata semua
pertanyaan yang telah mereka persiapkan dengan tepat terjawab dalam halaman
kitab yang masih terbuka ditangan beliau.

 Setelah mengalami kejadian tersebut merekapun meyakini
keluasan ilmu serta ketajaman batin Guru Bangil pada akhirnya mengertilah
mereka mengapa Kyai Hamid pasuruan menganjurkan mereka agar mendatangi KH
Syarwani Abdan, setelah yakin akan hal itu mereka akhirnya meminta kepada Guru
Bangil untuk membuka majelis untuk mereka, saat itu beliau tidak serta merta
mengabulkan permintaan mereka tetapi terlebih dahulu menanyakan hal tersebut
kepada KH Hamid, maka setelah KH Hamid memberi isyarat persetujuan barulah ia
bersedia membuka majelis untuk para Kyai ini, subhanallah kedua kyai besar yang
tawadhu' ini memang saling mencintai dan menghormati satu sama lain.

 Kyai Hamid adalah ulama besar yang kharismatis dan menjadi
tujuan kedatangan banyak orang , karenanya tak jarang orang yang datang
kesulitan menemui beliau, tapi anehnya berdasarkan pengalaman orang orang yang
pernah bertemu beliau, mereka akan mudah menemui Kiai Hamid bila sebelumnya
orang tersebut menemui KH Syarwani Abdan, tak jarang baru sampai didepan pintu,
Kyai Hamid sendiri yang membukakan pintu kepada para tamu, entah Sirr (rahasia)
apa yang didapat oleh para tamu Kyai Syarwani Abdan, hingga Kyai Hamid selalu
menyambut mereka dengan penuh suka cita padahal pada saat itu belum ada alat
komunikasi seperti sekarang. Akhirnya mulai banyak yang menimba ilmu kepadanya,
dan atas dasar dorongan para ulama serta rasa tanggung jawabnya untuk
menyiarkan ilmu ilmu agama sebagai amanah Allah dan Rasulullah
2.ziaroh ke maqom ratu ibu (syarifah khodijah binti sunan gunung djati)
Syarifah Khodijah binti Sunan Gunung Jati, adalah syarifah yang menurunkan banyak tokoh sentral berpengaruh dan menjadi legenda di Pasuruan. Suami beliau bernama Habib Abdurrahman Basyaiban.


Makam Syarifah Khodijah berada di kota Bangil, tepatnya berada di belakang Halte Swadesi. Konon dulu di situ merupakan area makam, karena akan dibangun halte dan rumah makan maka makam-makam tersebut akan dipindahkan.  Pada saat penggalian makam terjadi keajaiban, 3 atau 4 jenazah masih utuh. Diantaranya adalah jasad Syarifah Khodijah, Sayyid Abdullah bin Abdurrahman Basyaiban putra beliau, Sayiid Qasim Basyaiban dan jasad seorang pembantu Syarifah Khodijah. Akhirnya keempat makam tersebut dibiarkan dan tulang-belulang dari makam-makam yang lain dikumpulkan dalam satu lubang.

3.silaturrahmi ke kediaman guru Hasan bin KH Husein Qadri
4.silaturrahmi ke kediaman guru kasyful (anak guru bangil)



Tuan Guru Kasyful Anwar
sekelumit tentang guru kasyful:
Kasyful Anwar. Demikian nama yang diberikan oleh  Guru Bangil kepada putra pertamanya. 
Nama Kasyful Anwar tak lain diambil dari nama guru sekaligus paman Guru Bangil sendiri yakni Tuan Guru Syech Kasyful Anwar Al Banjari (Pengurus Pondok Pesantren Darussalam, Martapura (1922-1940). Harapannya adalah agar keberkahan Tuan Guru Syech Kasyful Anwar menurun kepada putranya, yang nantinya akan melanjutkan dakwah Islam sebagai pengganti dirinya di kemudian hari seperti halnya Tuan Guru Syech Syarwani Abdan dalam meneruskan tongkat estafet dakwah paman tercintanya Tuan Guru Syech Kasyful Anwar Al Banjari.
Kini, Tuan Guru Kasyul Anwar (putra Guru Bangil) telah mewujudkan harapan tersebut, dimana hari-harinya diisi dengan mengurus Pondok Pesantren Datu Kelampaian yang merupakan peninggalan orang tuanya, dengan mengasuh dan mendidik para santri. Sebagaimana orang tuanya dulu yang selalu berpesan agar selalu memegang teguh aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah, dalam banyak kesempatan Tuan Guru Kasyful Anwar juga sering kali berpesan hal serupa yaitu agar umat Islam pada umumnya dan warga banjar khususnya senantiasa berhati-hati dari berbagai pengaruh pemikiran dan aqidah yang menyimpang.

Tuan Guru Kasyul Anwar lahir pada tahun 1944 di Kota Bangil, ia merupakan putra pertama pasangan Tuan Guru Syech Syarwani Abdan Al Banjari dan Hajjah Bintang Binti H. Abdul Aziz dari 27 bersaudara. Sewaktu kecil, pertama kali ia menjalani pendidikan agamanya di Madrasah Ibtidaiyah Al Hurriyah di Bangil pimpinan Ustadz Jalal. Selain di Al Hurriyah, ia juga sempat mengenyam pendidikan di Pondok Kiai Hamid Pasuruan, yang juga sahabat akrab ayahandanya. Di masa-masa belianya beliau aktif dalam menuntut ilmu dan masuk Pondok Pesantren Darun Nasyi’in Lawang, Jawa Timur yang diasuh oleh Habib Muhammad Bin Husain Ba’bud. Di Pesantren tersebut, beliau tinggal selama enam tahun lainnya.
Selepas mondok di Pondok Pesantren Darun Nasyi’in, beliau berangkat ke Martapura, Kalimantan Selatan kurang lebih selama satu tahun lamanya untuk menuntut ilmu dan mengaji, diantaranya kepada Tuan Guru Anang Sya’rani Arif (dikemudian hari menjadi mertuanya). Tuan Guru Anang Sya’rani Arif adalah seorang ulama besar yang menggantikan Tuan Guru Syech Kasyful Anwar Al Banjari dalam meneruskan kepemimpinan Pondok Pesantren Darussalam, Martapura yang tak lain adalah sepupu sekaligus sahabat seperguruan ayahnya sewaktu sama-sama menuntut ilmu selama sekitar sepuluh tahun di kota Mekkah.
Setahun di Kota Martapura, beliau kembali lagi ke kota Bangil. Di kota kelahirannya ini, beliau menyempatkan diri berguru kepada Habib Ali bin Abdullah Al Haddad, putra Habib Abdullah bin Ali Al Haddad, Sangeng, Bangil. Selain kepada Habib Ali bin Abdullah Al Haddad, selama sekitar dua tahun lamanya beliau juga menimba ilmu dari Habib Salim bin Agil di Surabaya.
Kedekatannya dengan para guru dari kalangan Habaib berlanjut saat dirinya tak lama setelah itu tinggal di Jakarta. Beliau di Jakarta memperdalam ilmu kepada Habib Salim bin Ahmad bin Jindan (ulama ahli hadist terkemuka di era tahun 1960 an).

Selain jalur pendidikan pesantren, beliau juga menenmpuh pendidikan formal hingga sampai ke jenjang perguruan tinggi. Pada tahun 1971, beliau masuk Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dan berhasil  meraih gelar sarjana pada tahun 1978. Setelah lulus sarjana, beliau mengajar di almameternya tersebut hingga tahun 1991. Sejak tahun 1991, beliau mengajar di IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Meski terhitung sudah tidak muda usia, semangatnya dalam terus mengisi hari-harinya dengan aktivitas ilmu pengetahuan tidaklah pudar. Tahun 2007, beliau menuntaskan pendidikan pasca sarjana (S2) di Universitas Sunan Giri Surabaya.
Sebelumnya beliau juga mengajar di beberapa tempat lainnya, termasuk di Universitas Zainul Hasan Probolinggo dan terkadang mengisi acara santapan rohani di Radio. Setelah ayahnya wafat (Tuan Guru Syech Syarwani Abdan Al Banjari), Tuan Guru Kasful Anwar memfokuskan aktivitas mengajarnya pada dua tempat, yaitu di IAIN dan Pondok Pesantren Datu Kelampaian, peninggalan sang ayah.
KEDEKATAN DENGAN PARA HABAIB
Tuan Guru Kasyul Anwar adalah sosok seorang ulama yang dekat dengan kalangan habaib, bahkan sejak dari masa-masa menuntut ilmu di waktu muda dulu. Ia tampak bersemangat saat menceritakan masa-masa indahnya sewaktu belajar kepada Habib Salim.
Sejenak matanya menerawang jauh kedepan. Tak lama setelah itu, ia pun tersenyum sambil mengisahkan sosok Habib Salim jindan yang dulu mengajarnya sambil duduk di atas kursi goyang. Kenangan itu seakan belum lama terlewat. Selain bercerita tentang saat-saat belajarnya, ia juga mengisahkan cerita yang menggambarkan kedekatan hubungan yang terbangun antara dirinya dan gurunya itu. Sejurus kemudian ingatannya melayang pada suatu kenangan saat ia pernah diperintahkan menguras kolam besar dirumah gurunya tersebut. Pada awalnya Habib Salim hanya memperhatikan dan memberikan perintah dari sisi kolam. Dengan sepenuh rasa patuh seorang murid kepada gurunya, Tuan Guru Kasyul Anwar muda pun membersihkan kolam air tersebut. Setelah beberapa lama, Habib Salim sendiri pun menceburkan dirinya ke kolam itu. Akhirnya, keduanya sama-sama berkubang air kolam, menguras dan mencuci isi kolam. Setelah selesai, mereka makan bersama.
Meski roda waktu telah berputar lebih dari empat puluh tahun, peristiwa tersebut serasa baru saja terjadi. Baginya, itu menjadi kenangan manis yang tak terlupakan. Terkadang beliau juga tidak habis pikir dengan beberapa kejadian di rumah Habib Salim. Dulu itu sehari-hari beliau sering berada di rumah Habib Salim, maka sering kali beliau disuruh menjaga pintu ruang tamunya. Sekali waktu, beliau kaget saat melewati ruang dalam dan kemudian menoleh ke ruangan tersebut. Beliau terkejut dengan banyaknya tamu dengan pakaian jubah dan sorban serba putih, duduk bersama Habib Salim, seperti tengah dalam perbincangan pada sebuah majelis ilmu. Padahal, awalnya para tamu itu tidak ada. Karena ia yang ditugasi untuk menjaga pintu, ia tahu persis bahwa sebelumnya tidak ada seorang tamu pun, apalagi tamu sebanyak itu.
Banyak pula kejadian aneh yang ia alami langsung saat ia dekat dengan Habib Salim dulu. Karenanya, ia sangat meyakini bahwa sang guru memang waliyullah. Saat menceritakan perihal gurunya yang satu ini, Tuan Guru Kasyul Anwar kelihatan lebih bersemangat. Dua tahun lamanya beliau mengaji dan dekat dengan Habib Salim tampaknya meninggalkan banyak kisah dan kesan. Semua yang diceritakannya itu tak lain merupakan gambaran kedekatan hubungan antara dirinya  dan sang guru, Habib Salim bin Jindan.
Saat beliau kuliah di Semarang yaitu era tahun 1970 an, Beliau juga sudah mengenal dekat Habib Anis bin Alwi Al Habsyi. Bahkan dapat dikatakan sangat dekat. Beliau sangat mengagumi sosok Habib Anis, yang sangat bersahaja, ramah kepada siapapun dan berbagai sifat-sifat istimewa Habib Anis lainnya. Banyak pula kenangan yang telah ia lalui saat-saat perjumpaannya dengan Habib Anis, yang kini telah tiada.  Selama ini saya sangat mencintai Habib Anis, begitu pun sebaliknya. Maka, pada suatu kesempatan beliau mengatakan, Ya Habib Anis, ‘Usyhidullaha anni uhibbuk’ (Aku bersaksi kepada Allah bahwa aku mencintaimu, wahai Habib Anis), maka Habib Anis pun menjawab, ‘ Wa ana kadzalik’ (Begitu pula aku kata Habib Anis).
Tuan Guru Syech Muhammad Syarwani Abdan Al Banjari
beliau mengatakan, umat islam memang harus mencintai ahlul bayt, dan pada saat ini kecintaan tersebut dapat dicurahkan kepada para habib, sebagai dzurriyat Rasulullah SAW.
“ Saya bahkan menganjurkan kepada para thalabah (penuntut ilmu), dalam mencari guru silakan mencari ilmu sebanyak-banyaknya, silakan pula mencari guru sejauh-jauhnya, tapi jangan sampai tidak berguru kepada habib. Selain memperhatikan keluasan ilmu yang dimiliki  seorang guru dan sikap keseharian yang wara, perhatikan pula nasabnya. Sebisa mungkin kita menimba ilmu kepada guru yang nasabnya bersambung kepada Rasulullah SAW. Karena itu termasuk tali penyambung seorang thalabah kepada Rasulullah SAW, yaitu melalui keberkahan nasab gurunya tersebut. Zaman sekarang, banyak orang yang tidak memperhatikan lagi hal-hal seperti ini, “ katanya dengan sepenuh perasaan.
Terlepas dari itu, sebagaimanan ayahnya dulu Tuan Guru Syech Syarwani Abdan Al Banjari yang semasa hidupnya sangat bersungguh-sungguh dalam menjaga aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah, kini ia pun tampaknya meneruskan sikap teguh sang ayah tersebut. Dulu, sekitar tahun 1978 hingga awal 1980 an, ayahnya merasakan ada pengaruh-pengaruh ajaran Syi’ah yang mulai dimunculkan di kota Bangil. Demi tanggung jawabnya dalam membentengi aqidah para santri yang menuntut ilmu di pesantrennya, segera saja Tuan Guru Syech Syarwani Abdan Al Banjari membuka majelis ilmu yang materinya berisikan seputar perbedaan-perbedaan antara paham Ahlussunnah Wal Jama’ah dan paham Syi’ah. Pada majelisnya itu, Tuan Guru Syech Syarwani Abdan Al Banjari membaca Kitab Al Hujjatul Mardhiyyah fin Nasyihati wa Raddi ba’dhi Syuyu-khisy Syi’atil Khasbiyah, buah karya Syech Muhammad Ali bin Husain Al Maliki, dan Kitab Al Husamul Masluk ‘ala Muntaqishil Ashabir Rasul, buah karya Syech Hasanain Muhammad Makhluf.
Tuan Guru Kasful Anwar selalu berpesan kepada para santri dan alumni Pondok Pesantren Datu Kelampaian, masyarakat muslim Banjar, baik yang ada di Bangil maupun di tanah asalnya, dan juga kepada banyak orang yang ditemuinya, agar senantiasa berpegang teguh pada aqidah para salafush shalih.
Karenanya, beliau mengingatkan, kecintaan kepada para habib itu selayaknya harus berdasarkan ilmu, hingga seseorang dapat mencintai habaib dengan benar dan tepat. Tidak kurang, dan jangan pula sampai berlebih. Dalam kaitan itu beliau berpesan, terutama kepada warga Banjar, agar kecintaan kepada para Habib tidak sampai membuat aqidah menjadi bergeser. 
Maka, perdalamlah ilmu agama secara benar, perhatikanlah pula sanad (mata rantai) ilmu yang diperoleh, agar seorang thalabah tidak terseret pada paham aqidah yang menyimpang.
                                    -------------------------------------------------------------

5.menuu maqom sunan giri di gresik
 6.mengunjungi maqom maulana malik ibrohim
7.menuju madura,ziaroh maqom mbah kholil
sebelum ziaroh mampir dulu direstoran makan sate kambing......

8.terakhir kembali ke surabaya & menginap di ampel

HARI KE SEMBILAN (9) :JUANDA-BANJARBARU

pada hari ini berakhir perjalanan kita dan bersiap pulang ke banjarmasin.
naik bus tujuan juanda surabaya

pas di juanda ketemu sama syekh ali,jadi foto bareng deh......
kalau anda berminat ikut ziaroh baik perorangan atau jama'ah bisa menghubungi saya di 0812-5135-9836 atau menghubungi langsung H.sahali 0852-5139-3583.
minimal 9 orang (@2jt rupiah perorang) bisa berangkat.
rute bisa berubah sewaktu-waktu sesuai dengan permintaan jama'ah.

2 komentar: